![]() Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari prosespembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan. Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan. Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungann dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana dan nitrogen oksida. Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia ini di atmosfir adalah aktivitas manusia (Hari, 2019). Generasi muda atau yang saat ini disebut generasi millenial dapat berkontribusi dalam upaya mengurangi penyebab dan dampak pemanasan global. Kemajuan teknologi yang memanjakan manusia serta kemudahan untuk mendapatkannya menjadikan kita masyarakat konsumtif. Hal ini berdampak pada penggunaannya yang tidak terkendali, mulai dari penggunaan bahan bakar untuk kegiatan domestik secara langsung (bahan bakar untuk transportasi seperti mobil, motor dll) serta penggunaan secara tidak langsung seperti penggunaan listrik untuk mesin cuci, TV, Radio, AC, lemari es dan kegiatan lain. Energi listrik yang digunakan oleh masyarakat berasal dari pusat listrik (power plant) yang juga menggunakan bahan bakar sebagai sumber energinya seperti, batu bara, air, uap, diesel dll. Semua energi tersebut memberikan sumbangan emisi CO2 ke planet yang kita tempati ini (Mukono, 2018). Pemanasan bumi disebut juga pemanasan global, yang diakibatkan oleh kerusakan ozon (O3) yang terus meningkat. Kerusakan ozon yang dipicu oleh kian tingginya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, mengatrol temperatur bumi yang diprediksi mencapai 1º - 3º Celsius. Kerusakan ozon yang tinggi di atmosfer (stratosfer) berpotensi mengubah pola cuaca secara ekstrim dan perubahan iklim. Peningkatan gas rumah kaca (GRK) seperti CO2, metana, dinitro oksida dan CFC (Chlorofluorocarbons) dihasilkan dari penggunaan bahan bakar minyak seperti, alat untuk transportasi, pembangkit listrik, styrofoam, perlengkapan kosmetika dan perusakan hutan. Disamping itu juga penggunaan AC yang mengandung klorin (CFC) dimana sudah menjadi kebutuhan pada mobil, ruangan dalam rumah, hotel, kantor, bioskop, rumah sakit dll, kian memperburuk efek rumah kaca dan mencederai lapisan ozon. Abad industrialisasi ikut merusak keseimbangan atmosfer, karena mengeluarkan milyaran ton gas karbon ke udara yang dilakukan oleh negara-negara industri dan berjuta-juta ton gas metana disemburkan dari eksplorasi gas bumi. Akhirnya udara atmosfer menjadi perangkap panas yang bermetamorfosa menjadi selimut rumah kaca yang menyekap panas sinar matahari dan mendorong naiknya panas bumi (Sulkan, 2019). Lebih dari setengah penduduk Indonesia ternyata tidak menyadari masalah ancaman pemanasan global (global warming), padahal tanpa disadari bencana yang akhir-akhir ini banyak terjadi banyak diakibatkan oleh pemanasan global. Konstribusi terbesar dari gas rumah kaca yang komposisi terbesarnya terdiri dari nitrogen (78%), oksigen (21%) dan uap air (3%), diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil seperti batu bara, gas dan minyak bumi. Penggunaan batubara pada pembangkit listrik akan menghasilkan emisi yang cukup besar, disamping juga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan (Hari, 2019). Data memaparkan bahwa pengadaan listrik di Indonesia, masih didominasi oleh pemakaian bahan bakar yang berpotensi dalam meningkatnya emisi CO2. Hal ini menjadi suatu tantangan dalam mengembangkan sumber-sumber daya lainnya yang minim berdampak terhadap emisi CO2 atau berkonsep ramah lingkungan (Sulkan, 2019). Cukup banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi keparahan pemanasan global yang telah terjadi. Cara pertama yaitu menggunakan produk dengan teknologi hemat energi. Membeli barang atau peralatan rumah tangga selain bentuk yang menarik juga harus dilihat spesifikasinya, terutama yang dapat mengurangi emisi CO2 serta polusi udara. Produk dari plastik bentuk kemasan, kantong-kantong atau peralatan alat rumah tangga lainnya merupakan bahan yang sulit membusuk selain proses produksinya memerlukan energi yang tinggi (Purwito, 2008). Cara kedua yaitu melakukan pemeliharaan peralatan yang menggunakan energi listrik. Pemeliharaan peralatan secara rutin seperti AC, pemanas air atau peralatan lain yang menggunakan peralatan tambahan seperti filter dll, perlu dirawat dan dibersihkan sehingga selalu berfungsi dengan baik dan tidak menambah beban pada waktu digunakan (Purwito, 2008). Cara ketiga adalah menggunakan teknologi atau mendesain rumah hemat energi. Rumah sebaiknya direncanakan selain kuat, indah, sehat tetapi hemat energi (green house) dengan bukaan untuk penerangan dan sirkulasi udara (cross ventilation) yang cukup. Maksudnya adalah, untuk mengoptimalkan masuknya cahaya matahari yang masuk (untuk penerangan) ke dalam ruangan serta memudahkan pergantian udara sehingga temperatur ruangan sejuk. Selain juga menghemat penghematan penggunaan lampu dan alat penyejuk (AC) dll untuk daerah panas. Desain ruangan sesuai dengan fungsinya sehingga, memudahkan mobilitas penghuni. Kemiringan atap yang cukup, dengan sudut lebih dari 30º akan memberikan kondisi ruangan nyaman. Jika rumah menggunakan penyejuk atau pendingin (AC), periksa semua bagian dinding bangunan terhadap kebocoran yang mengakibatkan udara luar masuk. Kebocoran akan mengakibatkan penambahan tenaga (power) dan energi yang dipakai (Purwito, 2008). Dapat diakui bahwa kehadiran AC dalam rumah tinggal daerah tropis, apalagi untuk wilayah perkotaan tidak bisa ditinggalkan begitu saja, sebab, sebagaimana dipaparkan di depan, tuntutan kehadiran AC bukan sekedar untuk pemenuhan kebutuhan kenyamanan thermal saja, tapi kenyamanan akustik dan oudour pun jadi kelebihannya (Prianto, 2007). Terdapat beberapa model atau kategori rumah. Model pertama, sebuah rumah yang dikatagorikan tidak tanggap terhadap faktor iklim setempat, dengan spesifikasi menggunakan atap datar (dak beton), dinding batu bata tanpa plesteran, model bukaan dinding tanpa tritisan, masih menggunakan lampu pijar 100 W, penghuni berkegiatan belajar, dimana suhu udara diluar 35°C dan suhu yang diharapkan 25°C. Model kedua, sebuah rumah dikatagorikan tanggap terhadap faktor iklim setempat dengan menerapkan prinsip-prinsip strategi penerangan dan pendinginan serta pemakaian material kulit bangunan sebagaimana dipaparkan diatas, model ini, berspesifikasi atap berventilasi, dinding dilapis plester dan ditambah pelapisan cat terang, jendela berkonstruksi kayu dan terlindungi dengan sempurna, sehingga terbentuk daerah bayangan yang optimal, penggunaan lampu diefisienkan pada pemilihan lampu hemat energi 15 watt jenis flourence (tidak panas bila dibandingkan lampu pijar). Model ketiga, sebuah rumah dikatagorikan ramah terhadap lingkungan, dengan spesifikasi seperti model ke dua, hanya pada area ruang luar dihadirkan tanaman dan air sebagai pengisi ruang terbuka, dengan demikian suu ruang luarnya yang semula 35°C diasumsikan sudah turun menjadi 31°C (Prianto, 2007). Secara prinsip dalam strategi desain penerangan ditentukan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu penerangan dalam suatu bangunan, seperti : a) Arah sumber datangnya cahaya matahari, b) Penzonaan ruangan dan lay-out bangunan, c) Aspek pemantulan, d). Pembentuk daerah bayangan dan e) Penerangan elektrik. Hal yang harus dipertimbangkan pertama kali adalah orientasi bangunan terhadap lintasan matahari. Arah lintasan matahari dan orientasi eksterior bangunan sangat terkait dengan pembentukan bayangan dalam ruangan yang signifikan menyebabkan besar kecilnya intensitas penerangan dan panas radiasi sinar matahari yang masuk dalam bangunan. Pada bangunan berorientasi yang ke arah Barat, karena penumpukan panas setelah matahari terbenam pun masih akan terasa hingga pk. 21.00, artinya walau matahari telah terbenam suhu dalam ruangan yang beroriantasi ke arah barat masih tinggi/ suasana masih sangat hangat. Tips yang dapat dilakukan adalah menciptakan ventilasi alamiah terlebih dulu secara optimal (penempatan bukaan semaksimal), sebelum dilakukan pemasangan alat pendingin (AC). Hal ini merupakan suatu bentuk pemborosan listrik apabila alat pendingin tsb hanya efektif difungsikan untuk menetralisir sisa beban panas. Kedua, pertimbangan prospek kondisi site. Dengan mengetahui keberadaan site disekitarnya, diharapkan kita sudah dapat mengestimasi adanya kemungkinnan halangan akses sinar matahari yang mengenai bangunan hunian yang direncanakan. Hal ini dilakukan agar kekuatiran terhalangnya cahaya yang diharapkan bisa diprediksi. Penghalang ini misalnya terdapatnya bangunan bertingkat tinggi pada tetangga sehingga rumah kita akan selalu berada dibawah bayang-bayang matahari bangunannya dan akhirnya penempatan/disain jendela di rumah kita menjadi tak berfungsi secara optimal. Tips yang dapat dilakukan adalah mengkreasikan bentuk bukaan atap transparan, agar pencahayaan masih dapat diperoleh walau kanan kiri bangunan terhalang. Ketiga, jadikan peluang dalam berkreasi pada sisi fasade bangunan. Pemahaman lintasan matahari, waktu perubahan iklim/musim dan layout dari tatanan ruangan dalam komposisi bangunan terhadap aspek penerangan alami ini, akhirnya akan mengarahkan kreatifitas arsitek dalam menampilkan bentuk bukaan pada fasade bangunannya terutama fasade prinsipalnya. Tips yang dapat dilakukan yaitu pendekatan pembuatan fasade yang diciptakan dengan didasari terlebih dulu pada pertimbangan strategi penerangan alami ini merupakan bagian dari strategi penciptaan rumah hemat energi. Keempat, pertimbangan efek pemantulan kulit luar bangunan. Harus mempertimbangkan secara bijak efek pemantulan cahaya dari permukaan atap dan dinding luar suatu bangunan yang dirancang, karena hal ini memposisikan pada kondisi dualistik. Pertama, pemantulan yang berlebihan akan berakibat pada pemanasan suhu lingkungan, namun satu sisi sangat membantu timbunan beban panas pada kulit bangunan, kedua, berkurangnya efek pemantulan akan berakibat pada rendahnya suhu lingkungan, namun satu sisi akan menimbulkan penumpukan beban panas ada pada bahan dinding. Pertimbangan pemantulan ini juga harus didasari pada pilihan yang tepat terhadap pilhan material, warna, dan tekstur. Tips yang dapat dilakukan yaitu mempeertimbangkan kembali pilihan warna dan tektur dari masing-masing sudut tampilan bangunan ekterior. Warna dan tektur permukaan tak lagi dipukul rata untuk tampilan sekeliling fasade eksteriornya. Tampilan ekterior yang menimbulkan penyerapan panas yang banyak sangat bermanfaat untuk penempatan ruangan basah di dalamnya, seperti kamar mandi atau tempat cuci. Kelima, mengeksplorasikan potensi iklim setempat. Makna dari ekplorasi potensi iklim setempat adalah kesadaran kita tinggal di daerah tropis, di mana sepanjang tahun hunian berlimpahan pancaran sinar matahari. Sangatlah boros apabila energi listrik dipergunakan juga untuk penerangan lingkungan atau jalan, sedangkan pada sisi tersebut terdapat limpahan sinar matahari. Meskipun hingga kini terbatas pada teknologi /hasil terapan sistim penerangan fotovoltaic, tetapi dapat dimulai dari aplikasi pengematan listrik dari skala spenerangan eksterior yang menggunakan sistem ini, misalnya penerangan taman dan jalan masuk. Aspek lain yang harus diperhatikan adalah strategi untuk mendesain bidang rumah yang tertutup. Pertama yaitu Pertama, pilihlah bahan pelapis sesuai iklim setempat. Atap adalah mahkota suatu bangunan dan dalam struktur tampilan bangunan arsitektur tradisional kita mengenal 3 (tiga) pembagian komposisi yaitu kepala (atap), badan (dinding) dan kaki (pondasi/tiang penyangga), sehingga peran atap sangat dominan dalam keberhasilan suatu bangunan sebagai shelter/perlindungan. Dari aspek termal didapatkan perhitungan matematis, bahwa 2/3 panas yang terjadi dalam bangunan tertranmisi melalui bidang ini. Untuk itu di daerah beriklim panas seperti negara kita, pilihlah material atap yang ‘dingin’ & berwarna cerah. Disarankan pula memilih jenis bahan bangunan sebagai element insulasi/isolasi panas yang mempunyai dampak lingkungan rendah, misalnya kerangka atap dan bangunan menggunakan bahan kayu ataupun bambu. Kedua, menghindari elemen insulasi yang tak ramah lingkungan. Material insulasi/isolasi panas yang mudah ditemukan di lapangan dengan spesifikasi tertentu memang berpotensi dalam menghemat energi, hanya sering tanpa disadari berdampak besar pada lingkungan karena material yang mengandung polusi dan tak dapat didaur ulang sehingga bertentangan dengan konsep ramah lingkungan (Project Greens). Untuk itu disarankan memilih material insulasi yang mempunyai pengaruh lingkungan rendah, bukan dari jenis-jenis papan floam plastik, floam yang disemprot, floam magnesium silikon dan lain-lain. Ketiga, rumah hemat energi dengan eksplorasi pelapisan hijau. Finishing atap datar dengan elemen hijau berfungsi untuk penahan air hujan, meningkatkan resistensi thermal dalam mengurangi pengaruh suhu panas lingkungan, juga memungkinkan dalam memberikan space hijau bagi jenis-jenis binatang kecil dan bahkan akses penghuninya kedalam dalam ruangan terbuka ‘hijau’ miniatur. Terdapat dua type atap hijau (green roof) ataupun taman atap (roof garden) yaitu type intensive dan ekstensive, hal ini terkait dengan bisa atau tidaknya diakses penghuni, jenis tanaman, perawatan dan jenis drainase hingga pada pengaruh beban dari struktur pendukung. Pengukuran suhu rata-rata di bawah atap hijau dapat mencapai 32°C sedangkan tanpa atap hijau menunjukkan suhu rata-rata sebesar 38°C , dimana suhu pada area eksteriornya 42°C. Tentunya hal ini berdampak terhadap pengurangan suhu lingkungan. Faktor-faktor lingkungan fisik, mahluk hidup lain dan manusia memiliki peran masing-masing dalam lingkungan hidup. Manusia sebagai mahluk yang diberi kemampuan logika harus mampu memandang kepentingan hidupnya terkait dengan kehidupan mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses alam. Sikap dan perilaku manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi berdampak pada lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya merupakan sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya ketidak pedulian manusia adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda ketika manusia berhadapan dengan masalah lingkungan. Manusia harus memandang bahwa dirinya adalah bagian dari unsur ekosistem dan lingkungannya. Naluri untuk mempertahankan hidup akan memberi motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem dan lingkungannya. Semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, terutama generasi millenial seharusnya sadar dan tidak mengabaikan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena, masyarakat miskin di negara berkembang yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena kemampuan beradaptasi masyarakat yang rendah serta minimnya sumber daya yang mereka miliki disamping kehidupan mereka yang cenderung bergantung pada sumber daya yang rentan terhadap kondisi iklim. Penanganan masalah gobal warming perlu dicantumkan ke dalam rencana pembangunan, terutama di bidang yang rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti pertanian, perikanan, kesehatan, kehutanan dan sumber daya air. Keserakahan manusia terutama atas pengeksploitasian sumber daya alam secara sistematis akan menetaskan sejumlah masalah global yang tidak bisa diatasi dalam waktu singkat serta akan menghancurkan kehidupan, sehingga tanah, air, udara dan laut telah beralih fungsi dari sistem-sistem yang mendukung kehidupan, menjadi gudang limbah di tengah pasar global. DAFTAR PUSTAKA Hari, B. S. (2019). Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Bandung: Penerbit Duta. Mukono, H. J. (2018). Analisis Kesehatan Lingkungan Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (AUP). Prianto. (2007). ‘Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Kepedulian Global Warming’, Jurnal Riptek, 1(1). Purwito .(2008). ‘Mengurangi Pemanasan Bumi dengan Pola Hidup Hemat Energi’, Jurnal Permukiman, 3(2). Sulkan, M. (2019). Pemanasan Global dan Masa Depan Bumi. Semarang: ALPRIN. Penulis : Muhammad Syahrullah. Sr lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antalogi dan beberapa kali menjuarai cipta baca puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti karya tulis ilmiah dan esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr
1 Comment
Mayella
4/1/2022 19:15:42
Langkah kecil yang kita buat akan menyelamatkan bumi kita dari pemanasan global🌱🌍
Reply
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
August 2023
Categories |