Mati Tuli
Karya Faisaal M Ridho
Dalam masa terbalut kegelapan
Malapetaka tak segan menjamu ibu pertiwi Jutaan manusia teriak keadilan Wakil terhormat pilihan kami mendadak bisu tuli |
Saksikanlah wahai leluhurku di nirwana
Sungguh kami bersaksi berkata Tanah airmu tidak lagi suci Tumpah ruah darahmu tak lagi punya arti |
Mulut putra putri kami dibungkam
Ribuan raga pemuda disiksa Janji manis mereka tak lagi bergema Segerombol elit bajingan tertawa |
Dibalik pagar mahligai kuasa
Pengemis berdasi jadi binatang bengis Jeritan kami tak lagi mampu menembus pagar istana Kami mengalah diam, aman, perlahan mati. |
Ranjani dan Satu Juta Mimpi
Karya : Balqies Hana
Mengatas namanya cinta
Untuk segalanya
Lupakan satu hal berhargaditerjangnya dogma
Birahi dikejar dengan suka cita
Buka lebar mata pertajam hatu
Jangan biarkan duniamu direngkuh Tak berisi
Tautkan mimpimu dengan renjadi
Dan ridho ilahi
Bersama melangkah kedepan
Bersisian tepis haram
Duniaku,kau,dan kalian
Tak perlu suram dibuat menggelam
Kita adalah bintang
Yang berkelana mencari cahaya untuk terang
Jangan karna sebuah kata
Dunia dibuat runtuh semena mena
Untuk segalanya
Lupakan satu hal berhargaditerjangnya dogma
Birahi dikejar dengan suka cita
Buka lebar mata pertajam hatu
Jangan biarkan duniamu direngkuh Tak berisi
Tautkan mimpimu dengan renjadi
Dan ridho ilahi
Bersama melangkah kedepan
Bersisian tepis haram
Duniaku,kau,dan kalian
Tak perlu suram dibuat menggelam
Kita adalah bintang
Yang berkelana mencari cahaya untuk terang
Jangan karna sebuah kata
Dunia dibuat runtuh semena mena
Jiwa Pemuda
Karya : Ananda Frichillia
Langit mendung dilapisi darah pendosa
Ikrar yang disebut mantra tidak lagi berguna
Pendusta yang membawa malapeta merusak tatanan dunia
Menduduki pertiwiku selama ratusan tahun lamanya
Jutaan jiwa menjadi saksi bisu akan butanya para penghuni neraka
Seperti ratu iblis yang datang memakan ribuan jiwa
Memaksa untuk mengabdi kepada pemuas nafsu birahi di pijakkan semesta
Menindas para kaum lemah untuk kesenangan penguasa jagat raya
Tidak ada hati yang lebih bersih daripada hati anak bangsa
Berjuang memberantas potongan jiwa dibalik belenggu kotornya hati manusia
Bambu runcing yang ditusukkan menjadi jawaban dari sang maha kuasa
Merebut kembali bumi nya dari sang penjajah
Diam yang dihaturkan bukan lagi dosa belaka
Sesesok manusia suci yang disebut ‘’ Pemuda “ telah mengembalikan negrinya
Masi terlalu dini untuk disebut pendekar tetapi jiwa merekalah sebagai penerus bangsa
Tak ada terbesit fikiran jahannam dari hati mereka semua
Tak ada harapan yang lebih bermakna daripada kemerdekaan bangsa
Darah dan nanah adalah doa mereka agar tanahnya baik baik saja
Sungguh tak ada hati yang semulia itu di bumi ini selain hati suci mereka
Tak ingin hormat, tak ingin kasih, hanya ingin kita selamat
Berpuluh puluh tahun kita mengingat peristiwa sakral yang ada
Dibekali ilmu sekolah untuk belajar memahami sejarah
Sejarah yang mengandung ribuan peristiwa air mata dan luka
Peristiwa putra putri pertiwi berjuang melepaskan raga
Tapi catatan kelam masalalu yang dituangkan harus kita isi kembali
Mereka yang sudah lama sekali tidak disebut “ Pemuda” lagi
Kini terganti oleh makhluk makhluk muda yang bertekhnologi
Makhluk yang seharusnya hatinya diisi oleh kecintaan terhadap negri
Ikrar yang disebut mantra tidak lagi berguna
Pendusta yang membawa malapeta merusak tatanan dunia
Menduduki pertiwiku selama ratusan tahun lamanya
Jutaan jiwa menjadi saksi bisu akan butanya para penghuni neraka
Seperti ratu iblis yang datang memakan ribuan jiwa
Memaksa untuk mengabdi kepada pemuas nafsu birahi di pijakkan semesta
Menindas para kaum lemah untuk kesenangan penguasa jagat raya
Tidak ada hati yang lebih bersih daripada hati anak bangsa
Berjuang memberantas potongan jiwa dibalik belenggu kotornya hati manusia
Bambu runcing yang ditusukkan menjadi jawaban dari sang maha kuasa
Merebut kembali bumi nya dari sang penjajah
Diam yang dihaturkan bukan lagi dosa belaka
Sesesok manusia suci yang disebut ‘’ Pemuda “ telah mengembalikan negrinya
Masi terlalu dini untuk disebut pendekar tetapi jiwa merekalah sebagai penerus bangsa
Tak ada terbesit fikiran jahannam dari hati mereka semua
Tak ada harapan yang lebih bermakna daripada kemerdekaan bangsa
Darah dan nanah adalah doa mereka agar tanahnya baik baik saja
Sungguh tak ada hati yang semulia itu di bumi ini selain hati suci mereka
Tak ingin hormat, tak ingin kasih, hanya ingin kita selamat
Berpuluh puluh tahun kita mengingat peristiwa sakral yang ada
Dibekali ilmu sekolah untuk belajar memahami sejarah
Sejarah yang mengandung ribuan peristiwa air mata dan luka
Peristiwa putra putri pertiwi berjuang melepaskan raga
Tapi catatan kelam masalalu yang dituangkan harus kita isi kembali
Mereka yang sudah lama sekali tidak disebut “ Pemuda” lagi
Kini terganti oleh makhluk makhluk muda yang bertekhnologi
Makhluk yang seharusnya hatinya diisi oleh kecintaan terhadap negri
Jatuh Cinta
Karya : Mayella Wigbertha
Dalam relung hati teramat dalam
Terukir indah sebuah nama beraksara kasih
Sepenggal kata yang selalu terngiang di kepala saat lamun datang bertamu
Pesona rupa yang menjadi sketsa abadi
Terpampang megah pada tempat teristimewa dalam hati
Tak memberi ruang untuk mereka yang ingin menggapai
Di sana kudapati ada rasa yang perlahan tumbuh
Mendesak resah ingin sebuah jawab
Berkecamuk tak karuan saat tak sengaja beradu pandang
Siluet bayang yang selalu menghantui dan setiap kata yang selalu terngiang
Membuat logika seolah tak ingin memberi peran
Aku berkutat dengan rasa yang tak mampu ku kendalikan
Ini perihal hati yang tak mampu sembunyikan rasa
Perihal mata yang tak sanggup menatap
Dan jantung yang berdegup hebat saat tak sengaja beradu pandang
Binggungku mencipta sebuah paradigma kecil
Inikah yang disebut “Jatuh Cinta”?
Rasa yang mampu mengalihkan duniaku
Membuatku hampir kehilangan akal sehat karena bayang-bayang yang terus mengusik
Yah, ini “Cinta”
Kudapati diriku telah menaruh hati
Pada sosok yang kujumpai kala itu
Sosok yang membuatku terjebak dalam masa yang kumengerti sebagai “Jatuh Cinta”
Terukir indah sebuah nama beraksara kasih
Sepenggal kata yang selalu terngiang di kepala saat lamun datang bertamu
Pesona rupa yang menjadi sketsa abadi
Terpampang megah pada tempat teristimewa dalam hati
Tak memberi ruang untuk mereka yang ingin menggapai
Di sana kudapati ada rasa yang perlahan tumbuh
Mendesak resah ingin sebuah jawab
Berkecamuk tak karuan saat tak sengaja beradu pandang
Siluet bayang yang selalu menghantui dan setiap kata yang selalu terngiang
Membuat logika seolah tak ingin memberi peran
Aku berkutat dengan rasa yang tak mampu ku kendalikan
Ini perihal hati yang tak mampu sembunyikan rasa
Perihal mata yang tak sanggup menatap
Dan jantung yang berdegup hebat saat tak sengaja beradu pandang
Binggungku mencipta sebuah paradigma kecil
Inikah yang disebut “Jatuh Cinta”?
Rasa yang mampu mengalihkan duniaku
Membuatku hampir kehilangan akal sehat karena bayang-bayang yang terus mengusik
Yah, ini “Cinta”
Kudapati diriku telah menaruh hati
Pada sosok yang kujumpai kala itu
Sosok yang membuatku terjebak dalam masa yang kumengerti sebagai “Jatuh Cinta”
Mawar Berduri
Karya : Astriyanti
Di dalam ruang penuh terang
Lebih-lebih kata diatas tahta
Raut wajah berlapiskan ketenangan
Elok Tahta menguasai raga dalam jiwa
Memesona rupa tak sebati tabiat
Kusebut kau mawar berduri
Tak patut tuk dicontohi
Gelora gelagakmu tak peduli
Aturan ilahi dianggap tiada
Dakar pada dirimu menyerambang
Menyenggak para pengemis
Sungguh tak ada tuhan pada batinmu
Lebih-lebih kata diatas tahta
Raut wajah berlapiskan ketenangan
Elok Tahta menguasai raga dalam jiwa
Memesona rupa tak sebati tabiat
Kusebut kau mawar berduri
Tak patut tuk dicontohi
Gelora gelagakmu tak peduli
Aturan ilahi dianggap tiada
Dakar pada dirimu menyerambang
Menyenggak para pengemis
Sungguh tak ada tuhan pada batinmu
The Memories
Rivaldi P.
In the darkness of the night, I heard all of your voices,
(Di dalam gelapnya malam, aku mendengar semua suaramu)
together we laughed at sorrow, and made the painful cried
(Bersama kita menertawai dukacita, dan membuat rasa sakit menangis)
We didn't even scare the sky who hit the earth.
(Kita bahkan tidak takut akan langit yang menghamtam bumi)
In the still of the night, you said the stars are your eyes, that keep me above
(Di tengah kesunyian malam, kamu berkata bahwa bintang bintang adalah matamu,
yang menjagaku dari atas)
I was blind and followed your light.
(Aku buta dan mengikuti cahayamu,)
Just believed that I’d find a milky way
(Hanya percaya bahwa aku akan menemukan sebuah tujuan)
with all those words as my direction.
(dengan semua kata katamu sebagai petunjuk bagiku)
Now the king is dawning, pricking my eyes and burning my soul.
(Sekarang sang raja menyingsing, menusuk mata dan membakar jiwaku)
He told me there’s nothing in this empty space, and screamed me to fly away
(Dia berkata padaku bahwa semuanya kosong disini, dan mengusirku untuk pergi)
Where are you now? Why your voice is just an echo song in the desert?
(Dimanakah kamu sekarang?, Mengapa suaramu hanyalah gema belaka di padang gurun?)
Left the memory writing about the blue
(Meninggalkan kenangan menulis tentang kepedihan)
I see a misery watch over me in the distance,
(Aku melihat kesengsaraan mengawasiku dari jauh)
waiting for the right time to do his revenge.
(Menunggu waktu yang tepat untuk membalaskan dendamnya)
I just run away, ashamed and covered my face from the universe.
(Aku hanya bisa berlari, malu, dan menutup wajahku dari semesta)
And when I reached the path, it was just a ravine between me and your lies
(Dan ketika aku mencapai tujuan, itu hanya jurang antara aku dan kebohonganmu)
It will take thousand instruments of forgiveness to rebuild it.
(Dibutuhkan ribuan instrumen pengampunan untuk membangunnya kembali)
Got tears but don’t want to cry, too tired but don’t want to lay
(Punya air mata tapi tidak ingin menangis, terlalu lelah tapi tidak ingin berbaring)
Keep walking with no destination, to reach out the impermanence
(Terus berjalan tanpa tujuan, untuk menggapai ketidakkekalan)
I’m the leaf who leaves the tree, dancing with the wind for a second
(Aku adalah daun yang meninggalkan pohon, menari dengan angin sejenak)
but will be forgotten forever.
(tapi akan dilupakan selamanya)
Now all broken feelings whispering to me: even in the darkness,
(Sekarang semua perasaan hancur berbisik kepadaku: bahkan dalam kegelapan,)
the shadow is a friend and a friend is just an illusion that played by time.
(Bayangan adalah teman dan teman hanyalah ilusi yang dimainkan oleh waktu)
(Di dalam gelapnya malam, aku mendengar semua suaramu)
together we laughed at sorrow, and made the painful cried
(Bersama kita menertawai dukacita, dan membuat rasa sakit menangis)
We didn't even scare the sky who hit the earth.
(Kita bahkan tidak takut akan langit yang menghamtam bumi)
In the still of the night, you said the stars are your eyes, that keep me above
(Di tengah kesunyian malam, kamu berkata bahwa bintang bintang adalah matamu,
yang menjagaku dari atas)
I was blind and followed your light.
(Aku buta dan mengikuti cahayamu,)
Just believed that I’d find a milky way
(Hanya percaya bahwa aku akan menemukan sebuah tujuan)
with all those words as my direction.
(dengan semua kata katamu sebagai petunjuk bagiku)
Now the king is dawning, pricking my eyes and burning my soul.
(Sekarang sang raja menyingsing, menusuk mata dan membakar jiwaku)
He told me there’s nothing in this empty space, and screamed me to fly away
(Dia berkata padaku bahwa semuanya kosong disini, dan mengusirku untuk pergi)
Where are you now? Why your voice is just an echo song in the desert?
(Dimanakah kamu sekarang?, Mengapa suaramu hanyalah gema belaka di padang gurun?)
Left the memory writing about the blue
(Meninggalkan kenangan menulis tentang kepedihan)
I see a misery watch over me in the distance,
(Aku melihat kesengsaraan mengawasiku dari jauh)
waiting for the right time to do his revenge.
(Menunggu waktu yang tepat untuk membalaskan dendamnya)
I just run away, ashamed and covered my face from the universe.
(Aku hanya bisa berlari, malu, dan menutup wajahku dari semesta)
And when I reached the path, it was just a ravine between me and your lies
(Dan ketika aku mencapai tujuan, itu hanya jurang antara aku dan kebohonganmu)
It will take thousand instruments of forgiveness to rebuild it.
(Dibutuhkan ribuan instrumen pengampunan untuk membangunnya kembali)
Got tears but don’t want to cry, too tired but don’t want to lay
(Punya air mata tapi tidak ingin menangis, terlalu lelah tapi tidak ingin berbaring)
Keep walking with no destination, to reach out the impermanence
(Terus berjalan tanpa tujuan, untuk menggapai ketidakkekalan)
I’m the leaf who leaves the tree, dancing with the wind for a second
(Aku adalah daun yang meninggalkan pohon, menari dengan angin sejenak)
but will be forgotten forever.
(tapi akan dilupakan selamanya)
Now all broken feelings whispering to me: even in the darkness,
(Sekarang semua perasaan hancur berbisik kepadaku: bahkan dalam kegelapan,)
the shadow is a friend and a friend is just an illusion that played by time.
(Bayangan adalah teman dan teman hanyalah ilusi yang dimainkan oleh waktu)