Menjadi anak perempuan satu-satunya di keluargaku membuatku susah mendapatkan izin untuk melanjutkan pendidikan di tempat yang aku sukai. Sebelum itu, perkenalkan namaku Azzahra Putri. Aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana, jauh dari kata mewah. Mungkin kondisi keluargaku yang menjadi salah satu faktor orang tuaku tidak mengizinkan aku untuk sekolah ke luar kota. Terlebih jika mengingat kakakku yang sekarang, membuat mereka jadi tidak bersemangat untuk menguliahkan anaknya.
Pekerjaan yang di dapat dengan jurusan yang diambil saat kuliah sangat berbeda jauh. Itulah sebabnya kedua orang tuaku menganggap bahwa percuma kuliah jika nanti tidak sesuai dengan apa yang sudah dipelajari selama 4 tahun ini. Terkadang alasan ini membuatku tidak terima. Sebab, hanya karena alasan pekerjaan aku yang harus mengubur impianku. Tekadku yang sudah lama dibangun tidak ingin aku putus dalam seketika. Meyakinkan ayah dan ibu untuk merestui niatku melanjutkan kuliah ke luar kota, tepatnya di Yogyakarta membuatku harus ekstra sabar dan kuat. Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai kota pelajar ini membuatku jatuh hati dan tidak bisa berpaling. Kota yang menghipnotisku dengan berbagai macam tempat pendidikan yang luar biasa bagus apalagi Universita impianku, Universitas Gadjah Mada. UGM membuatku termotivasi untuk bisa membangun semangat dan terus mau belajar. Diibaratkan aku sudah tergila-gila dengan kampus satu ini. Sejak kelas 2 SMA, aku sudah mulai aktif mengikuti tes ataupun latihan-latihan soal untuk SBMPTN. Aku yakin jika aku memulai lebih awal maka hasilnya juga tidak akan mengecewakan, walaupun semuanya kita serahkan pada Tuhan. Ketika masuk kelas 3 SMA, aku kembali meyakinkan hati kedua orang tuaku jika aku memang benar-benar ingin kuliah di UGM, kampus impianku. Lagi-lagi orang tuaku menolak dengan berbagai alasan. Tidak sampai di sini dan aku tidak mau putus asa hingga tibalah pengumuman siswa-siswi yang masuk untuk SNMPTN. Karena modal nekat dan percaya pada Allah, akhirnya aku memutuskan untuk daftar di UGM. Menjadi bahan tertawaan teman dan guru karena pilihanku yang terlalu jauh tidak membuatku malu, itu malah semakin membuatku bangga. Aku semakin bersemangat untuk bisa membuktikan pilihanku itu. Walaupun sempat sakit hati dan menangis karena di tertawakan guru di dalam kantor, itu tidak memengaruhiku untuk berhenti. Bahkan, temanku yang memang mengerti mimpiku selalu berkata bahwa kesuksesaan itu tidak mudah di dapatkan. “Ra, kamu ini orang yang setia. Jadi, tetaplah bertahan, jangan di dengarkan apa yang mereka katakan dan jangan kamu jadikan beban pikiran apa yang mereka nilai. Orang tidak tahu apa yang kamu mimpikan selama ini. Kunci orang sukses itu bisa bertahan di atas berbagai macam guncangan.” nasehat Miaranda, temanku yang selalu memberikan aku kekuatan positif. Ia satu-satunya teman yang terus mendorongku untuk bisa melanjutkan mimpi-mimpi itu. “Aku sebenarnya tidak mau mendengarkan semua cacian mereka, hanya saja terkadang aku merenung. Apakah jalan yang aku ambil ini memang salah?” aku menatap wajahnya untuk meminta pendapat. Ingat ini Ra, ingat kembali perjuangan kamu dari kelas 2 dulu. Ingat lagi seberapa besar keyakinan kamu untuk bisa mewujudkan semua ini. Hanya tinggal beberapa langkah lagi kamu akan mendapatkan hasilnya. Jangan pernah berpikir untuk berhenti, karana itu hanya akan membuatmu menyesal seumur hidup. Kamu jangan takut sendiri, aku siap mendukungmu kapan pun. Yang terpenting sekarang kuatkan niat, yakinkan ayah sama ibu, dan jangan pernah berhenti untuk berdoa.” Kata-kata inilah yang terus terngiang di dalam pikiranku ketika aku ingin menyerah. Dari sini aku yakin bahwa tidak semua orang membenci dan menghina mimpiku. Di setiap niat baik pasti ada jalan yang terlihat walau itu kecil dan berkerikil. Jalan itu sudah dipersiapkan hanya saja siapa yang akan bertahan sampai tujuan dan sanggup melangkahkan kakinya hingga akhir. Kembali mengingat SNMPTN, ternyata itu bukan jalanku. Aku harus bisa menemukan jalan yang lain untuk mencapai tujuanku. Tugasku hanya berusaha, berdoa, dan tawakal, hasilnya tinggal takdir yang menentukan. Tuhan itu tidak tidur, aku yakin jika suatu hari akan terjawab semua mimpi-mimpi ini dengan hasil yang luar biasa. Waktu untuk SBMPTN sudah dekat, aku sudah yakin dengan segala persiapanku untuk bisa ikut serta seleksi itu. Hanya saja aku tidak punya uang yang cukup untuk membayar pendaftarannya. Aku merasa ini adalah akhir dari perjuanganku. Sedih sudah pasti apalagi mengingat selama dua tahun aku belajar untuk mempersiapkan ini semua. Aku sudah hampir putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa. Mau meminta kepada orang tua rasanya tidak tega, tidak bisa terucap dari mulut ini. Aku tidak mau menyusahkan mereka lagi. Aku pandangi buku harianku, disana banyak sekali coretan tentang impian-impianku selama ini dan ada tulisan yang paling besar dari banyaknya impian tulisan itu adalah “Biamillah aku yakin bisa berangkat ke kota pelajar”. Sesak sekali melihat tulisan yang hampir tiga tahun ini selalu menemaniku, menjadikanku pribadi yang optimis. Sikap optimis itu hampir saja hilang hanya karena finansial. Terlebih ini hari terakhir pendaftaran. Kurang lebih 15 menit aku menangis menyesali persiapanku yang tidak matang. Harusnya aku bisa mengumpulkan uang yang cukup dengn tepat waktu. Tetapi lagi-lagi Allah membantuku dengan memberiku ide untuk menjual kerajinan yang aku buat sebagai tugas mata pelajaran seni budaya di sekolah. Tas rajut yang berbentuk bulat itu membuatku ingat jika waktu itu salah satu temanku mau membelinya, namun aku menolaknya dengan alasan sayang karena itu kerajinan pertama hasil rajutanku. Dengan senyum yang merekah, aku segera menghubungi temanku untuk menawarkan tas itu, dengan harapan ia masih mau membelinya. Dan tepat sekali, ia masih mau membelinya karena tas itu memang sangat ia inginkan. Sebenarnya ada rasa tidak rela untuk menjualnya tapi aku yakinkan hati bahwa ini demi impian yang sudah lama di bangun. Perihal tas nanti masih bisa dibuat. Dengan langkah cepat dan semangat aku pergi ke bank untuk membayar biaya pendaftaran UTBK. Seminggu kemudian aku diantar kakak untuk melaksanakan UTBK. Sebelum berangkat aku tidak henti-hentinya meminta restu kepada orang tuaku terutama ibu. Bagiku restu mereka adalah kekuatan terbesarku untuk bertempur dengan soal-soal nantinya. Seperti yang aku bayangkan, semua soal sudah terjawab dengan baik. Bagaimanapun hasilnya nanti aku sudah ikhlas karena aku sudah semaksimal mungkin dalam menjawabnya. Tibalah di pengumuman kelulusan, sungguh di luar dugaan, di luar perkiraan. Alhhamdulillah, tidak henti kalimat tahmid terus keluar dari mulutku dengan air mata yang sudah tidak terbendung lagi. Dua universitas sekaligus menerimaku menjadi bagian dari mereka yakni UGM dan UNY. Impianku untuk bisa masuk UGM, menginjakkan kaki di Yogyakarta akan segera terwujud dan yang membuatku tidak bisa berkata-kata lagi adalah orang tuaku tiba-tiba berkata jika mereka ikhlas jika aku harus pergi ke luar kota untuk sekolah. “Ayah dan Ibu sekarang mengizinkanmu pergi. Ibu tahu bagaimana perjuangan kamu mendapatkan izin dari kami dan belajar tanpa henti. Ibu hanya berpesan jangan kecewakan orang tuamu, kamulah harapan kami.” bahagia sekali rasanya mendengar ini semua. Allah Maha Tahu Segalanya, Dia tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Aku peluk ibuku dengan erat sambil mengucapkan terima kasih. Akhir dari semua perjuanganku tidak sia-sia, semuanya sudah terbayar. Aku bangga pada diriku sendiri, bukan untuk sombong. Tapi aku ingin mengapresiasi diri sendiri karena sudah kuat sejauh ini. Tertutama aku sangat berterima kasih pada Allah, orang tua, dan temanku yang sudah mau mendukungku sejauh ini. Tidak ada yang tidak mungkin terwujud salah satu mimpi-mimpi yang kita tuliskan di buku atau di pikirkan. Inilah pentingnya menuliskan impian di buku atau di ingatan, agar mimpi-mimpi itu bisa menjadi motivasi diri untuk terus lebih baik lagi. Hanya saja kita harus ikhlas dalam menjalani setiap prosesnya. Kita harus yakin dan terus berdoa. Semua akan terjawab dengan luar biasa. Ditulis oleh : Reza Anggraini (BENGKULU) Dua tahun lalu, tujuh orang mahasiswa yang sedang kelelahan setelah mengikuti serangkaian kelas duduk sembari membicarakan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika kampus memberikan waktu satu minggu untuk belajar dan beristirahat di rumah. Pembicaraan kami sangat serius sehingga lupa dengan waktu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore, kami harus bergegas pulang agar terhindar dari macetnya kota Jakarta. Seperti biasa, aku dan Carissa menuju halte bus yang sama namun dengan nomor bus yang berbeda. Aku pulang ke arah Timur sedangkan Carissa ke arah Barat.
Hari itu jalanan menuju rumah ku cukup padat, butuh waktu dua jam untuk sampai di halte bus yang terakhir. Kaki ku terasa sangat pegal karena harus berdiri selama dua jam di dalam bus. Namun, aku tidak merasa kesal karena menurut ku hal ini merupakan salah satu bagian untuk mencapai mimpi ku. Sesampainya di rumah, ibu ku sedang memasak makanan yang sudah pasti adalah permintaan ku tadi pagi yaitu ayam goreng dengan sambal yang sangat pedas. Lelah yang aku rasakan tadi seketika hilang dan berganti dengan perasaan senang. Sebelum menyantap makanan yang sudah ku nantikan tadi, aku bergegas menuju ke kamar untuk mandi dan merapihkan barang-barang yang ku bawa ke kampus seperti buku, alat tulis, botol minum, dan lainnya. Cacing di perut ku sudah bernyanyi dengan lantang, setelah mandi aku turun ke bawah menuju meja makan. Ibu duduk di ruang makan dengan berbagai macam hidangan lainnya. Selama makan malam ibu menanyakan bagaimana kegiatan ku hari ini. Perut ku sudah terisi penuh, sebelum pergi ke kamar aku meluangkan waktu untuk menonton berita yang terjadi hari ini. Awalnya aku merasa bosan karena berita yang disajikan tidak menarik dan terkesan monoton. Namun, ketika aku hendak mematikan televisi sebuah berita terkini muncul. Pembawa berita menyampaikan jika terdapat sebuah virus mematikan bernama COVID-19 yang berasal dari Wuhan mulai menyebar di Indonesia. Hal ini membuat ku panik dan mencoba memikirkan berbagai hal yang akan terjadi kedepannya. Sesampainya di kamar aku mencoba mengabarkan hal ini kepada teman-teman, namun berita ini sudah tersebar luas. Aku dan teman-teman berinisiatif untuk menggunakan masker selama mengikuti kegiatan di kampus untuk menghindari penularan virus yang terjadi. Suasana mulai tidak kondusif, berbagai berita menyampaikan jika warga mulai menimbun masker, cairan pembersih, bahan makanan hingga oksigen. Hal ini membuat berbagai pihak kesulitan terutama para dokter dan perawat. Sejumlah kasus mulai ditemukan di berbagai kota di Indonesia. Pemerintah bergerak cepat, beberapa kebijakan pun dikeluarkan diantaranya adalah seluruh kegiatan belajar mengajar dan perkantoran dilakukan di rumah, pembatasan kegiatan di luar rumah, menghindari kerumunan, serta kewajiban untuk mencuci tangan dan menggunakan masker ketika berkegiatan di luar rumah. Melalui kebijakan yang ada, aku dan teman-teman lainnya harus melakukan kegiatan perkuliahan di rumah. Pada awalnya kami hanya diberitahu jika kegiatan perkuliahan secara tatap muka diliburkan selama satu minggu, namun hal ini terus berlanjut hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Enam bulan awal, kami masih melakukan adaptasi sehingga terdapat beberapa waktu yang terasa sangat berat terutama pada saat itu kami memasuki perkuliahan semester lima yang cukup berat. Kami berusaha untuk saling membantu dan menguatkan satu dengan lainnya sehingga tidak ada yang tertinggal. Hari demi hari kami lewati dengan perasaan yang sama, namun setelah satu tahun beberapa teman ku tertarik untuk mengikuti program beasiswa yang diadakan oleh pemerintah. Program tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk berkuliah di negara lain selama satu semester. Momen ini sangat dinantikan oleh beberapa teman ku karena dapat mewujudkan impian masa kecil, yaitu mengunjungi berbagai negara dan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat di sana. Beberapa bulan sebelum keberangkatan ke negara tujuan, teman-teman ku mengikuti berbagai seleksi yang sangat ketat dan cukup panjang. Hal ini sangat membutuhkan energi dan semangat yang cukup tinggi sehingga tidak semua orang mampu melewatinya. Setelah melewati proses yang cukup panjang akhirnya tiga orang teman ku berhasil mendapatkan beasiswa tersebut. Selvi mendapatkan beasiswa di sebuah universitas di Amerika, Erisa di Jerman, dan Sasa di Korea Selatan. Pada saat mengetahui berita ini, aku sedang mengikuti salah satu mata kuliah. Hal ini merupakan kabar yang sangat menyenangkan sekaligus haru karena perjuangan yang sudah teman-teman ku lakukan tidak berakhir begitu saja. Namun, menjelang hari keberangkatan mereka kasus COVID-19 di Indonesia meningkat tajam sehingga beberapa negara membatasi hingga menutup akses pintu masuk bagi warga negara lain. Hal ini berdampak pada hari keberangkatan Sasa ke Korea Selatan, ia harus menunggu satu semester lagi untuk berangkat kesana. Erisa mendapatkan kesempatan pertama untuk pergi ke Jerman dan diikuti oleh Selvi yang pergi ke Amerika, perasaan ku sangat sedih karena harus berpisah secara jarak oleh teman-teman ku yang terbiasa selalu bersama. Namun, aku juga merasa sangat bangga karena tiga teman ku berhasil mewujudkan sebagian dari mimpi yang mereka punya. Sesampainya di negara tujuan teman-teman ku tetap berusaha untuk berkomunikasi melalui social media yang ada. Mereka berbagi cerita mengenai hal-hal baru di negara lain yang mungkin saja tidak ku ketahui. Selain itu, mereka juga sering mengirimkan foto ataupun video yang berisi tempat-tempat menarik yang ada di sana sehingga kami dapat merasakan suasana yang sama walaupun terpisah oleh jarak dan waktu. Hari cepat berlalu, dua orang teman ku sudah kembali lagi ke Indonesia. Berbagai cerita dan pengalaman yang mereka sampaikan selalu menarik untuk didengar. Tidak terasa dua hingga tiga bulan lagi kami harus berpisah karena sudah memasuki semester akhir. Setiap hari aku merasa sangat tidak tenang karena harus berpacu dengan waktu yang ada. Namun, seperti teman ku yang lain aku juga tetap berusaha untuk mengejar impian yang kumiliki. Ditulis oleh : Prissilia Meilenia Setiani (JAKARTA) Tes tes. Suara mikrofon menggema di seluruh ruangan. Hari ini tepat tanggal 10 Juni 2010 kami angkatan ke-20 fakultas hukum, resmi menyandang gelar starta satu dengan bangga. Setelah selama 4 tahun bertahan akan pasang surutnya proses yang terbilang tak mudah itu, akhirnya kami bisa menjalani hidup yang sesungguhnya. Kebanyakan orang bilang jika skripsi adalah cobaan hidup yang berkepanjangan. Bagaimana tidak? Jika setiap saat kita harus di tuntut dengan ini dan itu, salah ini dan itu belum lagi dengan deadline yang memacu adrenalin. Hufft.. itu proses yang menjadi kenangan ter mengerikan namun terindah dalam usia sekarang ini. Namun setelah peresmian wisudawan dan wisudawati hari ini selesai, ini lah kisah hidup sesungguhnya yang harus kami jalani dengan berbekal ilmu dan sedikit pengalaman tanpa bayaran.
“Baik anak-anak semua, hari ini saya merasa bangga kepada kalian semua. Menjalani semua proses tanpa rasa lelah, tetap semangat meski terkadang cobaan kalian berbeda-beda. Selalu kompak dalam segala hal, membantu sesama tanpa memikirkan imbalan. Ketika saya melihat kalian semua bahkan berkomunikasi dengan kalian, saya merasa jika saya masih muda. Ingin berjuang bersama kalian dan ingin melangkah bersama kalian semua. Namun, jalan kita telah berbeda. Baik secara langsung maupun tidak, kita masih lah sama. Sama-sama menjalani hidup dengan penuh tantangan hanya saja, saya sedikit lebih tua dan kalian berada 10x lebih muda dari saya. Aneh memang jika saya harus menuntut kalian ini dan itu secara terus-menerus, tapi yakinlah jika semua yang saya lakukan kepada kalian semua itu demi kebaikan kalian. Jujur dengan perasaan saya kepada kalian, saya sayang dan peduli terhadap kalian. Tapi, semua orang memiliki caranya masing-masing dalam mengekspresikan nya termasuk saya. Berjanjilah kepada saya dan diri kalian masing-masing, dimana pun tempat kalian bertugas nanti kalian harus menjunjung tinggi rasa sosialisme dan taatilah peraturan pemerintah yang sah yaitu Pancasila dan UUD 1945.” Suara Professor yang tenang namun menusuk, membuat kami semua menundukkan kepala. Sekilas terdengar di telinga ku ada yang menangis tersedu namun ada juga yang termenung sambil memandang lurus Prof. Adi Jaya. Mungkin mereka memikirkan kenangan demi kenangan selama menjalani hidup sebagai mahasiswa di kampus ini. Bisa juga mereka sedang memikirkan segala tingkah konyol dan nakal selama di sini. Entahlah aku juga tidak bisa menerka apa yang sedang mereka pikirkan. “Dan sekarang tibalah saatnya saya mengumumkan mahasiswa terbaik tahun ini,” ucap Prof. Adi Jaya. Pernah sekilas dalam benakku jika aku mengharap aku lah yang di nobatkan menjadi mahasiswa terbaik dalam acara kelulusan ku. Bangga mungkin jika aku bisa mendapatkan gelar itu. Memang kedua orang tua ku tak pernah menuntut ku ini dan itu, tapi apakah salah jika aku berharap memberikan yang terbaik untuk mereka. Memang bukan suatu kebanggaan yang hakiki tapi, itu semua adalah salah satu bukti jika kedua orang tua ku telah berhasil mendidik ku hingga mencapai kesuksesan tahap pertama. “Bismillah aku bisa,” ucapku dalam hati. “Dan dia adalah ... Devan Pramudipta.” Sorak Prof. Adi Jaya. “Alhamdulillah,” syukur ku seketika kala nama ku di sebut. Dengan bangga dan di sertai tepukan serta ucapan selamat dari teman-teman ku, aku melangkah dengan bangga menuju podium. Ku tatapkan pandangan ku kedepan tanpa memutus rasa syukur dalam hati ku. Dengan muka cool aku mantapkan langkah ku satu persatu tanpa menoleh sekeliling ku. Memang aku di kenal sebagai mahasiswa berprestasi yang cool dan kutu buku. Aku bukan memilih pertemanan, namun selama aku kuliah aku hanya fokus dengan tujuan utama dan itu bukan berarti aku tidak memiliki teman dekat. Selain mahasiswa berprestasi aku juga salah satu most wanted di kampus ini. Orang bilang muka ku tak begitu jelek, bahkan sangat indah untuk di nikmati apalagi bernilai plus dengan gaya cool ku. “Selamat Devan.” Kata Prof. Adi Jaya sambil mengalungkan mendali ke leher ku. “Terimakasih Prof.” Jawabku sambil tersenyum. Setelah itu mulailah hadiah, piala serta ucapan selamat mengalir kepada ku yang di berikan oleh para dekan, rektor maupun professor lainnya. Tak bisa ku bendung senyum di wajah ku selalu menghiasi kala para petinggi kampus memberi ku ucapan selamat. Dan terdengar pula suara-suara burung yang mengatakan takjub dengan sekilas senyum ku. Memang ku akui jika aku sedikit sekali untuk tersenyum, bukan tak pernah tersenyum hanya saja sedikit tersenyum. “Silahkan berikan sepatah dua patah sambutan anda.” “Selamat pagi menjelang siang semua. Sebelumnya saya ingin bersyukur kepada Allah yang telah memberikan dan mempercayakan sedikit ilmu dari-Nya kepada saya. Karena tak bisa di pungkiri jika semua yang saya dapatkan tak lain dan tak bukan itu karena anugerah dari-Nya. Kedua, saya bersyukur memiliki orang tua yang hebat seperti kedua orang tua saya yang rela berkorban mati-matian demi saya, orang pertama yang mengenalkan dunia kepada saya melalui cerita-cerita yang dibacakan setiap malamnya, orang pertama yang membangun karakter saya melalui buku-buku yang mereka rekomendasi kan kepada saya, orang pertama yang mengajarkan saya arti kehidupan melalui kisah-kisah yang sangat menakjubkan dan orang pertama yang mengajarkan saya apa arti buku sesungguhnya. Bukan perkara mudah untuk saya mendapatkan gelar ini, kalian semua bahkan tahu jika saya hanya mahasiswa yang hidup dengan beasiswa. Hidup sederhana bukan menjadikan saya untuk menyerah pada satu situasi, namun menjadikan saya tantangan tersendiri yang begitu berarti. Jika saya tidak memiliki orang tua hebat seperti mereka, maka hari ini tidak ada seorang Devan Pramudipta yang berdiri di depan kalian semua.” Ucap ku sambil menahan air mata bahagia. Ku tatap kedua orang tua ku di sana, yang sama halnya sedang menatap ku sambil menangis bahagia. “Lalu saya juga mengungkapkan terimakasih kepada para dekan, rektor, Professor, pengacara serta para staff yang membantu saya dari nol hingga sekarang. Terimakasih untuk segala ilmu yang tertulis maupun pengalaman tanpa imbalan yang telah kalian berikan kepada saya khususnya dan kepada kami semua anak didik kalian. Tanpa kalian kami bukan apa-apa. Maaf jika selama kamu disini banyak membuat kalian marah kecewa bahkan benci kepada kami. Sejujurnya tak pernah terbesit dalam benak kami untuk membuat kalian kecewa, namun terkadang kondisi mampu membalikkan akal sehat. Dan terimakasih kepada teman-teman semua yang telah mensupport saya, memberikan dukungan kepada saya serta membantu saya dalam keadaan apapun. Sejujurnya aku bangga memiliki kalian semua. Love you all. Terimakasih.” Aku sedikit membungkuk kan badan ku memberikan penghormatan kepada mereka serta tanda akhir dari pidato ku. Ku langkahkan kaki ku menuju tempat semula disertai dengan sorakan dan tepukan tangan dari teman-teman ku. Senang rasanya bisa sampai detik ini and welcome my new life. *** “Devan ayo bangun sayang,” kata ibu yang membangunkan ku sambil mengguncang kan tubuh ku. “Bu, five minutes ok,” jawabku tanpa membuka mata. “Ayo Devan katanya kamu mau memandikan Joni, nanti Joni kesiangan mandinya.” Ucap ibu lagi. Joni, dia adalah kambing kesayangan ku yang sudah aku rawat dari mulai bayi hingga sekarang. Dan usia Joni sekarang terkisar hampir 2 tahun lebih. Bisa di bayangkan betapa sayangnya aku pada Joni. Mendengar nama Joni di sebut, seketika mata ini terbuka dengan sendirinya. “Ah, ibu selalu tahu cara membangunkan ku,” gerutu ku pada ibu. “Haha ayo sekarang bangun cuci muka lalu sarapan. Setelah itu mandi dengan Joni di sungai.” Perintah ibu. “Baik Bu.” Setelah ibu pergi aku bangun dan segera membenahi kamar ku sendiri. Memang, mulai dari dini aku sudah di ajar kan ibu untuk membersihkan tempat tidur ku sendiri sekalipun aku laki-laki. Dan entah bagaimana caranya ibu selalu bisa membujukku dengan jurus seribu bahasanya. Setiap malam ibu selalu membacakan buku kepada ku sebelum aku tidur dan itu rutinitas yang tidak bisa lepas dalam diri ku. Bahkan setiap minggu ayah selalu mengajakku ke kota hanya sekedar membeli buku atau membaca buku di gramedia. Dan hari minggu lah yang selalu aku nanti-nantikan. “Assalamualaikum ayah ibu,” sapa ku setelah sampai meja makan. “Waalaikumussalam ayo sarapan lalu mandikan Joni.” Jawab ayah. “Baik ayah.” *** “Hai Joni sudah siap untuk mandi,” ucap ku pada Joni sambil membelai nya. Embekkkk “Let’s go.” Meskipun aku baru kelas 2 SD namun aku sedikit tahu tentang bahasa Inggris, karena ayah dan ibu selalu mendidik ku untuk membaca setiap hari meski hanya 10 menit sehari. Awalnya aku juga hidup seperti anak-anak di usia ku. Malas membaca, malas belajar yang ada di pikiran ku hanya bermain bermain dan bermain. Hingga suatu hari aku di kurung selama sehari di dalam kamar dan hanya di perintah untuk membaca, membaca dan membaca. Memang sudah bukan hal yang baru bagi ku tentang masalah buku, namun ini lain. Jika setiap malam ibu ataupun ayah yang membaca sekarang, aku yang di tuntut untuk membaca. Karena ayah baik pada ku, semua buku di dalam kamar ku berisi tentang komik dan animasi lainya yang aku suka. Mulai hari itulah aku jadi suka membaca dan sedikit demi sedikit mulai mengerti betapa pentingnya membaca dan berharganya buku. “Sebentar ya Joni aku letakkan tas serta sandal aku dulu di sana, kamu di sini jangan ke mana-mana oke.” Ku letakkan tas berisi baju ganti, buku dan sabit di bawah pohon rindang tempat biasa aku meletakkannya. Biasanya jika masih jam 07:30 wib masih sedikit orang yang pergi ke sungai dan akan ramai jika sudah pukul 08:00 wib. Setelah meletakkannya, segera aku berlari menuju Joni dan mulai bermain air sambil mandi. Oh sungguh segar sungai pagi hari, bersyukur aku yang masih menjumpai jernihnya air sungai dan indahnya pedesaan. Setelah kurang lebih 30 menit aku bermain air bersama Joni dan ku rasakan kulit ku yang sudah menggigil, aku putuskan untuk menyudahinya. Aku ikat Joni didekat ku lalu aku ganti pakaian ku dengan yang kering. Ku peras baju basah ku lalu aku jemur di tempat biasa dekat dengan Joni yang sedang makan rumput. “Joni kamu di sini ya aku mau ke sana mengumpulkan rumput untuk kamu makan di rumah nanti.” Kata ku pada Joni dan Joni hanya mengendus-endus badan ku seolah tahu apa yang aku katakan pada nya. Sekitar 45 menit aku mengumpulkan rumput, akhirnya karung yang aku bawa telah terisi penuh. Segera aku tali dengan erat lalu aku bawa mendekat ketempat dimana Joni berada. Setelah itu sambil istirahat aku ambil buku dalam tas ku lalu ku baca kelanjutan cerita yang sudah aku baca kemarin. Ibu dan ayah memang tidak mengkhususkan aku untuk membaca yang berbobot berat, namun sebagai anak muda aku harus bisa mengatur dalam kondisi seperti apa yang harus aku baca. Tak lupa pula sesekali aku arahkan pandangan ku pada Joni hanya memastikan apakah Joni masih ada atau bersembunyi di balik rerumputan. Hehe ada-ada saja aku ini. “Woi Devan.” Teriak Bagus tepat di telinga ku. “Astagfirullah Gus, untung kamu enggak di seruduk Joni,” ucap ku kesal pada Agus. Untung jantung ku sehat, coba kalau bergeser sedikit bisa gawat kan aku kalau bernafas. “Hehe maaf ya Joni, aku buat sahabat kamu terkejut.” Kata Agus sambil terkekeh. Embekkkk “Kenapa kamu baru datang Gus?” Tanyaku pada Agus. “Soalnya si Beti lagi ngambek enggak mau mandi, masih ngantuk katanya.” Jawab Agus sambil membelai Beti. Aku beritahu nih sama kalian semua, lalu Beti itu kambing betinanya si Agus. Dia lebih kecil dari pada si Joni, Joni itu sayang banget sama Beti ke mana-mana berdua kalau di ibaratkan nih, mereka seperti sepasang kekasih wkwk. Eh tidak-tidak lebih tepatnya seperti seorang kakak yang melindungi adiknya. “Itu mah memang dasarnya kamu Gus yang telat bangun.” “Hehe tahu aja kamu Van. Iya tadi malam aku habis main catur sama kak Seto, sampai enggak terasa kalau sudah tengah malam,” jelas agus “oh iya nanti kamu pergi ke kota sama pakde ya?” Tanyanya lagi. “Iya, kamu mau ikut? Kebetulan nanti siang ibu enggak ikut.” Ajak ku pada Agus. “Mau sih, tapi kamu kan tahu kalau aku enggak punya uang untuk beli buku.” Kata Agus lesu. “Tenang di sana kamu enggak selamanya harus membeli buku, cukup kamu datang pilih buku duduk baca setelah selesai kamu kembalikan lagi deh bukunya,” jelas ku. “Memang boleh?” “Boleh biasanya kalau aku enggak punya uang juga aku selalu seperti itu. Kan lumayan bisa mengoleksi banyak cerita meski kita tidak memilikinya,” tutur ku “oh iya kalau kamu takut lupa dengan yang kamu baca, kamu bisa membawa note dan pensil jadi kamu bisa mencatatnya biar enggak lupa. Kan kamu suka tuh dengan catur, kamu bisa membaca cara jitu bermain catur supaya bisa mengalahkan kak Seto.” Terang ku lagi. “Em ... iya juga ya, siapa tahu aku bisa lebih jago dari pada kak Seto,” kata Agus sambil mengusap dagunya. “Ayo nanti pukul 11:00 wib ya kita berangkat.” “Siap. Nanti aku izin ke ibu dulu ya.” “Udah kamu bilang saja sama budhe kalau perginya sama Devan si cowok tampan pasti langsung di izini.” Ucap ku sambil menepuk dada ku. “Dasar sombong kamu ya. Kebanyakan baca buku jadinya kebanyakan mengkhayal.” Toyor Agus pada ku. “Memang kamu belum tahu jika cowok yang suka membaca buku seperti ku menambah ke ganteng dan karisma dalam tubuhnya.” Bela ku. “Memang iya?” Tanya Agus. “Kamu kok ngeyel sih jadi orang.” Jawab ku sambil melipat kedua tangan. “Haha ternyata cowok ganteng bisa marah juga toh,” kata Agus sambil tertawa. “Kamu mengerjai ku ya.” Ucap ku sambil melotot kan mata. “Sudahlah Devan kamu itu cowok masa mudah marah. Jadi cowok ganteng itu bukan hanya gemar membaca tapi juga harus kuat tidak boleh mudah marah.” Jelas Agus pada ku. “Oh iya! Tapi buku yang aku ba-“ “Buku yang kamu baca kebanyakan genre anak-anak Devan. Coba kamu sekali-kali baca buku yang besar, sebesar kamus pasti cowok ganteng itu cowok cool.” Potong Agus. “Kamu tahu dari mana?” tanya ku penasaran. “Dari kak Seto.” Jawabnya enteng. “Oh pantesan kak Seto orang nya pendiam tapi cerdas ya. Mungkin karena kak Seto rajin membaca buku.” Kata ku mengangguk-angguk kepala tanda mengerti. “Iya benar. Kamu harus tahu kalau di dalam kamar kak Seto ada banyak buku besar-besar, kata kak Seto meskipun kita orang desa tapi kita harus mampu membanggakan negara.” “Wah ternyata aku belum terlalu pintar ya. Kalau begitu aku harus lebih rajin lagi membaca bukunya.” Tekad ku. “karena umur kita jauh berbeda dengan kak Seto, makannya kita kalah jauh. Wong kak Seto uwes tuo,” kata Agus cekikikan. “Hus bukan tua tapi dewasa.” Jawab ku sambil geleng-geleng kepala. Memang Agus ini termasuk sahabat ku yang pandai baik main catur atau pun pelajaran. Dia memiliki seorang kakak yang namanya kak Seto. Kak Seto sekarang tengah duduk di senior high school terkenal di kota kami, seminggu sekali dia selalu pulang kampung katanya kangen dengan suara sungai di desa. Kak Seto bersekolah di kota juga karena beasiswa, meski kak Seto pintar dan tampan tapi dia tidak pernah sombong. Sekali-kali dia juga membantu memberikan ilmunya kepada kami anak-anak desa. “yo wis engko lah tuo karo gede kwi podo.” Bela Agus lagi. “Ya asalkan jangan sampai kak Seto dengar,” ucap ku sambil tertawa “ya udah sekarang aku pulang dulu ya prepare untuk ke kota.” Lanjut ku. “Halah guaya ne prepare, wong deso dadak pakek boso Inggris,” kata Agus medok dengan bahasa jawanya. “Orang ganteng mah bebas Gus. Assalamu’alaikum.” Teriak ku pada Agus. *** “Wah besar ya gramedianya pakde.” Kata Agus takjub. “Iya lebih besar dari pada perpustakaan desa kan” jawab Ayah “ya udah ayo masuk.” Kami pun masuk bersama-sama dan langsung menuju tempat penjaga. Karena aku dan ayah sudah sering ke sini maka ayah memiliki kartu perpustakaan ini, jadi jika ayah ingin meminjam buku maka di perbolehkan asal mengembalikan nya pada waktu yang telah di tentukan. Setelah masuk ayah langsung membawa kami ke lorong di mana di sediakan nya buku cerita anak-anak. “Pakde, aku mau membaca jurus jitu main catur supaya bisa mengalahkan kak Seto.” Kata Agus. “Baiklah mau pakde antar atau kamu sendiri?” tanya ayah menawarkan pada Agus. “Agus sendiri saja pakde. Pakde beritahu Agus saja di mana lorongnya.” Jawab Agus. “Memang kamu berani?” tanyaku sedikit ragu. “Owh kamu meremehkan aku ya,” jawab Agus tidak terima. “Nanti kalau kamu kesasar lalu ketinggalan gimana.” Kata ku lagi. “Enggak bakal aku-“ “Udah kamu jalan lurus aja Gus, lalu belok kiri. Setelah itu kamu baca di lemari buku, di sana sudah ada tulisan tempat buku apa” Lerai ayah “setelah itu kamu harus kembali lagi di depan dekat pintu keluar, nanti pakde tunggu di sana lalu kamu bisa membaca buku mu di sana juga.” Jelas ayah lagi. “Baik pakde.” Kata Agus sambil berjalan meninggalkan kami. “Ayah aku mau ke sana dulu ya.” Izin ku pada ayah. “Ya sudah nanti ayah tunggu di tempat biasa ya.” Kata ayah. “Baik ayah.” Aku pun akhirnya pergi ke lorong buku. Setelah mendapatkan bukunya aku segera menuju ke tempat ayah. Tak selang berapa lama Agus pun mendekat dengan membawa bukunya. Tak terasa sudah hampir 3 jam kami membaca buku. Lalu ayah mengajak kami untuk pergi makan setelah itu baru kami pulang ke desa. Setelah sampai di rumah, aku buka kembali note yang aku tulis tadi dan aku mulai mengerjakan soal-soal nya. Iya memang selain membaca buku cerita, aku juga membaca buku matematika untuk menambah trik-trik cara menghitung dengan cepat dan akurat. Kegiatan tersebut terus berlanjut hingga aku dewasa. Ketika kelulusan SD aku berhasil mendapatkan nilai UN tertinggi se Jawa tengah. Dengan pencapaian itu aku pun mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan SMP ku pada sekolah favorit di kota. Tak banyak yang berubah dengan ku, meskipun aku sudah menginjak kan usia remaja tetapi kegiatan yang aku lakukan tetaplah sama. Bahkan semakin bertumbuh menjadi dewasa, semakin terbentuk lah karakter ku yang cuek dan masa bodo. Selama ini tak pernah terfikir dalam benak hati ku untuk mengenal cinta. Mungkin tak bisa di pungkiri jika aku pernah merasakan kekaguman pada seorang wanita, hal itu wajar bukan? Bahkan jika aku tak memiliki rasa maka itu baru tak wajar. Pernah sekali aku mengalami fase dimana aku hidup seperti tanpa tujuan. Yang terpikir kan dalam angan ku hanyalah, bagaimana cara nya untuk mendapatkan wanita cantik dan anggun seperti Rose. Banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk memikirkan nya. Tak pernah lagi aku mengunjungi perpustakaan kota atau pun desa, jangankan perpustakaan aku bahkan meninggalkan belajar ku hanya untuk mengejar cinta sesaat. Di usia ku yang masih SMA mungkin masa pencarian jati diri sehingga emosi pun belum terkendali, dan yang terpikir pada waktu itu hanya lah bagaimana cara nya bisa mendapatkan nya secepat mungkin tanpa memikirkan risiko ke depannya. Hingga suatu hari, ku melihat dengan mata kepala ku sendiri dan mendengarnya secara langsung. Bahwa Rose mendekati ku hanya untuk mendapatkan bantuan ku dalam mengerjakan PR ataupun tugas lainnya. Betapa hancur aku saat itu, berharap semua akan indah sampai maut memisahkan. Namun, harus aku makan mentah-mentah jika aku hanya di manfaatkan sesaat. Bagaimana dia bisa sejahat ini, apakah dia tidak melihat perjuangan ku padanya. Apakah dia tidak melihat aku sudah mengorbankan segalanya untuk nya. Waktu tenaga bahkan hati ku pun sudah aku berikan sebaik-baiknya pada Rose, namun apa yang aku dapatkan. Aku tidak menangis waktu itu, karena menangis pantangan bagi ku. Ayah pernah berpesan pada ku,” apa pun yang telah kamu mulai selesaikan lah. Dan jika di tengah jalan kamu mengalami masa sulit ingat jangan menangis dan putus asa, percayalah jika setelah masa sulit itu kamu akan bahagia untuk selamanya.” Dan mulai saat itu juga aku berjanji pada diri ku sendiri, sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan maka aku akan menomor akhir kan soal cinta. Karena itu, setelah hari itu aku selalu menyibukkan diri dengan membaca buku ataupun menulis buku. Meskipun aku seorang laki-laki, aku sangat gemar sekali akan menulis. Bagi ku menulis adalah fase dimana aku bisa mencurahkan isi hati ku dan melepaskan beban batin yang tak bisa aku ungkapkan secara langsung. Selain aku mencintai buku, aku sangat suku dengan kamera. Sudah banyak keindahan alam yang berhasil aku abadikan dalam potret ku. Bahkan aku juga masuk dalam ekstra kurikuler fotografi pada saat kuliah dulu. Pengalaman ku pada SMA yang menyakitkan, berbalas manis ketika kuliah. Seandainya aku tidak terluka, maka tidak ada seorang Devan cuek dan berbakat hari ini. Seandainya aku tidak terluka, maka tingkat membaca ku tidak akan tinggi. Dan jika aku tidak terluka, maka kehidupan ku tidak akan berubah karena membaca. Hingga sampai hari ini, hari dimana wisuda ku di gelar. Tak menyangka jika aku di nobatkan menjadi mahasiswa terbaik tahun ini, meskipun memang sejujurnya aku berharap tapi aku tidak menyangka jika aku bisa meraihnya. Memutuskan sesuatu memang tidak mudah, tapi yang lebih tidak mudah lagi adalah bagaimana kita bisa konsisten dan terus menjaganya. Seperti saat ini, ketika aku mendapatkan predikat sebagai yang terbaik itu adalah amanah yang aku inginkan dan harus aku jaga. Menjaga dalam artian, bagaimana aku bisa menjaga amanah dari ilmu yang aku dapat, bagaimana caranya aku bisa bermanfaat bagi semua orang, dan bagaimana caranya dengan ilmu dan pengalaman yang aku dapatkan, aku bisa menarik paling tidak anak-anak untuk semakin gemar membaca dan belajar. Karena sejatinya kesuksesan bukan dia yang terus belajar tanpa henti, atau pun bekerja siang malam tanpa kenal waktu. Bukan! Kesuksesan itu adalah relatif. Kesuksesan itu tergantung dari mana kita melihat tujuan kita, sudah bisa kah kita mencapai apa goals kita sebenarnya dan bisakah dengan adanya goals dan achivement bisa bermanfaat bagi sekitar kita dan yang paling penting bisakah kita membantu mencerdaskan negara. Keberhasilan tidak datang begitu saja, namun keberhasilan datang ketika kita telah berkeringat dan mandi darah. Karena sesungguhnya keberhasilan yang abadi itu keberhasilan yang memiliki akar kuat dan meluas, sehingga tidak mudah goyah meskipun angin menghantam. Dan untuk membentuk akar yang kokoh mulailah sedini mungkin untuk gemar membaca, karena tidak ada orang sukses yang tidak suka membaca. Ingatlah jika membaca adalah jendela dunia, membaca mencerdaskan bangsa dan membaca menjadikan kita membuka wawasan seluas mungkin dan selebar mungkin. Ditulis oleh : Hesti (MERANGIN, JAMBI) Di Suatu daerah tepatnya Desa Sengkuang Harapan Baru, Kecamatan Air Upas yang jauh dari kehidupan yang mewah dan jauh dari kata kehidupan modern hiduplah sebuah keluarga yang sederhana.Keluarga ini terdiri dari Ibu dan dua anak laki-laki serta satu anak perempuan, anak pertama Bernama Sinta, anak yang kedua Bernama Leon serta anak ketiga Bernama Joel, Ayah mereka telah meninggal dunia karena sakit, sehingga ibu merekalah yang merawat dan membesarkan mereka. Suatu hari sang Ibu jatuh sakit dan anak-anaknya bingung karena mereka tidak tahu harus berbuat apa dikarenakan kekurangannya pengetahuan mereka.
Setelah beberapa hari sang ibu sudah mulai sehat kembali saat malam hari Ketika makan malam anak laki-laki yang kedua memberanikan diri berbicara kalau ia ingin sekolah tinggi agar kelak ia bisa membawa ibu berobat ke Kota. Leon : “Mak sebentar lagi aku udah lulus SMA aku mau lanjutin ke perguruan tinggi” Ibu : “Nak kondisi keluarga kita tidak Memungkinkan untuk itu,sebaiknya kamu yang rajin Bekerja di kebun biar bisa hidup” Leon :”Mak semisal aku sekolah tinggi aku bisa bawa mak berobat,agar cepat sembuh dan Mengelola semua kebun yang kita punya dengan pengetahuan yang aku punya” Sinta : “Aku dukung kamu dek, biar kakak yang rawat mak disini” Joel :”Lalu biayanya dapat dari mana kan aku juga udah mau kelas 7 SMP aku juga mau Sekolah menjadi Sarjana” Leon :”Bagus dek kalau kamu ada niatan seperti itu,kamu kan masih SMP masih gratis Sekolahnya,kan di sekolah Negeri juga, abg bakalalan kerja part time sambil kuliah, semisal abang udah lulus abang yang bakal Biayai semua keperluan sekolahmu.” Ibu :”Leon kamu yakin sama kemauan mu itu nak?” Leon :”Leon udah yakin mak meskipun berat harus jauh dari kalian semua leon punya banyak Mimpi untuk keluarga kecil kita,Leon mau banggakan Mak dan berbakti kepada Mak” Ibu : “ Baiklah Nak kalau itu sudah menjadi keputusan dan keinginan mu, mengenai biaya Kalian tidak perlu khawatir kita masih punya beberapa bidang tanah untuk dijual Untuk biaya kuliah mu” Hari yang ditunggu telah tiba Leon telah lulus dari bangku SMA dan akan melanjutkan Pendidikannya ke perguruan tinggi, Leon mengurus sendiri segala keperluan dan ketentuan serta syarat masuk perguruan tinggi, Leon diterima di perguruan tinggi swasta di Pontianak yang merupakan ibu kota Kalimantan Barat,dikarenakan biaya kuliah yang mahal Leon terpaksa kuliah menjadi seorang guru. Leon pun berpamitan dengan keluarganya. Leon :”Mak Leon sayang Mak, jaga Kesehatan ya disini Mak Leon mau pergi`” Ibu : “Iya nak kamu hati-hati dijalan, hati-hati disana jangan ikut pergaulan yang tidak sehat Mak bakal selalu doakan kamu dari sini,sering-sering kasih kabar ya nak biar mak tidak khawatir sama kamu” Leon : “Baik Mak, kak Leon pamit ya jaga Emak kita ya kak” Sinta : “Iya dek tanpa kamu suruh juga Emak bakal aku jaga kamu gak usah khawatir Urusan Mak disini biar aku yang jaga,kamu hati-hati disana belajar yang benar Jangan buat malu hehehe” Leon : “Baiklah kak,untuk Joel adik indah yang dimanja terus abang pamit dulu ya, Kamu belajar yang benar biar bisa susul abangmu yang keren ini jangan bandel- bandel bantu kakak tuh” Joel : “Eleh keren darimana buktiin dulu baru bisa dibilang keren. Sejak kapan aku bandel Yang ada abang itu yang suka iri sama aku lalu cari masalah sama aku, Bagus deh Abang pergi biar tentram hidupku heheheh hati-hati ya abangku sayang disana” Leon : “Emang ya kamu itu joel tukang masalah, aku berangkat dulu ya semua nya jaga diri Kalian disini doain aku biar sukses” Leon pun pergi meskipun berat bagi nya meninggalkan keluarga kecilnya dikampung.sejak kepergian Leon,ibu nya merasa ada yang kurang dalam hidupnya di masa usianya yang masuk 45 tahun , begitupula dengan Sinta kakaknya Leon sangat merindukan Leon dan Adiknya Joel juga merasa sangat merindukan abangnya yang sudah lama tidak balik kampung. Selama Leon berkuliah sekalipun ia tidak pernah balik kampung dikarenakan saat berkuliah ia harus bekerja agar bisa meringankan beban ibunya bahkan waktu libur pun ia gunakan bekerja sebagai pengajar les privat berbahasa inggris. Leon terdiam dan merenung di perpustakaan tiba-tiba temannya yang Bernama Lisa yang merupakan teman pertama leon saat pertama kali datang ke tanah perantauan, Lisa menghampirinya dan bertanya kepada leon : Lisa :” Durrr haaa!!!!!” Leon :”Lisaaaaaa!! kaget gue kayak hantu aja kamu” Lisa :”Ya maaf, lagian kamu juga aneh lagi mikirin apa? sampai-sampai kedatanganku tak kau sadari?” Leon :”hmmm gak lagi mikirin apa” Leon sengaja tidak memberitahu temannya itu padahal sedang memikirkan keluarganya yang jauh darinya dan memikirkan Ketika ia lulus apakah ia bisa menjadi tulang punggung keluarganya dan ia mengkhawatirkan keadaan ibunya yang makin hari semakin menua. Lisa :”gak usah bohong loe leon cerita aja kalau ada masalah gak baik dipendam tau” Leon :”Beneran gak ada apa-apa kok santai aja” Lisa :”apa kamu lagi mikirin tugas akhir ya?” Leon :”iya” Lisa : “Kamu kan pintar leon pasti bakal lulus dengan nilai yang memuaskan gak usah terlalu Dipikirin” Leon :”iya tuan putri Lisa yang bawel” Lisa :”hehehe” Hari kelulusan Leon pun telah tiba, keluarga nya tidak bisa datang dikarenakan masih kesulitan dalam biaya jika harus berangkat untuk menghadiri kelulusan leon. Leon hanya sendirian Ketika hari kelulusannya. Leon telah lulus dan balik ke kampung dan meminta izin untuk bekerja di kota kepada ibunya dan keluarga kecil tercintanya. Sesampai nya Leon di kampung ia disambut dengan pelukan hangat dari keluarga kecilnya yang sangat ia rindukan. Leon mendapat tawaran pekerjaan didesa yang tak jauh dari kampungnya tetapi leon menolak dikarenakan ia mau bekerja dikota lain untuk menambah pengalamanya. Ibu dan keluarganya selalu mendukung semua keputusan yang dipilih Leon. Selama tiga bulan di kampung waktunya pun tiba leon harus pergi ke kota dan bekerja disalah satu sekolah milik swasta di Singkawang. Selama 3 tahun leon bekerja di singkawang ia memiliki pikiran untuk bekerja di luar kota tepatnya bekerja di Australia, lalu Leon mengambil cuti satu bulan untuk kembali ke kampung untuk menyampaikan keinginannya tersebut. Cuti Leon diterima dan ia sudah di kampung. Saat sore hari Ketika suasana sedang indah dan cerah keluarga kecil leon sedang berkumpul dan saling bercerita saat itulah leon menyampaikan keinginanya itu. Leon :”Mak leon ada keinginan lain” Ketika leon berkata seperti itu adiknya Joel langsung dengan spontan menjawab Joel :” Jangan aneh-aneh lagi bang Mak kita sudah semakin tua aku udah SMA sekarang Sebentar lagi bakal kuliah nanti abang yang biayain aku kan udah janji waktu itu Aku masih ingat kok.” Ibu :”Joel gak boleh ngomong gitu, kamu ada kaingin apa Leon?” Leon :”Tenang aja dek gak bakalan abang biarin kamu apalagi sampai gak kuliah. Jadi leon mau bekerja di luar negeri” Semuanya tercengang mendengar perkataan leon yang ingin bekerja di luar negeri,Sinta kakaknya Leon langsung batuk dan sedikit tertawa sambil berkata: Sinta :”Kamu kelamaan hidup dikota sih jadinya ngomong ngawur emang kamu bisa kerja Di Luar negeri? lebih baik kerja didalam negeri aja biar gak jauh-jauh dari kami kalau libur bisa balik kampung” Ibu :”iya nak benar kata kakakmu syukur-syukur kamu masih mudah mendapatkan Pekerjaan didalam negeri.” Joel :”Tapi sepengetahuan ku mak begron bang leon Bahasa inggris sepertinya ia bisa Bekerja di luar negeri dan gajih di sana besar.” Leon :”Pintar kamu dek gak sia-sia kamu sekolah. Benar mak,kak apa yang dibilang sama Joel. Leon juga selama bekerja di Singkawang mempelajari agar bisa keterima Bekerja di luar negeri tapi leon mau bekerja di luar negeri bukan semata-mata karena Gajih kerja yang besar tetapi menambah pengalaman juga.” Joel :”Semisal abang bekerja diluar negeri biaya kuliahku juga bakal terjamin Aku dukung loe kali ini bang” Ibu :”Lalu apa yang bisa ibu bantu untuk mewujudkan keinginan mu itu?” Leon terdiam dan kebingungan menjawab pertanyaan ibunya dikarenakan agar bisa bekerja di luar negeri ia harus punya uang tabungan minimal 50 juta sebagai jaminan bahwa ia mampu bekerja diluar negeri sementara ia hanya punya 7 juta ditabungannya. Loen pun dengan berat hati mengatakan persyaratan yang harus dipenuhi agar bisa bekerja diluar negeri. Leon :”Aku bisa-bisa saja bekerja diluar negeri asalkan punya uang tabungan sebesar 50 juta Sebagai jaminan” Sinta :”Apa 50 juta dapat dari mana dek uang segitu banyak?” Leon :”Tenang aja kak 50 juta itu Cuma jaminan kok bakal masuk ke tabunganku bukan Untuk orang lainz Joel :”Masalahnya dapat uang segitu banyak dari mana? Jual tanah lagi?” Semua terdiam dan memandang ke arah Ibu mereka berharap bisa memberikan solusi atau menolak keinginan Leon. Ibu :”Selama ini keinginanmu selalu ibu dukung tapi untuk kali ini ibu sangat Keberatan Leon” Leon terdiam dan masih berharap mimpinya itu bisa terwujud pembicaraan mereka pun mengenai keinginan Leon pun sampai disitu dan mereka bersiap untuk menyambut datangnya malam. Di Malam hari Leon tidur bersama adiknya joel dan bercerita mengenai keinginannya yang begitu besar agar bisa bekerja di luar negeri dan berdoa bersama agar mimpinya bisa terwujud dan diberikan jalan keluar. Ternyata obrolan mereka didengar oleh ibunya. Keesokan harinya saat makan siang ibunya Leon membuka pembicaraan mengenai keinginan Leon yang tidak mendapat izin darinya: Ibu :”Leon jangan putus asa ibu bakal restui kamu dan bantu kamu nak agar bisa Bekerja di luar negeri” Leon :”Benarkah mak, bagaimana mak caranya?” Sinta dan Joel tersenyum melihat Leon yang begitu semangat dan antusias mendengar tanggapan Leon. Ibu :”Ibu ada teman di kampung sebelah yang mungkin bisa membantu mu nak Tapi dalam 6 bulan kamu harus bisa mengembalikan uang mereka nak Jika tidak maka 3 bidang tanah kita akan melayang dan kita tidak punya apa- Apa lagi nak” Leon :”Leon berjanji mak dihadapan mak, kak Sinta dan Joel dalam 4 bulan uang 50 juta itu Akan Leon lunasi” Sinta dan Joel hanya terdiam dan mematuhi semua keputusan yang dibuat ibu mereka dan hanya bisa mendukung dan berdoa agar Leon sukses dan membuat ibu mereka bangga. Ibu :”Baiklah nak ibu pegang kata-katamu, besok kamu ikut ibu untuk bertemu teman ibu” Leon :”Baik Mak” Keesokan harinya Leon dan Ibunya pergi untuk menemui orang yang akan meminjamkan uang yang begitu besar bagi keluarga Leon. Teman ibunya leon meminjamkan uang tersebut dan memberi kelonggaran yang tadinya 6 bulan menjadi satu tahun karena bagi teman ibu leon 50 juta hal yang mudah jika Leon bisa bekerja di luar negeri dan ia hanya membantu agar leon tidak keberatan mengenai waktu pelunasan yang diberikan. Setelah mendapatkan pinjaman dari teman ibunya keesokan harinya leon langsung berpamitan ke kota untuk mengurus semua persyaratan tanpa menunda waktu. Setelah menunggu satu bulan Leon berhasil lulus dalam seleksi tersebut dari berjuta-juta orang di Indonesia yang mengikuti seleksi tersebut. Leon hanya sendiri dalam mengurus dan mengikuti seleksi tersebut. Leon kembali ke kampung dan menyampaikan berita baik ini kepada keluarganya yang tercinta yang selalu mendukung dan memberikan semangat dan doa selama ini sekaligus untuk berpamitan untuk pergi ke Australia. Ibu dan keluarga kecilnya senang dan bangga dengan kabar baik yang dibawa Leon dan bertanya kepada leon: Ibu :”Kamu kerja apa disana nak ?” Leon :”Untuk sementara Leon bekerja disektor pertanian belum tau dibagian apa sampai Di Australia baru diberitahu mak” Sinta :”Wahhh !!! yang bakal bekerja diluar negeri jangan lupa sama janjimu ya” Joel :”Iya nih awas sampai lupa jadi batu abang kayak malin kundang” Leon :”santai aja gak bakal lupa kok, kalian jaga mak aja disini biar janji-janjiku kutepati” Sinta :”itu udah pasti sudah kewajiban jaga Mak mah” Setelah satu minggu leon di kampung saatnya ia berpamitan untuk pergi ke Australia serta minta doa restu dari keluarga sederhana tercintanya. Ibu :”Jaga diri disana hati-hati dijalan nak semoga Tuhan melancarkan semuanya” Leon :”Terimaksih kasih mak buat segalanya, Mak jaga Kesehatan disini ya” Joel :”Makasihnya Cuma buat Mak aja!!! Sama aku sama kakak gak bilang makasih” Sinta :”Joel kebiasaan ya kamu gak boleh ngomong gitu, kamu hati-hati disana ya Mak kakak yang akan jaga” Leon :”Iya adikku tersayang Terimakasih banyak juga kakak tercinta terimakasih Dukungan serta doanya,kalian juga jaga diri disini jaga Kesehatan juga” Joel :”Nah gitu dong, abang hati-hati ya disana semoga sukses” Leon pun berangkat dan pergi. Tidak lama baginya dalam 4 bulan ia sudah bisa mengembalikan uang yang pernah dipinjamnya bahkan memberikan lebihan sebagai ucapan terimakasih karena telah membantunya dalam mewujudkan keinginannya. Setahun sudah leon bekerja di Australia ia sudah bisa membiayai segala keperluan adiknya yang telah kuliah memasuki semester pertama serta memenuhi kebutuhan kakak dan ibunya di kampung dan menjadi orang pertama di kampungnya yang berhasil menempuh Pendidikan tinggi serta bekerja di Luar negeri. Ditulis oleh : Ninjo (KALIMANTAN BARAT) Sebuah desa yang sangat kecil didaerah salatiga jawa tengah hidup seorang wanita bernama putri yang ditinggal ibu,kini dia bersama ayannya yang bernama permen disebuah rumah ditengah desa yang penuh dengan keingin untuk majj lebih baik.Ayah putri merupakan seorang yang bekerja sebagai tukang sapu jalanan yang bertekat Menyekolahkan anaknya smpai menjadi sarjana.Meskipun parmen sejak kecil menggurus putri sendri tapi putri tidak pernah mersa kekurangan kasih sayang.putri tumbuh menjadi sosok perempuan yang kuat tnpa seorang ibu.Kini putri merupakan seorang mahasiswa UNSA pendidikan bahasa indonesia ,karna sejak kecil dia merupakan anak yang pintar pun dengan mudah lulus keperguruan tinggi yang dia inggin melalui jalur beasiswa.
Suatau hari putri pulang dari tempat kuliahnya dan melihat anak-anak jalannan yang berjualan koran.Kemudian putri menghampiri (Riko,agus,Dan rio) anak penjual koran tersebut dan bertanya”adek kalian kok kerja??”salah satu anak Bernama riko menjawab dengan nada kasihan”iys kak kami tidak punya dan ibu ,jadi kami harus bekerja untuk makan kak”.dalam hati putri”ternyata kehidupan meraka lebih menyedihkan darI pada aku,jika aku hanya kehilanggan seorang ibu meraka kehilanggan kedua orang tuanya betapa Kasihannya meraka yang harus bekerja sendiri untuk memenuhi kehidupanya”. Lalu putri bertanya”adek mau engak sekolah??” Riko pun menjawab “mau banget kak,tapi sekolah itu kan mahal buat makan aja susah apalgi sekolah”(dengan nada memelas). putri berpikir”gimanya klok aku buat sekolah jalan ,aku bisa membantu meraka untuk belajar”. Putri pun berjanji”ya udah kalok kalian mau sekolah besok ,kakak kesini kalian sekoalah dengan kakak” Agus”tapi kakak kami engak ada uang untung beli buku”sambil menundukkan kepala. Putri”nanti kakak bawakan buku-buku untuk kalian semua ,gimana mau kan???” Riko ,agus dan rio pun menjawab dengen semangat dan serentak”mau kak” Sampainya dirumah putri mencari buku-buku bekas yang dia punya untuk dijadikan bahan ajar bagi anak-anak jalanan itu,tapi ayah putri dengan nada keras”mau kemana put???” Putri:”Putri mau kejalanan,mau bagi mengajar anak jalanan” Parmen:”Apa put!!,bapk sekolah kan kamu tinggi itu buat kerja ditempat yang bener,untuk dapat uang.Bukan ngajar anak jalanan emng apa yang kamj dapat Cuma capek aja,lapar buang-buang waktu” Putri:”tapi kasihan pak mereka engak bisa sekolah” Parmen:”pokoknya ayah engk setuju ,kalok kamu mau ngajar merka berhenti kuliah dan jdi anak jalan sana!”(dengan nada keras sambil membanting pintu) Niat putri ingin mengajar anak-anak jalanan pun seperti berhenti tiba-tiba ketika tahu ayahnya tidak setuju dengan keinginannya.”tapi putri sudah berjanji dengan merka pasti mereka kecewa ,jika tahu kalok aku engk jadi mengajar mereka” Ketika makan malam putripun membranikan untuk mintak izin kepada ayahnya “Pak niat putri kan baik ,pengen ngebantu anak-anak itu”langsung menyawut parmen”bapak kuliah kan kamu itu pakek duit ,kamu mlaah pengen ngajar anak orang tanpa digajih,masih banyak pekerjaan yang lebih layak buat kamu ketimbang ngajar anak-anak jalanan itu.liha orang tuanya saja tidak peduli kenapa kamu begitu peduli kepada merka”.(lalu pergi keluar rumah ayah Putri. Hanya diam tertunduk kepalanya mendengar pernyataan dari ayahnya. Kembali mengawali kegiatanya dengan menyiapan kan sarapan untuk ayahnya dan pergk ke kampus. Selesai belajar putripun pergi ke peroustakaan bersama Kelompok baca dikampusnya,kebetulan pada saat itu meraka berdiskusi tentang buta huruf diindonesia.ternyata indonesia bukan hanya kurang minat membaca tetapi masih banyak juga yang buta huruf.Putri kembali teringat anak-anak jalanan yang dia temui kemarin”ya allah apa kah aku berdosa jika punya ilmu tapi tidak aku bagikan” (diucapakn didalam hati putri dngn nada menyesal). Selesai kajian itu putri betcerita kepada temannya nina”na kemren aku lihat anak-anak jala kasihan Banget,Meraka tidak sekolah mereka harus kerja”nina pun menjawab dengan santai “trus maj ngpain” Putr:”iihhhh ya aku mau bantu meraka pengen ngajar mereka membaca dan menulis,kita kan tahu indonesia ini maish banyak yang buta huruf”(dengan nada kesel karna respon temannya yang sepele) Nina:”bagus tu put ,gua mau bantu lo ngajar anak-anak itu”(dengan Semangat ingin bantu putri sambil menggangkat tanggannya yang dikepalkan) Putri:”na kalok gitu pulang sekolah nanti ikut aku ke taman kota ya disana banyak anak jalanan jualan koran” Nina:”asiappp boskuu” Jam terakhir kuliah pun berakhir meraka bertemu dan segera menemui anak-anak jalanan .samapainya disana meraka disambut dengan wajah wajah gembira dari anak-anak itu.nina bertanya kepada putri “serius lo mau nagajar anak -anak ini”melihat pakainya merka yang kumuh dan kusam.putrupun menjwaab”serius merka pasti seneng bisa sekolah dengan kita,karna merka semangat kita juga harus lebih semangat” Putri pun menyapa anak-anak tetsebut “assalamu’alaikum semuanya” Anak-ank”wa’alaikumusalam kak”putri bertanya “siap belajar kita”merkapun menjawab serentak”siap kak”hari pertama sekolah merka sangat bersemangat untuk belaja.Sore pun tiba puri segera menutup jam peljaran hari ini dana akan disambung bsok siang. Sampai dijalan putri bercerita kepada nina”sebenrnya ni,aku sama ayahku engak boleh ngajar dijalan”nina terkejut dan bertnya”itu kan pekerjaan yang mulia kenapa tidak boleh???”putri menjawab “bapakku ingin aku kerja yang meghasilkan uang ,katanya aku dikuliahkan pakek uang kok malah kerja tanpa dibayar”nina memberikam sembangt kepada putri”yang sabar put ayahmu belum tau mungkin hal kamu lakukam inj sangat bermanfaat bagi orang lain. Sampai dirumah ayah Putri lebih awal dan bertnya dengn nada senggak”dari mana jam segini baru pulang put????”dengn nada orang ketakutan putri menjawab”dari kampus pa!” Parmen:”sore-sore gini?” Putri :”iya pa soalnya ad kajian literasi sore tadi” Parmen:”kirain putri ngajar anak-anak penjual koran itu,banyak pekrjaan rumah put yang harus kamu kerjakan dirumah.Untung tadi bapak pulang cepet jadi sempet masak buat kamu” Putri mulai tau kenpa alsan Ayahnya Melarang”jadi bapak ngelarang aku karana dia engk pengen aku kecapena karna harus ngurus rumah Dan takut engak bisa ngatur waktu” Pagi seperti biasa dia beres-beres rumah sambil masak”pak ,aku masak yang banyak jadj bisa buat nanti malam juga”permen pun heran “kenapa put?!”bingung,putri terpaksa berbohong “ada UKM pak jadi pulangnya sore lagj nanti”.Putri Pun pergin kampus sepulangnya kekampus bersama sahabatnya nina pergj kejalan untuk menggajar anak-anak jalanan itu tanpa disadari,ayah putri melihat anaknya Sedang menggajar anak-anak itu lalu iya menghampiri anaknya dan diajak pulang “ayo ikut bapak pulang sekarang”paremen dengan nada keras dan marah. Sampainya dirumah putri dimarai ayahnya”kenpa kamu engk dengerin bapak,kalok nfajar anak jalan lebih baik kamu ikut aja ke jalan Sana”.putri pun menanggis tersedu-sedu sambil pergi kedalam kamar.semenjak kejadian itu dia pergi kempus tanpa menggajar anak-ank jalan itu lagi,bahkan ketemu anak jalan itu”kak kenpa engak ngajar kami lagi ??”putri”kakak masih sibuk jadi belum bisa”dengan nada sedih dia pergi pulang. Berselang 1 bulan dia pun menggikuti kegiatan kampus yaitu pelajar mengajar nusantara,diapun dikirim kepapua disana putri pun mengikuti kegiatan tersebut dengan semanggat.Sesekalin putri pun teringat dengan anak-anak jalan yang dia ajar dulu”pasti mereka ingin belajar kembali”putri pun menagis jika teringat kejadian itu. Selesainya kegiatan itu diapun kembali ke kampus untuk diundang penyambutan dikampus bersama bapaknya.Dalam kegiatan itu putri berpidato”terimaksih kepada tuhan yang maha esha ,para dosen pembimbing dan ayah saya yang selalu mendukung saya dalam mencapai mimpi-mimpi saya.Bahkan ayah saya sanggat mendukung kegiatan saya dalam menggajar anak-anak jalan.senggingga menjadikan saya sebagai perserta terbaik dalam kegiatan pelajar menggajar nusantara dipapua semoga apa yang saya dapatkan selama kegiatan dapat meberi motivasi kepada teman-teman dan saya akan terus mengjar anak-anak jalan untuk mewujudkan harapan merka agar mrubah nasib anak muda bangsa ini terimaksih” Mendemgar pidati dari anaknya parmepun menanggus karna pernah melarang anaknya mengajar anak-anak jalan iyaPun tau anank jalan juga berhak mendapatkam pendidikan seprti anaknya,”nak sekarang bapak menyesal telah melarangmu...kini bapak restui semua niat tulusmu”dengan nadab menyesal dan menagis terharu. Putri pun kembali menggajar anak-anak dijalanan ,bahkan ayahnya sering melihat anaknya mengajar anak jalanan.pada kegiatab penghargaan dikampusnya lagi-lagi Puti mendapat penghargaan sebagai mahasiswa inspiratif.Dan parmen ayah putri diundang kembali dalam kegiatan tersebut”put ini kebahagian yang kamu ingin kan melihat orang lain termotivasi dan melihat orang lain terseyum bahgian,bukan dengan uang seperti yang ayah harapkan. Putri”iya pak aku bahagia ketika melihat wajah-wajah generasi bangsa ini bisa membawa lembaran-lembara perubahan untuk negri ini.dan saat ini aku ingin menjadi lembaran perubahan yang membawa kebaikan bagi generasi bangsa kita ini”.putri pun memperluas kegiatan mengajar dijalan dengan melibatbkan banyak tenga suka relawan dan merangkul para donatur untuk membantu membiayai kegiatan menggajar dijalanan bahkan kini murid putri yang awalnya 5 orang kini telah ratusan anak jalan diberbagai kota yang ia ajar.Satu tujuan putrI seprti yang tercantum dalam Udang-undang dasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu”Mencerdaskan kehidupan bangsa”Bahkan dia berniat mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak yang kurang mampu dan anak jalan. 8 agustus 2017 putri pun Meyelesaikan pendidikannya dengan menjadi lulusan terbaik dikampusnya dan mendalpatkan beasiswa S2 ke UK inggris,dalam benaknya indonesia tunggu aku aku pulang akan membawa perubahan bagi bangsa ini.Itu lah impian anak tukang sapu yang ingin mengajarkan membaca dan mengitung kepada orang lain. Ditulis oleh : Hadi Waluyo (JAMBI) “Aku lupa mengerjakan PR” , kejutku dan langsung bangun di pagi itu. Jam menunjukkan pukul lima pagi, aku sangat lega karena masih ada waktu yang cukup untuk mengerjakan PR sebelum berangkat sekolah, terlebih jarak rumahku dengan sekolah hanya 5 menit dengan sepeda. Aku mengerjakan PR dan bergegas menyiapakn buku untuk sekolah hari ini, aku selalu sarapan kali ini aku sarapan dengan sayur sop dengan ayam goreng lantas berangkas sekolah.
“Hai, kenalin aku Gama Ratih Utari, bisa dipanggil Gama” perkanalanku didepan kelas sewaktu SD. Kalian juga bisa panggil aku Gama yah. Tahun ini aku baru aja naik kelas enam SD, nilai ujian kenaikan kelas kemarin cukup bagus dan cukup memuaskan ada satu mata pelajaran aku mendapatkan nilai 100 dan rata-ratanya mencapai 90. Selama SD dari kelas satu sampai kelas enam ada beberapa ekstrakurikuler yang aku dan temen-temen aku ikuti seperti Pramuka wajib, tari , komputer, jemparingan dan taekwondo. Aku paling suka sama ekstrakurikuler taekwondo selain pakai seragam khusus yang putih-putih itu,aku juga suka karena dilaksanakan di hari Minggu pagi. Nggak kerasa udah mau ujian nasional aja bulan depan, waktu aku masih SD namanya ujian nasional kalau sekarang masih sama nggak?. Akhirnnya lulus juga dengan nilai yang memuaskan. Aku dan ayahku dateng ke sebuah SMP yang bisa dibilang favorit, disitu aku takut banget bakal ditolak dannnn...... aku keterima yeyyyy!!!. SMP buat aku kerasa cepet banget meskipun tiga tahun yang aku alami nggak seterusnya baik dan berjalan dengan lancar. Dan dicerita ini aku akan banyak bercerita dimasa – masa SMP ku. Hari pertama, aku berangkat sekolah naik sepeda sekitar 30 menit dengan seragam SD walaupun udah SMP wkwkwk. Aku dapet rombel kelas 7E, katanya guru-guru sih kelasku banyak yang pinter-pinter. Disekolahku ada MOS Masa Orientasi Sekolah selama satu minggu dan ada kegiatan kunjungan Museum, kebetulan dikeasku ada beberapa temen yang aku udah kenal,jadi enak buat ngobrol dan kenalan ke yang lain. Masalah dateng, sebenarnya bukan masalah sih tapi aku anggep ini masalah. Jadi ada suatu hari buat menentukan pengurus kelas dan siapa aja boleh nyalonin sebanyak empat orang. “Gama bu gama mau bu” temenku teriak gitu. Akhirnya kandidatnya udah ada dan sekarang waktunya Voting. Entah mau seneng apa sedih sih ya, namaku paling banyak dipilih dan jadi ketua kelas semua anggota juga setuju – setuju aja waktu itu, waktu itu yahhh. Hari ganti minggu hingga satu semester udah jalan, sering banget keluar kelas buat rapat ketua kelas membahas acara yang bakal diadain sekolah dan sebagainya. Funfact , jujur ini adalah asal mula semua kekacauan terjadi. Temen – temen sekelas pada tahu kalau aku yang paling muda dikelas, masih mending ya kalau beda bulan lah aku beda tahun wkwk tapi buat aku gapapa. Baru di awal-awal nih , temen-temen udah pada ngeyel dibilangin nggak mau diberi arahan dan nggak mau diajak kerjasama, karena mereka tahu kalau aku paling kecil dikelas jadi berani mebantah. Satu semester hancur karena aku yang jadi ketua kelas, banyak lomba-lomba yang gagal. Sebenarnya sebelumnya aku udah coba bicara sama guru walikelas aku terkait masalah dan kendala yang aku alami, tapi beliau menyarankan buat aku jangan mundur. Tapi jujur aku udah capek banget setiap ada aja yang keliru pada bilang “ganti aja ketuanya, dasar ketua ga becus” rasanya tuh sakit, aku udah berjuang keras buat kelas, tapi nggak semua anggota kelas mau bekerja sama buat kelas. Semester dua, dengan berat hati guru aku mengganti ketua kelas kepada temenku. Semua berjalan lancar dan lebih baik kecuali aku. Aku selalu diejek dan diremehkan dikelas meskipun temen yang awalnya deket,sekarang mereka milih buat jauh dan tinggal aku sendiri. Tak jarang aku juga dibentak “ngapain liat-liat! HEH!!” jujur sakit banget tapi sekarang aku udah bisa ikhlas dan let it go, biarin buat yang udah kejadian ya yaudah. Dikelas delapan aku ada temen sekelas yang mau duduk sebangku, menurt aku dia unik dia punya suatu energi yang semua orang ngga punya. Ternyata dia beda dari yang lain dan itu juga yang ngebuat dia mau stay sama aku sampai kelas sembilan. Dikelas delapan aku dipanggil ke ruang guru sama salah satu guru disekolah. Beliau menyampaikan buat aku ikut lomba debat mewakili sekolah. Beliau percaya sama aku karena pola pikir yang aku punya dan pertanyaan-pertanyaan yang sering aku tanyakan selama pembelajaran. Aku mengiyakan ajakan guru aku dan latihan diadakan selama kurang lebih tiga bulan dengan topik yang sudah ditentukan. Waktunya lomba, jujur aku nggak berekspektasi tinggi buat timku meskipun aku dan kedua anggota tim udah latihan semaksimal mungkin. Semua berjalan dengan lancar dan tiba pengumuman pemenang lomba, nggak nyangka timku dapat juara tiga seneng banget. Guru pembimbing juga ngasih tau bakal ada lomba lagi tapi sayangnya nggak bisa terlaksana karena banyak kendala dari pihak pelaksana lomba. Aku sekarang udah kelas sembilan, aku udah mundur buat ikut lomba lagi karena mau menyiapkan ujian sekolah dan ujian nasional. Aku lebih milih buat fokus ke ujian daripada lomba dikelas sembilan karena aku udah ngincer sekolah favorit dikota. Biasanya sepulang sekolah aku belajar buat ujian dari jam tiga sampai jam sepuluh malam disesuaikan sama kesibukan ditiap harinya. Pengumuman nilai ujian sekolah alhamdulillah sangat memuaskan dan aku optimis buat masuk ke sekolah favorit dikota selain karena sekolah yang aku incar punya kualitas yang lebih bagus, aku juga mau menjauh dari temen-temen SMPku. Aku nggak mau satu sekolah lagi sama mereka dan membiarkan mereka melakukan hal yang sama ketika di SMP. Akhirnya aku tetep ambil sekolah itu dan keterima. Di SMA aku banyak ikut organisasi dan ekstrakurikuler bahkan beberapakali ikut lomba di sekolah maupun luar sekolah. Dari kelas sepuluh aku udah jadi pengurus dibeberapa organisasi dan ikut mencalonkan diri enjadi OSIS tapi belum lolos. Banyak up and down semasa SMA tapi itu malah bikin aku semangat buat sekolah dan berorganisasi. Terlebih semua temen adalah temen baru jadi aku lebih bisa mengendalikan diri buat jaga sikap kesiapapun. Aku punya banyak temen di SMA, sampai sampai kadang lupa namanya. Menurut aku semuanya baik-baik banget dan punya solidaritas yang tinggi. Sampai tiga tahun aja nggak kerasa. Selain aktif berorganisasi dan ektrakurikuler aku juga tetep memperhatikan akademik sehingga aku bisa masuk siswa eligible di SMA buat lanjut ke Perguruan Tinggi melalui jalur SNMPTN. Tapi aku nggak cuma ngandelin di SNM aku juga belajar buat SBM, keliatan banget aku berjuang buat salah satu PTN ternama di Jogja. Bener-bener rasanya capek tapi aku yakin ini jalan yang bener buat aku melangkah. “Gama kamu lolos!!! Gamaaaaa!!!” teriak temen-temen ku saat melihat pengumuman karena aku nggak berani liat. Aku lolos dipilihan pertama jurusan Hukum di salah satu kampus ternama di Jogja. Aku puas banget sama semua yang terjadi selama di SMA dari akademik, non-akademik sampai lolos di kampus inceranku. Sekarang aku masih berstatus mahasiswa semester enam di kampusku. Selain belajar aku juga tetap aktif di beberapa organisasi kampus dan aktif menjadi speaker dan moderator di beberapa webinar yang diselenggarakan online maupun offline. Aku juga dapet beasiswa untuk membayar kuliahku selama lima semester kemarin. Disemester enam ini aku udah bisa membiayai uang sekolah adekku dan membelikan barang barang yang papa mama butuh. Dari webinar pertama hingga webinar yang baru aja aku isi aku selalu menyempatkan buat berinteraksi dengan para audience dengan tanya tanya nama, sekarang kesibukannya apa dan asalnya dari mana karena emang aku merantau buat kuliah di Jogja. Aku juga sempetin buat tanya motto hidup nya dan sebagainya, tentunya aku juga ngasih tau dan menjelaskan my life motto dong “ life motto aku melangkah itu nggak harus tau jalan, tapi untuk bisa melangkah pasti butuh suatu alasan untuk tetap melangkah hingga tujuan”. Dengan tak sadar ternyata motto hidup aku ini jadi suatu alasan buat aku nggak nyerah meskipun banyak kendala yang aku alami. Melangkah itu nggak harus tau jalan, tapi untuk bisa melangkah pasti butuh suatu alasan untuk tetap melangkah hingga tujuan, dan sekarang aku telah sampai di tempat tujuan yang awalnya aku nggak tau harus melangkah kemana.. Ditulis oleh : Isma Novalinda (D.I. YOGYAKARTA) Kisah seorang gadis kecil berambut hitam legam, bertubuh gemas. Pipinya yang chubby membuat setiap orang yang melihat tidak akan bisa menahan untuk mencubitnya. Namun sayang, kehidupan sehari-harinya bahkan tidak sesempurna itu. Meski memiliki keindahan yang sangat langka, bisa saja itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena rasa iri dari berbagai tatapan.
Seperti saat ini, gadis yang baru berusia sepuluh tahun itu harus merasakan pembullyan di lingkungan sekolah. Tak jarang gadis itu pulang dengan keadaan yang sangat amat berantakan, yang ia syukuri saat pulang sekolah adalah dengan keadaan rumah yang kosong. Ibu yang sedang berjualan di pasar membuat sang gadis sesegera mungkin membersihkan tubuhnya dan segera menyusul sang Ibu ke pasar. Almaira Syarif putri satu-satunya dari seorang Sifa Dante yang hidup serba kekurangan, Almaira hanya hidup berdua dengan Ibunya karena sang Ayah sudah meninggal di saat ia baru berusia tiga tahun. Almaira gadis yang penurut dan pintar, itu sebabnya dia bisa masuk ke sekolah internasional melalui jalur beasiswa. Almaira dituntut menjadi dewasa melebihi usianya. Setengah jam berlalu dan sekarang Almaira bisa melihat sang Ibu yang tampak sangat kelelahan, Almaira menghampiri sang Ibu mencium tangannya mencari berkat dari Tuhan dan di hadiahi senyum indah dari sang Ibu. Ibunya penjual kue, berbagai macam jenis kue ada di dagangan Ibunya. Dengan senyum manis dan polos ala seorang anak berusia sepuluh tahun, Almaira begitu semangat menawarkan dagangannya. Kehidupan Almaira hanya berputar pada Almaira yang bangun pagi-pagi untuk membantu sang Ibu, berangkat sekolah dengan tekun dan semangat, membantu berdagang sepulang sekolah, beribadah dengan sungguh-sungguh meminta pertolongan dan berkat dari Tuhan, belajar dengan rajin dan konsisten sampai cita-citanya tercapai. Cita-citanya sederhana yang Almaira tulis di dinding kayu kamarnya, yaitu menjadi dokter bedah dan membuatkan toko kue untuk sang Ibu. Almaira bahkan mengorbankan masa kecilnya untuk merayu Tuhan supaya di perlancar jalannya dan terus belajar tanpa kenal lelah. Hidup sederhana tidak memungkinkan Almaira untuk pergi ke tempat les untuk menambah jam belajarnya, tapi untungnya Almaira mempunyai Ibu yang begitu pintar dan penyayang sehingga sang Ibulah guru les Almaira hingga ia sampai di tingkat sekolah menengah atas. Dan hasil dari kerja kerasnya selama ini Almaira berhasil menyelesaikan sekolah hingga tingkat menengah atas dengan jalur beasiswa. Tahun berganti tahun, pembullyan yang di terima Almaira akhirnya terlepas karena saat ini Almaira sudah berada di Inggris lebih tepatnya di University of Oxford. Perguruan tinggi tertua berbahasa Inggris berlokasi di Oxford, Inggris. Selama Almaira berada di negara orang, ia tidak lupa untuk mengabari sang Ibu bagaimana keadaannya dan apa saja yang terjadi padanya. Kepergiannya yang jauh juga pasti penuh pertimbangan apalagi ia harus meninggalkan sang Ibu sendiri di tanah air sedangkan ia berjuang untuk masa depan. Hal yang membuat Almaira sedikit lega adalah, ia meninggalkan Ibu di rumah yang lebih layak dan berhasil membangunkan toko kue meski tidak terlalu besar. Almaira mengumpulkan uang sakunya serta uang dari beasiswa yang ia dapatkan setiap tahunnya, setelah cukup banyak tabungan Almaira memberikannya kepada sang Ibu dan sampailah ia bisa membangun semuanya dengan penuh bersyukur dan bahagia. Kehidupan di Inggris juga sangat ketat selain daya saing yang semakin meningkat, Almaira juga harus menyesuaikan diri di tempat yang sangat jauh berbeda dari tanah air. Kehidupan Almaira yang sudah disiplin dan mandiri sejak dini hari, membuat Almaira tidak kesusahan di negeri orang apalagi ia berada di University nomor 1 di dunia jurusan kedokteran dan kesehatan terbaik dengan skor 8,7 poin. Saat sesekali Almaira merasa lelah dengan kehidupan atau bahkan ia hampir menyerah, hanya satu yang selalu Almaira lakukan. Almaira akan selalu berdoa kepada Tuhan sepanjang hari, menceritakan semua keluh kesahnya dan mengingat kembali masa kelam yang ia lewati hingga sampai pada titik sekarang. Cita-citanya yang sudah ia tulis dengan bangga di dinding kamarnya, masa pertumbuhan yang ia lewati dengan tempaan keras tidak bisa ia abaikan begitu saja. Tanpa terasa beberapa hari lagi acar wisuda kelulusannya akan terlaksana, dan tentu saja Almaira mengusung sang Ibu dari tanah air ke Inggris untuk menghadiri hari bersejarahnya. Almaira yang sudah cantik dengan jubah kelulusan di dalamnya ada baju kebaya cantik yang sengaja ia pesan sama seperti yang sang Ibu kenakan. Ketika namanya di panggil karena ia berhasil menjadi wisudawati dengan nilai terbaik di jurusannya, dengan rasa bersyukur Almaira menyampaikan terima kasih kepada Tuhan dan Ibu tercinta. Dengan track record Almaira yang begitu memuaskan Almaira berhasil mendapatkan panggilan pekerjaan dari berbagai rumah sakit ternama di luar negeri maupun di dalam negeri. Karena Almaira tidak ingin hidup berjauhan dengan sang Ibu, akhirnya ia memilih mengabdikan diri di dalam negeri. Dan sekarang sedikit demi sedikit cita-cita Almaira di masa kecil mulai bertumbuh dan menjadi kenyataan. Usaha dan kerja kerasnya tidak menghianati hasil yang sudah ia capai sampai saat ini. Meski jalan begitu berlubang dan terjal, Almaira selalu menyertai Tuhan serta sang Ibu dalam segala hal. Karena Almaira yakin meski kita sepintar apa pun, jika Tuhan tidak berada di dalamnya impian yang hanya seujung kuku tidak akan pernah tumbuh meski hanya satu mili. Ditulis oleh : Hesti Indah Putri (JAMBI) Ku pandangi langit yang mulai gelap diluar sana. Petir berbunyi tiada henti, tanda-tanda hujan mulai menghampiri. Dari dalam jendela rumah aku hendak berdoa dalam hati " Ya Allah, Kapan saya bisa mewujudkan impianku merantau ke negara Jepang, untuk mendapatkan penghasilan lebih ".
Tiba-Tiba terdengar suara Ibu dari area dapur " Bella, Ayo keluar makan ". " bentar Bu" Gumamku lagi. Aku berjalan ke area dapur sambil membantu Ibu menghidangkan makan malam diatas meja, sambil meletakkan piring diatas meja, aku menghela nafas " Hmmm". "Ada apa nak?" tanya Ibu. " Galau bu, lagi mikir kapan aku bisa ke Jepang, karena butuh uang deposit bu sekitar dua puluh Juta dan di tambah pandemi covid19 yang belum berakhir, di Jepang juga lowongan kerja terbatas" Jawabku "Sabar ya nak, kalau memang rezekimu tidak akan kemana. Mengenai uang deposit, nanti Ibu akan usahakan pinjam ke kerabat atau siapapun itu. Bella Jangan khawatir, yang penting kursus bahasa jepangnya tetap dijalani" Sahut Ibu. Mendengar jawaban Ibu, saya langsung bersemangat kembali seakan impianku tidak hanya wacana. Pagi ini, saya memulai aktivitas seperti biasa bekerja di pasar swalayan dekat rumah sebagai staf admin dan sorenya kursus bahasa Jepang. Ya, aku kursus dengan gaji yang aku dapat dari bekerja. Tidak mahal biaya kursus 350 ribu untuk 8 x pertemuan setiap bulannya. **Sebulan Kemudian** Dari kursus bahasa Jepang ini, aku telah mengikuti ujian hingga dinyatakan lulus N3 yaitu tahapan bisa melamar pekerjaan atau magang di sana. Setiap dua minggu sekali Miss Kath tempat saya kursus mengadakan video conference untuk sesama anak kursus agar memperlancar komunikasi dan menambah relasi. Hari berganti hari, bulan demi bulan berlalu. Di kala conference Zoom, Miss Kath memberitahu kalau agent dia di Jepang mendapatkan client untuk di carikan pelayan restoran di sana. Syaratnya bekerja setiap hari selama delapan jam dan bersedia bekerja shift. Setelah setahun bekerja mendapatkan cuti sebulan, aku dan beberapa teman kursus langsung mengiyakan tawaran Miss Kath. Bagaimana tidak aku akan di gaji dua puluh satu Juta jika dirupiahkan walau pekerjaannya lumayan berat yaitu sebagai pencuci piring dan membersihkan dapur. Bergegas aku pulang ke rumah untuk menyampaikan kabar bahagia ini ke Ibu. " Bu, aku berhasil ke Jepang bu " seraya menceritakan detail pekerjaan aku nantinya ke Ibu. Dengan tatapan dalam dan ada air mata disudut mata Ibu, beliau berkata " Selamat ya nak, doa Ibu selalu menyertaimu" ** Empat Bulan Kemudian** Pagi ini aku akan ke bandara untuk penerbangan ke Haneda, ini memakan waktu tujuh jam di udara, dalam hatiku berkata " Terima kasih berkatMu ya Allah, ini pertama kalinya aku naik pesawat dan langsung ke Jepang. Terima kasih buat hari ini dan untuk besok hal-hal yang belum terjadi, aku serahkan sepenuhnya kepada Engkau, Aamin" Ditulis oleh : Ernita (MEDAN) Semburat cahaya dari ufuk Timur nampak elok nan hangat. Diiringi degupan jantung dengan tubuh yang bergemetar. Aku membuat orang-orang meneteskan air mata karena perasaan haru yang membuncah. “Allah Allah Allah” suara ramai orang-orang muslim bergeming dzikir nan merdu. Mata sembab dimana-mana. Mereka nampak terkepung rasa sedih, senang dan bersyukur.
Saat kurasakan tetesan air matanya tanahku tersenyum. Lalu kudo’akannya “semoga do’amu diterima oleh-Nya.” Akan kugunakan pemberian Allah yang Maha Suci yang telah memilih mensucikanku dari sekian banyak negeri untuk membantu orang-orang agar senantiasa selalu mengingat-Nya. Mereka akan kubantu mendapatkan nikmat ketenangan dihati dan jiwa saat bersamaku disini. Aku menunggu mereka mengunjungi Qiblatain. Akan kubuat mereka mengenang kembali dengan sejarah saksi perubahan kiblat arah sholat dari Yerusalem ke Mekah. Meskipun aku selalu ramai saat siang dan malam. Kalian akan dapatkan ketenangan didalam keramaian itu. Karena aku rumah bagi Nabawi. Ialah masjid kedua terbesar di dunia setelah Masjid al-Haram di Mekah. Menjadi kediaman nabi Muhammad SAW saat hijrah dan hingga saat ini. “Sakif udah daftar kuliah dimana?” Tanya tutor cantik itu. “Do’anya saja miss,” responnya. “Iya tapi dimana. Mau do’ain tapi gak jelas yang mau dido’ain nih.” Candanya. “Pengennya di Mekah miss.” “Wuidih kerennya.” “Ustadz Ihsan tuh miss yang udah ketrima.” Sahut Fatih. “Bener?” “Iya bener tuh miss, tanya aja.” “Alhamdulillah keren, keren!” Henti tutornya. Saat orang-orang memiliki ribuat impian dibenaknya. Mereka sesekali melirikku untuk dijadikan tempat berserah diri kepada Pengabul impian. Berjalan dikarpet hijau nan mewah. Lalu menunduk dan bersujud disana. Raudhah. Tempat mustajab untuk berdo’a, surga di dunia. Tidak kenal lelah mendengarkan jutaan wish list orang-orang tak dikenal. Menara yang tinggi seperti menggambarkan impian yang tinggi. Ribuan orang menginginkanku sebagai teman hidupnya. Tetapi aku lebih menginginkan mereka dari siapapun. Bagiku mimpi mereka juga bagian dari mimpi-mimpiku. Menyenangkan apabila orang-orang pemimpi itu terus berdo’a bersamaku. Aku tidak lagi kesepian, banyak teman bersamaku. “Miss mau nggak sama ustadz nih?” Tanya Fatih. “Iya bener miss.” Sakif menegaskan. “Ini ustadz tinggal berangkat doang dia ke Mekahnya.” “Oh iyakah?” Tanya tutornya. “Ah miss. Jangan percaya sama mereka miss.” Sanggah Ihsan. “Nggak papa kalo memang sudah ketrima. Tapi saya pengennya di Madinah. Biar kayak nama saya gitu. Al Munawaroh.” “Kan Mekah sama Madinah dekat miis.” “Iya miss,” tegas Sakif. Obrolan anak-anak membuat tutornya berfikir sejenak. Mereka menyebut-menyebut namaku dari tadi. Ternyata ada yang menginginkanku lagi. Aku senang mengetahuinya.Tutor itu hanya merespon dengan senyuman. Tidak ada pergerakan lagi setelahnya. Masih terus memandangi anak-anak didepannya yang sedang tertawa bahagia karena bercanda ria dengan gurunya. Kemudian mereka melanjutkan obrolan kelas sebelumnya. Payung-payung megahku menguncup dan mengembang disaat-saat tertentu. Menciptakan suasana asri nan eksotis dinegeri ini. Beberapa orang mengabadikannya dalam bentuk video maupun foto-foto selfi. Ada rangkulan hangat dari keluarga baru maupun keluarga lama dibawah payung megah. Senyum merekah tak henti-henti menampilkan kilauan putih dari gigi-gigi yang terlihat saat tertawa. Saat ini para pengunjung sedang sibuk membeli kurma untuk dibawa pulang sebagai makanan maupun oleh-oleh. Mencicipi kebab super big size juga menjadi pilihan tak terlupakan. Nasi Bukhari dengan toping yang menggiurkan untuk disantap. Lembutnya tomat yang pedas serta segarnya potongan mentimun juga selada. Tidak lupa ayam panggang super lezat ikut memeriahkan toping nasi Bukhari. Masyarakat sini menyediakan Jareesh atau Harees di bulan Ramadhan. Makanan dari gandum bertekstur kasar dan daging yang diolah bersamaan ini juga merupakan makanan khas disini. Meskipun ada beberapa metode dalam memasaknya, cita rasa Jareesh tetap membuat siapapun terpikat setelah memakannya. Adanya toping taburan daun peterseli diatasnya. Kelas kursus Bahasa Inggris sudah memasuki minggu ketiga. Seminggu lagi akan ada final exam semua member. Tutor menyiapkan soal-soal ujian sesegera mungkin agar tidak terlalu mepet untuk diprint. Ada 100 soal ujian untuk vocabulary, ada beberapa tema untuk ujian kelas speaking dan ada 50 soal untuk kelas grammar. Member juga mulai sibuk mereview kembali materi-materi yang sudah diberikan oleh tutornya masing-masing. Terlalu banyak kenangan bersama mereka. Candanya, tawanya, dan berbagi cerita. Ada banyak keinginan, impian, sesuatu yang ingin diwujudkan oleh-tiap-tiap member. Saat ini mereka sedang hangat-hangatnya menyiapkan diri untuk mencapai cita-cita mereka untuk belajar di Arab Saudi. Negara yang diidam-idamkan banyak orang. Meskipun jauh dari keluarga beberapa tahun lamanya. Tidak mengubah niat sedikitpun dari mereka untuk melanjutkan study di kota suci ini. “Besok Senin kita ujian ya. Tolong disiapkan dengan baik guys.” Tutor mengingatkan. “Baik miss. Jangan sush-susah ya miss soalnya.” Rajuk mereka. “Dipelajari saja yang dibuku, dihafalkan. Semua keluar dari sini.” “Siap miss. Belajar yang bener dah. Biar dapet nilai bagus.” “Kalian mentingin nilai juga ya?” Gurau tutornya. “Wahh yaiya dong miss. Saya suka ditanya ortu miss. Kalo ortu nggak nanya, kita nggak laporan, nggak terlalu mikirn nilai miss.” “Bagus, deh kalian jadi belajar.” Jawab tutornya sambil senyum-senyum. Kala senja mulai menguning kejingga-jinggaan muncul kelebatan baju putih ada dimana-mana. Wajahnya ceria dan enak dipandang. Mereka sedang bersiap-siap untuk sholat Maghrib jamaah di Nabawi. Beberapa rombongan jalan perlahan-lahan sambal mendorong ibunya dikursi roda. Allahu Akbar. Surga menantimu nak. Suara adzan yang lantang nan merdu mengiringi langkah para jama’ah. Bagi para jama’ah suara adzan ini bagaikan pukulan bergemuruh yang menari-nari di dada. Suara yang tidak akan pernah dilupakan para jama’ah setelah pulang dari sini. Panggilannya seakan-akan terserukan disegala penjuru kota hingga sudut-sudutnya. Hari Senin pun tiba dan para member mulai mengerjakan ujian dengan khidmat. Hari itu merupakan hari terakhir mereka saling berjumpa satu sama lain. Mungkin jikalau ada pertemuan lagi. Mereka sudah saling berkeluarga dan sukses. Mimpi-mimpi yang mereka ingin wujudkan sudah tercapai dan mereka sedang meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik lagi dan lagi. Semoga usaha mereka belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare Kediri membuahkan hasil. Setidaknya vocab mereka sudah bertambah. Ilmu tentang pergrammaran juga nambah dan cara baca pronounciation mereka lebih baik serta speakingnya ada peningkatan. Dengan begitu harapan mereka kuliah diluar negeri akan terbantu dengan kemampuan Bahasa Inggris yang cukup. Sementara aku semakin malam semakin ramai. Ketika waktu menjelang sepertiga malam. Suara isak tangis semakin terdengar jelas. Ditambah indahnya pemandangan bintang dari langit serta meriahnya lampu-lampu. Aku semakin memukau dan istimewa. Semua orang mengenalku sebagai Madinah. Ditulis oleh : Ani Muklisatun Munawaroh (MAGETAN) |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |