Usah kau juangkan lagi
Anak istri berfoya dengan dosa Nikmat haram itu mendarah daging Gunakan akalmu berpikir waras Haruskah azab mengingatkan? Atau menunggu sekarat datang Rasakan balasan sepadan tingkah Ajal makin dekat, menjemput Masihkah kau bangga akan itu?
0 Comments
Kapankah?
Modernitas semakin membungkam jiwa-jiwa tenang Nuansa alam membentang digantikan sabda tetek bengek Bahasa kian dilunturkan; dipendar dalam hening azura Budayawan makin direndahkan; dihina pandai akalnya! Adat perlahan dalam pasti jadi masygul nan apati Tradisi dianggap mencoreng bangga diri Pegiat diremehkan tindak-tanduk dan saktinya Karya-karya jadi komedi; dicemooh; dicap hina dina! Syariat mulai dilecehkan zahirnya Mobilisasi bergerak tiap menit; menciutkan nyali-nyali pribumi Kini. Angin menggoyangkan bulu kuduk
Membawa suara cakap manusia Entah kemana… Hanya menyiar sekejap, lalu terbang ke fatamorgana Menyimpan aib dan rahasia bersamanya Angin kecil, santai sepoinya Membawa ke renungan panjang Mengajak diri membuai mimpi Menggerakkan gumpalan awan Perlahan Menggoyang ranting pohon dan gugurkan daunnya di waktu sama Angin dari utara dan berbagai arah bolak-balik Menjalin lembut menerpa tubuh Perlahan merajut keras Dingin mulai melanda Awan mula menghitam Masih dimainkan angin-angin Menyatu membentuk koloni Angin berembus menguat Pohon bergoyang hebat Daun yang belum kering lepas dari asalnya Hati mulai was-was Atap seng di pondok kayu menghentak Butir-butir hujan digugurkan awan hitam Angin, berhentilah! Rasanya masih baru, tugas lalu kuakhiri
Tugas baru, sudah datang ia Lima tugas masih menumpuk dalam list Tenggat mengganggu tenang jiwa Nilai jadi tumpuan harap Segala daya habis kuberi Terpaku diri menatap menara buku Yang harus kupahami per satunya Masih berharap, dapat ilham Sayang… Semua hampa tanpa usaha Ambil, baca, tulis, serah, doa Ingin rasanya plagiat Tapi kuharap nilaiku masih suci Tanpa embel-embel curang laknat Andai ada robot yang bisa kucipta Ah, ada tugas lagi! Belum selesai kutulis puisi Pernah benak berpikir Membabu bertopeng mahasiswa Untung ada gunanya Menguap
Baru saja menulis beberapa kata Kasur seakan menjadi hidangan segar kala lapar Selemah itukah manusia? Aneh memang Saat mata ingin dipejamkan Rasa itu hilang berganti beban pikiran Dilema, Sesulit itukah hidup kita? Mungkin ini sebuah suratan Untuk menunjukkan kuasa Tuhan Laa ta’khuzuhu sinaatuw wa laa nauum Ia tak pernah mengantuk dan tak pernah pula tertidur Subhanallah… Begitu banyak makna hidup yang masih tersirat Yang menuntut akal untuk digunakan Putaran jam telah menipu
Seakan masih di tempat sama Jujurnya, ia menggiring tanpa arah Terus mengantarkan pada suatu yang tak pasti Putaran jam telah menipu Seakan semua bisa seperti semula Benarnya, ia hanya membuat kenangan Yang tak bisa kembali satu setelah dua belas Putaran jam telah menipu Seakan bisa berhenti untuk sesaat diperbaiki Lurusnya, ia hanya berhenti satu kali Di titik akhir kehidupan dunia Kawan, kita menapaki dunia yang begitu bejad
Hanya mementingkan nafsu syahwat Semua diembat Tanpa bisa melihat Tanpa sedikitpun pikir tersirat Entah karena dendam kesumat Atau hanya mencari nikmat Padahal gelar mulia didapat Bermandi harkat derajat dan martabat Kawan, berhati-hatilah Predator membayang di sekitar Mengintai mangsa-mangsa yang lemah Yang tunduk di bawah kuasa Yang bisa dijamah hanya dengan paksa Kawan, tunjukkan dirimu yang berharga tinggi Jangan biarkan si Bejad menang mudah Dalam dunia ini kita bebas berekspresi Berani bersuara, entaskan para penyampah Yang berkedok petinggi bermarwah Dingin menyelimuti luar kos
Tanpa angin Hanya embun yang mulai mengabut bumi Menurunkan percik rindu yang lemahkan hati manusia Mengembalikan bayangan yang pernah kuasai ingatan Membisikkan doa-doa yang telah dititipkan Syahdu Tiga bulan sebelum berganti tahun Diri bersimpuh, minta izin timba ilmu Air mata sembapkan wajah Emak kala itu Bapak memandang dari jauh, berat melepaskan Abang berjanji sering hubungi Adik yang paling kusayang, menangis ia Dua pesan dibekalkan… ibadah, jangan berubah Bersama puisi ini kusisipkan rasa rindu Menggelitik, rasa ingin cepat bersua Keadaan menghalang di waktu dekat Biarkan doa-doa yang dititipkan pada embun ini Menyampaikan kenangan dan harapan kita Pelupuk masih enggan rasa membuka
Badan masih mengistirahatkan urat-urat lelah Rambut masih separuh keringnya Telinga hampir kehilangan guna Binatang malam menguasa sunyi suara Aldi mendengkur sekali dua kali Tanpa gangguan, ada tarikan menyentak bangun Berulang malam ia datang Aku sebut ia peringatan Atau peluang saingi timbang dosa Dalam hening malam… Resau air membasahi lantai mandi Membasah wajah dan kaki pendosa Allahuakbar! Takbir suci kuangkat sebelum sedekap Rendahnya diri kian dirasa Asma-Asma terlalu mulia masih dapat kuucap Patutkah aku mendusta syukur? Dalam sujud, air mata bersimbah Mengaku diri berlumur dosa Apakah layak mendamba firdaus? Ya Allah… Dalam kesucian tahajud ini Hamba mohon ampun dosa Senja yang pertama kali ada di antara kita Dengan tak sengaja Ufuk barat mempertemukan aku dan kamu Kaubercerita mengenai kisah Muhammad Al-Fatih 1453 Aku tenggelam dalam nuansa yang kauhadirkan Hingga aku mulai sadar... bahwa aku tertarik Namun bukan hanya pada kisah yang kausuguhkan Tapi juga sosok dirimu yang memukau Kucoba menelisik kembali butir-butir kisah Muhammad Al-Fatih 1453 Kisah yang persis kauceritakan pada malam itu Kisah yang kujadikan sebagai inspirasiku Kisah yang selalu mengingatkanku Pada ketaatan seorang hamba Rupanya segulir di antaranya... Ada Muhammad Al-Fatih dalam dirimu Berawal dari kisah yang membungkam jiwaku
Aku Mengagumimu Wahai Muhammad Al-Fatih 1453 versi dirimu |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Categories |