Jari jemari dalam lentiknya warna Pipih meronah menggambar merah Rambut hitam halus Suara indah yang selalu teringat terus Aku sang pujangga Meratapi lentera Dengan harapku penuh cahaya Menggantungkan sebuah rasa di dermaga Menyanjung nama yang bersemayam Lama dalam hati ini Berdetak seraya bermelodi Aku takkan melupamu Karya: Mochamad Alif Akbar Mulya
2 Comments
Saat kulihat rumpun padiku kian menguning hari ini, Semakin berisi, makin ia merunduk sejadi-jadi, Ingat betapa elok Negeriku ini, setangkai padipun masuk bait filosofi, Terisi ilmu kian tinggi, runduk rendah hati harus membumi. Teori yang kupelajari sejak aku duduk di bangku Sekolah Dasar, Dengan runtutan definisi yang mengubah pola kembang nalar, Aku diajari menjadi rendah hati dalam segala kondisi Sebab karenanya, akan tumbuh menjadi pribadi yang disegani. Tapi, Bung! Menjadi rendah hati bukan berarti kaulantas bungkam begitu, Setiap benar harus kausampaikan dengan lantang, Sebelum suara-suara penuh asamu dibuat bisu, Nanti kau hanya bingung dan kemudian bimbang. Akan dengan bagaimana lagi kau mengadu, Perihal jalanan berlubang dan rusak di tengah desa – desa itu. Hendak seperti apa kau nyanyikan lagu – lagu, Lagu kebangsaan dengan kepalan tangan kanan di dada kirimu. Nanti, dengan apa kaubela rakyat jelata, pedagang kaki lima, serta orang – orang sederhana yang bekerja tanpa kemeja? Mereka yang makan sekali sehari saja merasa beruntung, Mengadu nasib di bawah terik, menghindari kejaran petugas pembawa pentung. Semangatmu meraih cita adalah nyawa mereka, Agar nantinya, tahta negara dipegang oleh pejabat pro rakyat kecil, Pejabat berdasi penentu kebijakan yang memang bijaksana, Juang menjadikan Indonesia Macan Asia bukan sekadar kancil Bung! Menjadi pemuda Indonesia tidak cukup hanya dengan berdiam diri, Asa dan mimpi tentang majunya Negeri, harus hidup selalu dalam sinergi, Dengan atau tanpa alinea intuisi, mengabdilah untuk suburnya Bumi Pertiwi, Bersama guna dan mampu yang selalu kaulatih sendiri agar lestari Indonesia butuh angan dan harapanmu yang terus kau kejar, Butuh karya - karya dan karsa yang dibiarkan menjalar, Pemuda – pemuda kritis idealis untuk berdikari kian dirintis, Demi kemajuan – kemajuan serta keberlanjutan pembangunan nan dinamis. Yogyakarta, 16 Januari 2022 Karya: Luthfah Eta ’Aini Langkah kaki yang tiada henti Menapaki tiap jalan yang dinanti Untuk buah hati yang selalu hati Akankah terbalaskan resah pada hati? Aku hanya mampu ikut dan menuruti Pada tubuh yang selalu menyimpan misteri Bertahan dari serangan caci maki Hanya untukku penyejuk hati Entah sampai kapan penderitaan ini berakhir Meringis hati menonton peliknya kehidupan Ruang sempit yang buat susah bergerak Hingga badan terkurung dan tersungkur Sudah hampir habis tenaga yang dikeluarkannya Sungguh mulia pertarungan yang dicapainya Demi tuan yang tak tahu berterima kasih padanya Sekali lagi, demi tuan yang serakah akan nafsu belaka Padamu nyawa yang selalu kudoakan Agar pinta tak sedikitpun terhalang oleh hujatan Agar tak ada lagi histeris di tengah malam yang kudengarkan Maka kuatlah jiwa raga yang selalu kunantikan senyum bahagia dari bibirmu Karya : Nur Rizky Arini Lubis Saat hembusan nafas masih mengisi relung didada…
Ketika jarum jam masih berdentang… Hatiku menerawang gelap yang tak kunjung terang… Menanti akan misteri kebahagiaan dan kesedihan… Kau hempas segala akar pengharapanku… Kau patahkan segala dahan yang kutancapkan… Kau lupakan janji akan sumpah dan cinta matimu… Kau hancurkan suci dan murninya kata kita… Hidupku kau sudut, kau rampas, kau rusak binasakan… Hilang akalku kau kecewakan harapanku… Rintihan hatiku terbalut dalam kejamnya perasaan… Janji yang teringkari dan takdir yang tak pasti… Kupercaya Ilahi menegakkan kebahagiaan kembali… Karena cinta tidak salah, tak juga mengajarkan kita menjadi lemah… Luka kan ada sembuhnya, Tuhan kan meneguhkannya… Sebagaimana aku memegang teguh cintaku… Bandar Lampung, 01 Januari 2022. Karya: Nabila Azzara Lilsaela Agsa Wahai maha cinta…
Hati yang tulus nan suci kini telah ternodai… Diganti dengan pengkhiantan yang begitu keji… Jika takdir tak pasti, jangan biarkan terukir sebuah nama didalam hati… Sebelum raga menghilang, tertinggal nama terkenang… Bahwa setulus – tulusnya cinta dan seikhlas – ikhlasnya hati… Terdapat rindu yang menggeliat disetiap detak jantungku… Karena dirimu semakin berat untuk kupikat… Dengarlah dunia rintihan hatiku… Hanya bersua dalam nadi yang membara… Mengungkapkan perih dalam sedih… Meratap rintih janji yang teringkari, terdiam hanyut dalam tulisan… Jangan bicara bahwa kamu cinta… Jika sebenarnya kau hanya pura – pura… Jangan bicara tentang perasaan… Jika sebenarnya untukku tak ada harapan… Bandar Lampung, 28 Januari 2022 Nabila Azzara Lilasela Agsa Lambai Rafflesia kian gemulai di ujung barat daya Pulau Sumatera
Menggugah elok Negeri bersama cerita-cerita masa lalu yang melegenda Nusantara dengan bait-bait aksara sebagai ragam bahasa bangsanya Aneka adat budaya membentuk simfoni dalam filosofi nan memesona Tatkala fajar mulai merangkak pasti menuju terbitnya sang mentari Di sudut surau-surau, lirih dzikir pagi terlantun beriringan doa dan asa Dari mulianya sosok bersongkok tua yang terduduk menengadah pada Illahi Dalam tulus doa-doa, ia riuhkan harap akan nasib budaya milik Negerinya Budaya luhur bangsa, agar damai dengan panjang usia yang menyerta Terjaga dalam sentuhan nilai-nilai islami, mempercantik panorama pertiwi Macam-macam beda bersatu bersama semboyan Bhineka Tunggal Ika Mozaik-mozaik cipta dan karsa tersusun rapi, jauh dari kisah-kisah elegi Negerinya masyhur akan pesona sejuta budaya yang tak pernah lekang Rangkaian pertunjukkan nan menawan di atas panggung-panggung terbuka Tari-tarian, nyanyian-nyanyian suku, sandiwara lakon drama, kian melanglang Mendunia dengan satu nama terpatri dalam sukma, hanya Indonesia Guruku, kau ridhoi muridmu dalam upaya membuat budaya bangsa kian lestari Kau tuntun kami mengikuti jejak-jejak kakimu mencintai ciri khas Negeri Pada setiap derap langkah kami, rengkuh asamu selalu melekat dalam naluri Rapal doamu yang lantang terdengar adalah semangat kami, wahai Ulil Amri Semangat memperkenalkan rona wajah Nusantara kepada seluruh semesta Bersorak ramai dengan nyanyian beda-beda bahasa, bernada dari nirwana Menari dalam indahnya ragam gerak dengan bentuk dan pola yang tak selalu sama Hingga membuat mereka kian terpana, bersama binar kornea mata nan menyala Kisah jayanya Majapahit dan Sriwijaya yang tak pernah mati Membuka cakrawala dunia, bumi pertiwi selalu akan kokoh berdiri Utuh dan tumbuh dalam naungan doa-doa para ulama Negeri Kian membumbung tinggi, mengetuk pintu langit dan singgasana Arsyi Karena sesungguhnya, tiadalah apa-apa bumi ini tanpa doa manusia taqwa Doanya bagai pendar sinar purnama, di tengah-tengah gelap malam gulita Yang tidak akan pernah meremang, meski kian terbalut tebalnya mega Doa-doa dari para ulama dengan songkok tua, di Zamrud Khatulistiwa Lutfah et'a Aini Serpihan kepahitan berjajar lagi
Tampak ganas meski tak beringas Terdengar keras walau tak bersuara Serasa menyayat padahal tak mengerat Sang bayu tak pernah absen dalam desirnya Air terjun masih menghujam batu setiap detiknya Perihal kepingan memori mengoyak hati Tiada mampu dirundung walau semu Suara pecahan kaca terdengar lagi Mengernai batin untuk ke sekian kali Kepingan memori kian padat Beralih sekokoh kaca anti pecah Tanpa menghirau kalbu yang gampang terbelah Raydinda Laili Shofa Mimpi tak bertaut
Langkah kaki meregang Hati meradang Ego tergilas emosi berkubang Kelebat mencari jalan pulang Bertaut dalam konstelasi Berselimut mendekap mimpi Gundah menghanyut kebiri Lunglai Pada sebuah garis waktu Mendorong, merangkak maju Memberikan pilihan untuk dituju Dalam kesunyian dan semu Ditengah jalan sembilu menghantam Balada tuan puan merekam Semangat yang membara sudah padam Lapuk membesut puing puing mimpi tenggelam Dalam sujudku bertemu denganmu Lewat bait doaku berbincang padamu Dalam tafakur menatap ke dalam relung hatiku jumpaimu. Kaulah bentuk dari segala wujud. Kaulah tinggi dari segala tinggi. Kaulah yang berkuasa dari yang berkuasa. Dan kaulah cinta dari segala cinta. Tuhanku.... Mencintaimu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Berharap padamu adalah kebahagiaanku. Menggapai ampunanmu itu cita-citaku. Wahai Dzat yang Maha Pengasih, Maha penyayang. Engkaulah sumber dari segala cinta dan kasih sayang. Manakalaku lemah dan tersungkur atas cobaan, kau datang dengan penuh kekuatan. Manakalaku bergelimanan dosa dan salah kau datang dengan penuh maaf. Seketika kau mengusir kelam dan mendung kegelapan. Kau berikan setitik matahari yang menghidupkan jiwa yang hampir mati. Tatkala badan terasa beku dan kaku, Kau ambilkan sinar rembulan, yang memberikan kehangatan alam yang sulit diungkapkan. Terima kasih, Ya Tuhan, kupercaya bahwa dengan menggapai cintamu, aku pun ikut menggapai segala jalan terbaik yang telah engkau goreskan untukku. Makassar, 10 Januari 2022 BIONARASI Muhammad Syahrullah. Sr, lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Karya Tulis Ilmiah Membentang megah sebagai mahkota Kalimantan
Akarnya laksana pondasi besi yang kuat Air mengalir, kehidupan mengalir Cahaya menembus rimbunnya hutan Dayak meratus nama masyarakatnya Memegang teguh adat budaya Saksi hebatnya pegunungan meratus Menjadi jantungnya Kalimantan Jangan sampai jantungnya dirusak Maka oksigen akan senyap Kerusakan akan terkuak Kita semua akan terjebak Karya : Rian Danau Panggang, 4 Januari 2022 |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Categories |