Ngumbai Lawok adalah salah satu tradisi Lampung. Ngumbai Lawok biasanya dibawakan oleh masyarakat Lampung yang tinggal di atau dekat pantai Lampung. Ritual Ngumbai Lawok dilakukan oleh para nelayan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada penguasa laut yang telah memberikan mereka kekayaan. Tradisi Ngumbai Lawok diawali dengan pemotongan kerbau yang dilakukan oleh paraji atau tetua adat. Biasanya sebelum pawai digelar, pertunjukan kesenian rakyat seperti tayuban dan jaipong akan digelar sebelum upacara . Namun kini pentas seni sering digantikan oleh adegan dangdut atau musik organ tunggal. Kemudian kepala kerbau dan ubo rampe (peralatan lainnya) mengarak desa bersama-sama dan kemudian dibuang ke tengah laut. Selama mereka membawa sesaji ke tengah laut, orang orang akan dengan senang hati mengawal sesaji itu dengan perahu. Sementara itu, paraji akan terus melemparkan dupa di antara awan dupa. Setelah kepala kerbau dan sesajen lainnya dipangkas rapi, berenang, dan ditenggelamkan, orang-orang bergegas mencari berkah yang mereka yakini akan membawa keberuntungan. Penawaran hanya dapat ditantang setelah tenggelam, artinya persembahan itu diterima oleh penguasa laut.
Kemudian orang-orang merayakannya dengan saling menyiramkan air tanpa membedakan muda atau tua, kaya atau miskin. Di sisi lain, mereka bahkan menikmati membungkus air, percaya bahwa tangkapan laut membanjiri mereka dengan makanan. Diyakini bahwa ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di masa depan. Sepulang dari melaut, acara dilanjutkan di cuak mengan, atau makan bersama. Saat ini, tradisi Ngumbai Lawok menjadi salah satu daya tarik wisata. Yang mendasari lahirnya ritual Ngumbai Lawok adalah anggapan bahwa laut merupakan ladang eksplorasi tempat penduduk pesisir mencari nafkah. Realitas kawasan ini merupakan bentuk pemujaan yang ditujukan kepada penguasa laut. Di wilayah pesisir utara dan selatan Jawa, seperti Banten, Indramayu, Cirebon, Pangandaran dan Ciamis, Gumbai Rawok dikenal sebagai acara Nadran atau festival laut. Acara ini juga merupakan ucapan terima kasih dan permintaan dari masyarakat pesisir untuk tetap aman setiap saat. Dalam hal ini, subjek pemujaannya adalah Ratu Laut Kidul, juga dikenal sebagai Nyi Roro Kidul, penguasa legendaris Samudra Selatan. Seperti tradisi Rawok atau Melwat Laut Tingidae mencakup prosesi pengorbanan Larun yang terdiri dari kepala kerbau dan tanjakan Ubbo. Ritual ini dilakukan tidak hanya sebagai tindakan pengorbanan, tetapi juga sebagai rasa syukur dan pelaksanaan pengorbanan masyarakat pesisir. Mitos Tentang Laut Kasus Ngumbai Lawok menunjukkan keterbukaan suku Lampung. Selain itu, gumaman persetujuan Dumadi (penguasa) yang terungkap dalam filosofi Martin Buber adalah "aku membutuhkan engkau untuk menjadi, sambil menjadi aku, aku berkata engkau". Tradisi Gumbairawok di Pantai Lampung dan Nadran di pantai utara dan selatan Jawa memiliki nuansa mitos yang kuat. Mungkin di pantai selatan Jawa, ada sesuatu yang berhubungan dengan penguasa laut legendaris Nyi Roro Kidul. Tradisi yang terus berlanjut dalam gelombang globalisasi terus didorong masuk ke desa. Tradisi Ngumbai Lawok ada dan berlanjut. Karena masyarakat pendukung masih menghargai dan memuji ritual ini sebagai hal yang sakral. Ngumbai Lawok tidak hanya sebagai sarana hajatan, tetapi juga sarana silaturahmi bagi masyarakat pesisir Lampung. Ada benang merah hubungan ke atas (vertikal) dan timbal balik (horizontal). Saat ini, acara budaya ini telah membuat destinasi wisata Lampung semakin luas dan kaya, bahkan menjadi ikon kalender event pariwisata lokal. Arti dari Ngumbai Lawok Ngumbai Lawok adalah tradisi Ruwatan Laut, ritual penyucian laut. Arti kata Gunbai adalah ritual untuk menyingkirkan orang dan tempat dari hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada mereka. Lawok adalah laut. Oleh karena itu, Tingidae Rawok merupakan salah satu jenis ritual yang dilakukan oleh masyarakat pesisir untuk menyelamatkan masyarakat dari ketidakbahagiaan yang akan datang. lstilah Ruwat Laut tidak hanya dikenal di masyarakat Jawa dan Bugis saja , tetapi juga dalam kehidupan masyarakat Pesisir Lampung yaitu ''Ngumbai Lawok". Ngumbai Lawok, atau "Mencuci Laut", merupakan cara masyarakat Lampung untuk berterima kasih kepada penguasa laut dan merupakan media silaturahim antar warga pesisir. lstilah Ruwat Laut tidak hanya dikenal dalam kehidupan masyarakat Jawa dan Bugis, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat pesisir Lampung, Ngumbai Lawok. Ngumbai Lawok biasanya diadakan setahun sekali, tepatnya di bulan Muharram . Ritual ini bertujuan untuk melindungi nelayan dari segala macam bencana yang diakibatkan oleh penghuni laut. Hal ini menunjukkan bahwa Ngumbai Lawok berusaha untuk mencapai hasil yang cukup untuk menghindari kemungkinan bencana di laut setiap saat. Ngumbai Lawok juga berarti Kejawen. Ini berarti bahwa orang pada umumnya menyadari dan memahami bahwa kehid upan tidak akan mungkin terjadi tanpa sumber daya alam seperti bumi, udara, air, sinar matahari dan flora dan fauna. Dengan demikian, masyarakat sebelumnya merencanakan satu hari untuk melestarikan konservasi sumber daya alam dan lingkungan beserta isinya. Untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan, kearifan lokal Ngumbai Lawok mengacu pada prinsip-prinsip etika lingkungan sebagai berikut :
2. Prinsip tanggung jawab Manusia bertanggung jawab memelihara seluruh bagian dan benda alam semesta ciptaan Allah SWT pada setiap tujuannya, baik tujuan tersebut untuk kernaslahatan umat maupun tidak. Salah satu bentuk tanggung jawab adalah melind ungi alam dari bahaya. 3. Solidaritas dan kerjasama Prinsip ini diwujudkan dalam tradisi Gumbai Rawok, yang mendorong masyarakat untuk menyelamatkan semua kehidupan di lingkungan dan alam, terutama hasil kekayaan laut. Fungsi prinsip ini adalah untuk menyelaraskan manusia dengan lingkungan dan bertindak sebagai pengontrol moral untuk mengendalikan perilaku manusia dalam keseimbangan lautan. 4. Menghormati keragaman budaya Munculnya tradisi Ngumbai Lawok tidak serta merta berasal dari warisan budaya kuno, tetapi juga memiliki keterlibatan sejarah, terutama akulturasi agama. Termasuk juga nilai-nilai budaya animisme-dinamisme yang menjadi akar asli dari ritual ini. Ritual ini merupakan bentuk keragaman budaya Lampung dan harus dihormati melalui pelestarian budaya tersebut. Di Lampung, tradisi Ngumbai Lawok berjalan di sepanjang pantai timur, dimulai di sepanjang pantai Teladas Teluk Lampung, Sungai Burung, komunitas pesisir Muara Gading (Labuhan Maringgai), Kalianda, Lempasing dan Kota Agung. Bahkan, Ngumbai Lawok di pantai barat Lampung, di sepanjang Labuhan Jukung dari Tanjung Setia, menjadi salah satu agenda kalender acara dan menjadi ikon wisatawan lokal. Diselenggarakan setiap tahun pada bulan Desember, Festival Ngumbai Lawok diadakan di Labuhan Jukung, Krui, di Pesisir Barat. Menurut seniman Pesisir Barat Rizki Febriansyah, kawasan pesisir di kawasan itu meneru skan trad isi Ngumbai Lawok secara turun temurun. Orang Pekon (desa) menyembelih kerbau bersama-sama memotong kerbau, dagingnya dimasak bersama-sama untuk cuak mengan. Berbeda dengan kepala kerbau, harus dilengkapi dengan ubo rampe (sesaji) dan dilarung (dihanyutkan) ke laut untuk diberikan kepada penguasa laut. Tradisi Ngumbai Lawok mengusung nilai-nilai budaya, semangat pengorbanan dan persahabatan. Semangat kurban di Ngumbai Lawok diwujudkan dalam kekompakan masyarakat yang setiap tahun mempersembahkan sebagian makanan untuk persiapan sesajen berupa kepala kerbau dan ubo lereng. Selain itu, kegiatan gotong royong (sakai sambaian) meliputi menyiapkan pesta mengambil kepiting atau makan bersama di puncak acara. Ngumbai Lawok sebagai subkultur, merupakan penanda tradisi spiritual masyarakat pesisir Lampung. Ngumbai Lawok dalam bahasa lokal masyarakat pesisir Lampung berarti mengungkapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa dan memohon keamanan serta pangan yang berlimpah . Ngumbai Lawok Bagi Pariwisata Sebelum penyebaran Islam di Lampung, kecuali Tingidae Rawok, perubahan aliran dari unsur sakral ke unsur ekonomi sudah ada di Lampung dengan tradisi Luwat Laut. Hubungan antara Upacara Luwat Laut dan Jawa di Lampung terlihat jelas dari temuan studi Saputra (2011). Pertunjukan ritual Ruwat Laut berawal dari para nelayan Silebon yang masuk dan keluar wilayah Bandar Lampung saat itu. Karena proses budaya, beberapa trad isi Cirebon telah menjadi bagian dari kehid upan ritual masyarakat desa Cancun (dekat dengan Gudan Lelan), daerah pemukiman Cirebon, Lampung dan beberapa suku lainnya. Masyarakat dari Lampung Selatan, Pesisir Tulang Bawang, Lampung Timur, Pesisir Barat, dan Tanggamus juga memelihara upacara Ruwat Laut. Tradisi ini hanya terjadi sekali . Ini adalah satu tahun dan termasuk dalam agenda pariwisata kabupaten . Namun tentunya butuh waktu dan konsultasi agar ide-ide tradisi Ruwat Laut bisa diterima oleh masyarakat. Sehingga, Pemerintah berperan penting dalam sektor pariwisata agar tradisi Ruwat Laut dapat diperkenalkan kembali. Namun, tidak ada pembahasan lebih lanjut karena proses koordinasi di seluruh masyarakat masih diperlukan. Harapannya, Ngumbai Lawok dapat menekankan hubungan erat antara manusia dengan alam, nelayan dan laut. Laut tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi wilayah pesisir, tetapi juga berpotensi dalam mendukung kelestarian lingkungan. Referensi D Kamajaya, Karnoko H. "Ruatan Murkawa: Suatu Pedoman ", Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1992.Maridi. 2015. Mengangkat Budaya Kearifan Lokal dalam Sistem Konservasi Tanah dan Air. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS Ruslan, Idrus, "Dimensi Kearifan Lokal Masyarakat Lampung Sebagai Media Resolusi Konflik" dalam Kalam, Volume 12, Nomor 1, Juni 2018. Saputra, Riki Dian. 2011 . Tradisi Ruwatan Laut (Ngumbai Lawok) di Kelurahan Kangkung Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta. Satriyadi, Zomi. 2018 . Nilai-Nilai Etika Dalam Tradisi Ngubai Lawok Masyarakat Lampung. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Hidup, diakses dari https://pustakaarsip.kamparkab.go.id/artikel-detai l/ 1298/prinsipprinsip--etika lingkungan-hidup pada tanggal 08 Juli 2022 Penulis : Wahlulia Amri
10 Comments
Alfii
20/9/2022 06:57:58
Baru tau kalo di Lampung ada tradisi ini:)
Reply
Alfah Risma Ul Sifa
20/9/2022 07:07:19
Good news bangett dikasi info bermanfaat kegini 👋🤩
Reply
Poppy
20/9/2022 07:08:48
Wauwwww
Reply
Mizani Khairul
20/9/2022 07:25:56
Keren gini
Reply
Salsabila Khairina
20/9/2022 07:33:55
Luar biasa
Reply
Andi Almirah
20/9/2022 07:43:35
keren sihh🔥
Reply
Gita Pratiwi
20/9/2022 14:06:19
Lampung dengan segala keunikannya
Reply
Ujang Jaelani
24/9/2022 14:02:22
Keren Banget
Reply
Lalaa
24/9/2022 14:44:56
Keceee🤩🌞
Reply
Nafilah Hamasah Muslimat
20/1/2023 19:14:03
Hwaaa makasih banyaak, ini sangat informatif! Masya Allah
Reply
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
August 2023
Categories |