Mungkin nasib kurang beruntung sedang ada bersamaku. Sudah beberapa hari ini aku
kehabisan uang belanja tanpa ada simpanan sedikit pun. Di dompetku tersisa uang 1 lembar sepuluh ribu rupiah. Beruntung aku masih mempunyai sambal saos tomat botol yang masih bertahan di kamar asrama dan beberapa sisa kerupuk ikan yang ku bawa tiga minggu lalu dari rumah. Jadi setiap akan makan aku sengaja makan secara sembunyi-sembunyi. Membiarkan teman-teman sekamarku makan bersama. Karena aku segan jika harus meminta sambal mereka. Aku bukanlah orang yang berani berterus terang kesiapapun. Jadi setiap jadwal makan tiba aku sengaja bersembunyi di perpustakaan sekolah. Letak asrama dan sekolah tak jauh, sebab asrama ada di dalam lingkungan sekolahku. Aku bersekolah di salah satu MAN di daerahku. Jarak sekolah ke rumahku hanya 5 jam perjalanan jika itu tidak mengalami kemacetan di jalan. Dengan uang yang hanya cuma segitu aku tak dapat berbuat apa-apa. Dua hari lagi ada pembayaran buku yang jumlah nominalnya mencapai 50 ribu rupiah. Aku bingung. Aku mungkin bisa mengatakan itu ke orang tuaku tapi tidak dengan uang belanjaku. Aku sadar kemarin aku terlalu boros. Mengikuti teman berbelanja sana-sini membeli apapun yang sebenarnya kurang aku butuhkan. Aku hanya sekedar mengikuti teman mencoba untuk ikut gaul bersama mereka tapi ternyata malah aku yang kena imbasnya. Dengan modal segitu aku sengaja menelpon ibu. Kebetulan di dekat sekolah ada WARTEL. Ku tekan nomor telepon rumah dengan pasti. Menunggu beberapa saat hingga akhirnya dijawab oleh adikku. “Berikan teleponnya ke ibu” jawabku langsung tanpa berbasa-basi sebab argo teleponnya mulai berjalan. Lalu ibu menjawab teleponku. Ku jelaskan bahwa hari senin buku pelajaran harus segera dilunasi dan aku juga minta jemput pulang. Jika aku pulang ke rumah pasti aku akan kembali mendapatkan uang jajan. Namun alasan itu tak ku sebutkan. Tapi jawaban dari ibu membuatku geram sendiri. Tak ada yang bisa menjemputku di sini dan uang buku akan dititipkan ke Ibu Guru yang satu daerah denganku. Aku kesal. Ibu bertanya panjang lebar tentang kabarku dan harus ku jawab. Setelah selesai menelpon kulihat argonya telah menunjukkan angka 5000. Aku terperanjat namun tak tampak oleh ibu penjaga wartelnya. Ku serahkan uang sepuluh ribu terakhirku. Dan ku ambil kembalian lima ribu rupiah beserta slip pembayarannya. Aku begitu kesal waktu itu. Uangku bertambah menipis dan stok makananku juga sudah sangat tipis. Kebetulan di dekat wartel itu ada kolam ikan. Sengaja aku duduk sebentar di sana. Di tepi kolam. Melihat ikan-ikan yang sepertinya mentertawakanku. Aku semakin kesal. Sontak saja ku ambil slip pembayaran telepon tadi dari saku rok ku. Ku sobek-sobek secara kasar. Semakin kecil sobekannya, lalu ku tebar ke tengah kolam. Ikan-ikan itu berebut memakan kertas-kertas sobekan itu. Tak lama setelah itu kembali aku merogoh saku rokku. Tak ketemu. Aku yakin meletakkannya di saku dan sangat yakin. Aku berbalik ke dalam wartel dan menanyakan ke ibu penjaganya. Ibu itu berkata bahwa aku memasukkannya berbarengan dengan slip pembayaran itu. Aku terkejut bukan kepalang. Segera aku berlari ke tepi kolam. Mengais- ngais air itu berharap uangku akan kembali utuh. Namun itu hanya mimpi. Uang terakhirku telah lenyap dimakan ikan-ikan yang tak berperi-ikanan tersebut. Aku masih menggapai- gapai lepas ke air sambil menangis. Walau yang aku lakukan adalah hal yang percuma. Akhirnya aku pulang ke asrama. Di kamar, temanku kembali menanyakan keadaanku. Ku jawab seadanya lalu kutinggal tidur. Ketika hari senin. Pelajaran pertama adalah bahasa Indonesia. Guru menanyakan tentang pengalaman yang sangat sulit dilupakan baik itu pengalaman menyenangkan ataupun menyedihkan. Ibu guru tersebut meminta murid untuk bercerita ke depan. Tak ada yang berani maju. Hingga aku yang ditunjuk untuk maju kedepan. Ibu guru yang satu ini memilki tingkat emosi yang tinggi, jadi daripada aku dimarahi maka lebih baik aku maju. Di depan kelas aku masih bersikeras bahwa aku tak memiliki pengalaman semacam itu. tapi ibu terus mendesakku. Alhasil ku ceritakan pengalamanku tentang uang terakhirku yang akhirnya hanya habis di makan ikan di kolam. Seisi kelas tertawa. Meneriakiku dengan nada mencemeeh bahkan ibu guru pun ikut tersenyum. Yah malang benar nasibku. Hendak mengikuti gaya teman malah aku yang semakin terbelakang. Ditulis oleh : Popika Ramadania, DII Batch 4 Provinsi Bengkulu
0 Comments
“Tetap saja kalau dari lahir tidak pintar, mau belajar sebanyak apa pun tetap bodoh, Tuti!”
Demikian pernyataan yang sering kudengar, ketika aku mulai mengambil posisi duduk di sebuah kursi bambu dekat teras rumah, menikmati pemandangan gunung desa yang memikat, sambil belajar merepetisi entitas sekolah. Meskipun terdengar bengis, Kalimat yang dilontarkan oleh Mamak tak aku ambilpusing. Namanya juga orang kampung, pandangan tradisional yang semata-mata mengekang seorang anakperempuan patut mahir melahirkan ibu rumah tangga. Tak asing dari kata melampas makanan dan membersihkan rompok. Padahal, aku hanya kepingin menjadi sorangan ibu rumah tangga yang berpendidikan. Bukankah seorang indung akan mencorakkan madrasah pertama bagi anaknya? Anutku, ramalan komunitas talang selama ini, salah. Aku embuh bergerak menuntut ilmu tatkala memacu didikan di desa dan kelak akan membentuk sosok sempena hati kepada penghuninya. Aku pun angkat kaki dari rumah. Lalu, mencari persemayaman yang makmur untuk berguru. Suasana lengang nan sejuk di desa berhasil menyulut hati untuk turut bertandak larat bersama aliran udara. Inilah yang mesti disyukuri, denyut di pedalaman memang memelikkan. Aku singgah di sebuah gubuk sekitar sawah. Walaupun sedikit berdebu, gubuk itu menjadi semata wayang lapak andalanku untuk menukas pelajaran sekolah, ketika aku tak dapat pengayoman dari Mamak di rumah. Aku masih cakap berteduh di sana. Sambil membawa lektur pelajaran Kimia, aku berjalan menyusuri rindangnya pepohonan hijau, melangkaui sawah belantara, seraya menyeruput aroma semerbaknya daun teh yang telah dibasahi oleh embun. Setibanya, aku segera duduk ayu di sebuah saung prasaja. kemudian menyibakkan lembaran demi lembaran untuk diarifkan. Semata-mata keelokan hidup di desa pun punah semenjak aku bermigrasi ke kota bersama ayah. Umur ayah yang meluap tua menyebabkan hasil panen padi di desa tak seapik dulu. Karena tenaganya melembek, ini menjadi salah satu faktor mengapa penghasilan padi menurun ekstrem dan mengundang kemalangan kapital sawah. Ayah yang berprofesi sebagai buruh tani terpaksa diberhentikan. Pesangon yang dibubuhkan pemilik ladang pun tak banyak. Kemudian, ayah merealisasikan pesangon itu sebagai bahan modal ber kelontong cilok di kota. Selain akan ramai pembeli, di kota juga terdapat berbagai corak pasar yang menjual bumbu rampai dagang eksekutif. Sebenarnya, keputusan untuk mengekspos bisnis di kota Depok sangat curai dilawan oleh Mamak. Apalagi mendengar kabar dari ayah bahwa aku akan ikut ke kota untuk bantu mencari uang. Perlu diakui, hanya aku satu satunya anak yang bisa diandalkan oleh kedua orang tuaku, karena aku merupakan anak tunggal. Lantas, tugasku hanya sekadar membantu ayah bekerja atau mengakomodasi ibu mengurus rumahtangga. Sepertinya, mereka betul-betul tidak peduli dengan masalah pemberadabanku. Bahkan, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang alit demi menggapai masa depan. Seperti biasa, pagi hari di kampung begitu asri nan indah. Bahana ayam jantan yang berkokok sukses menyadarkan para warga desa Sukaluyu dari rebahnya. Gemercik air langit menggarap kabut fajar berkecamuk sejuk. Bermukin pukul 07.00, kumasukkan beberapa pakaian layak ke dalam tas untuk dibawa ke kota. Aku tidak tahu, kapan aku akan kembali lagi ke desa ini. Seluruhnya terkait dengan skenario ayah. Jujur, berat rasanya untuk meninggalkan ibu dan teman-temanku di dukuh. Apalagi, menyetujui fakta bahwa aku mesti kandas sekolah demi membantu ayah bekerja. peluangku menjadi seorang dokter pun menyusut. Meskipun aku tidak bersekolah lagi, aku tetap bersemangat meraih cita cita. Aku akan terus belajar. Aku yakin, Tuhan tidak akan mengecewakan hamba-Nya yang telah berusaha, lamun dengan cara yang tak disangka. Kami berjalan sejauh 750 meter ke pinggir desa, Kiranya memerlukan waktu sekitar 15 menit untuk meniti. Kemudian kami menanjaki angkutan umum untuk alot datang ke kota Depok. Setelah sampai di kota Depok, kami tiba di sebuah kontrakan sederhana yang tak jauh dari tempat pemberhentian angkot. Kontrakan ini cukup besar dan nyaman. Walaupun suasana kota tak sesejuk di desa. Aku sangat bersyukurbisa tinggal di sini. Esoknya, ayah tengah siap berdagang bersama gerobak cilok yang baru dibelinya kemarin. Dengan sigap, aku segera mengatupkan pintu kontrakan. Kemudian, berangkat menunjang ayah. Waktu merujuk pada pukul 07.00, kini suasana jalanan kota depok sangat padat. Segudang kendaraan bermesin tengah berlalu lalang di sana. Terdapat banyak remaja menggunakan sepedanya untuk berangkat ke sekolah. Kami Berhenti di depan sebuah sekolah bernama SMA Lazuardi untuk berniaga. Kusaksikan para peserta didik mengenakan seragam putih abu-abu dengan rapi seraya mengangkat buku di sakalnya. Bola Mataku seketika berbinar, rasa palar menyambung SMA pun selaku terjelma kembali . Ayah yang sedari tadi menjeling mataku, hanya terkekeh. Aku segera memalingkan tatapan. Kemudian, fokus melayani para pembeli. Tak terasa, dagangan cilok pun telah habis. Sesampai di rumah, aku terlelap hingga petang. Terbukti, mencari uang tak selasih yang aku terka. Begitu lelah selepas berjualan. Padahal aku hanya melayani para pembeli, sedangkan ayah yang merebus dan mengukus cilok.Bahkan, ayah pula yang mendorong pendati di tengah teriknya siang. Aku bertekad untuk bangun lebih pagi esoknya untuk menyiapkan seluruh kepentingan bergerai. Begitulah kehidupan kami setiap harinya. Berimbuh hari, cilok rakitan ayah semakin ramai konsumen. Setelah uang hasil kerja terkumpul, Ayah memutuskan untuk daftar aku ke sebuah sekolah swasta bersebutan SMA Lazuardi, meskipun aku paham betul anggaran sekolah swasta sangat mahal. Namun, ayah tetap berambisi agar aku dinukilkan di sana. “Untuk masalah biaya, Insya Allah ada rezekinya Tut, Ayah akan bekerja keras agar kamu bisa sekolah di tempat yang molek,” Ucap ayah sembari tersenyum. Setelah mengikuti tes masuk dan telah dinyatakan tembus di SMA Lazuardi, kini aku menerapkan banyak seragam sekolah yang sudah ayah belikan. Ini adalah sebuah maktab menawan bagiku. Ditinjau dari aspek bangunan , ruangan kelas yang ber AC disisipi oleh meja kursi yang terbuat dari besi. Tak rotan lagi seperti halnya sekolah di desa. Merancangku semakin berstamina dalam menimba ilmu. semenjak bersekolah, ayah juga turut melarangku untuk ikut ber kedai cilok di depan sekolah. Pesan ayah, aku mesti menjadi orang berjaya. Hari perdana sekolah. Aku berjalan kaki menuju SMA Lazuardi yang tak jauh dari rumah. Ketika masuk kelas X IPA 2, aku dipersilahkan oleh guruku untuk memperkenalkan diri. Setelah itu, aku segera mencari kursi kosong yang tepat berada di barisan paling belakang. Tak lama lagi, Bel istirahat pun berbunyi. Ini adalah hari terbaik, gumamku. Kupikir, kedua orang tuaku amat apatis terhadap masa depan. Tapi, tidak dengan ayah. Justru ayah kepalang mendukung pendidikanku dalam meraih cita – cita. “Itu bukannya orang yang suka jualan cilok di depan sekolah? mengapa dia sekolah disini? Malu-maluin saja!” “Apakah dia mampu membayar sekolah sekeren ini? Jangan jangan ayahnya ngutang!” “Lihat! Kita harus berhati hati sama anak ini! Dari gelagatnya saja sudah menandakan bahwa dia seorang pencuri!” Itulah sambutan yang kuterima dari beberapa teman baruku. Walaupun sedikit diremehkan, bukan masalah. Di desa, hal ini sudah biasa dilakukan oleh anak sekolah sebagai candaan. Toh, di sini aku berniat semata mata untuk belajar. Aku tidak peduli dengan celotehan mereka. Selama mereka tidak mengganggu ketersediaan dan kenyamanan belajar ku, aku tak akan lawan. Aku berkenalan dengan salah satu murid yang tepat duduk di samping mejaku. Ia bernama Alyssa Aisha. Seorang perempuan desa yang berimigrasi ke kota pula. Sekarang, ia tengah tinggal di rumah pamannya. Setelah kedua orang tuanya wafat, ia tidak memiliki satupun sanak saudara untuk diajak kembali melanjutkan hidup di desa. Lalu, paman memutuskan untuk menjemput Alyssa ke kota dan menetap tinggal di sana. Dalam jangka waktu singkat, kami dapat berteman baik. Selepas ke kantin, aku dan Alyssa kembali ke kelas. Lalu terkejut melihat keadaan meja ku yang penuh dengan kotoran cicak, bahkan di kolong kursi ku terdapat cilok cilok berserakan. Tasku disiram oleh minuman bersoda. Entah siapa yang tega berbuat seperti ini. Terpaksa, aku harus menjemur tas basahku ke lapangan sekolah. Kemudian, ditertawakan oleh seluruh siswa SMA Lazuardi. Tak hanya itu, seluruh buku yang kubawa juga diserapahkan oleh teman sekelas. Parahnya, ada ancaman penghancuran gerobak cilok milik ayah jika aku mengadu kepada guru tentang apa yang mereka lakukan. Alyssa hanya menenangkan. Ia bercerita kepadaku, Alkisah di semester satu, ia juga sempat di bully oleh teman sekelasnya karena tak setajir mereka. Alyssa juga menambahkan, bahwa kawan kawan disini memang membentuk suatu komunitas yang terdiri dari golongan elit, sehingga hobby nya memberantas kaum sederhana. Namun, semenjak Alyssa menunjukkan kemampuannya dalam bidang olahraga, dan berhasil meraih prestasi sebagai Juara 1 Lomba Renang, mereka enggan lagi untuk mengganggu Alyssa. “Pada intinya, kita harus membuktikan kepada semua orang bahwa kita adalah murid yang berprestasi dan tidak bisa diremehkan,” ucapnya. ^^^ Enam bulan kemudian, pembagian rapor semester dua telah dibagikan. Meskipun aku mengambil rapor sendirian, karena ayah harus kukuh berjualan cilok. Tapi tak apa, aku tetap bersyukur. Rasanya tak sabar untuk memberikan berita bahagia ini kepada ayah karena aku berhasil meraih peringkat pertama di kelas. aku menunggu ayah pulang ke rumah.. Biasanya, beliau akan kembali setelah dagangan ciloknya habis. Lalu, memberikan nasi bungkus kepadaku dan beristirahat sejenak. Lantas, kembali bekerja sebagai pengendara angkot. Yang perlu dikhawatirkan, ayah seringkali pulang hingga larut malam, sekitar pukul 23.00. Tentu, sebenarnya aku sangat takut terhadap apa yang akan terjadi pada ayah jika pulang selarut itu. Namun, ayah hanya mengatakan tak apa. Ketika ayah datang sembari mendorong gerobak cilok, aku melambaikan tangan dari jendela. Lalu segera memberi rapor sekolah yang baru saja kuterima. Betapa bahagia nya ayah saat melabeli laporan bahwa nilaiku sangat melegakan. Ayah pun tergelak. Kamu anak yang hebat dan pintar, Tuti. *** Kalimat yang ayah lontarkan kemarin. Menuangku untuk semakin bersemangat dalam menuntut ilmu. Walaupun kenyataannya,aku sangat lelah bersekolah di swasta karena sikap teman - temanku. Aku tetap bersikeras untuk menyembunyikan pembullyan ini terhadap siapapun. Ayah tak pernah tahu masalah apa yang telah terjadi denganku saat di sekolah. Seperti dipermalukan, dikucilkan bahkan selalu diancam. Tak terasa, aku berhasil melewati masa pahit manis di SMA. Puji syukur kepada Allah, aku lulus dengan nilai yang memuaskan dan diterima sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Teman temanku yang sedari tiga tahun yang lalu membullyku, Akhirnya meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukan selama ini. Aku pun memaafkan mereka. Akhirnya, kami dapat berteman baik. Inilah yang sangat aku inginkan. **** Hari pertama OKK UI, aku berangkat dari kontrakan menuju kampus dengan mendaki ojek.Sebenarnya, aku tidak ingin membebani ayah karena naik ojek setiap hari butuh biaya ongkos lebih mahal. Aku juga tak masalah untuk jalan kaki dari rumah seperti biasanya. Tetapi, ayah kukuh melarangku. Ayah hanya tak mau melihat anak perempuannya kelelahan di tengah jalan. Selepas dari kampus, aku kembali ke rumah dengan perasaan bahagia. Aku ingin segera bercerita ke ayah tentang pengalaman pertama Ospek kampus ku. Mulai dari Pembukaan Kegiatan Mahasiswa Baru yang mengundang kantuk, hingga Pengenalan Sistem Akademik Fakultas yang sangat seru. Namun, ketika aku pulang ke rumah, aku melihat ayah sedang menangis tersedu sedu sambil menggenggam handphone milik tetangganya. “Mamak Meninggal Tut,”ucap ayah. Aku diam membisu. Seakan tidak percaya. Di kampung, mamak dinyatakan tewas di kamar mandi rumah, dan baru diketahui jasadnya setelah satu hari yang lalu. Tubuhnya pun membusuk. Sampai saat ini, sebab kematian mamak belum juga terdeteksi. Aku dan ayah benar benar larut dalam kesedihan. Sedari tadi ayah dihubungi oleh kepala desa di sana melalui telepon genggam tetangga yang kebetulan menjadi ketua RT di komplek ini. Sebenarnya, kami ingin sekali kembali ke kampung untuk turut mengubur mamak. karena jasadnya kian membusuk, mayat mamak terpaksa di kubur lebih cepat oleh warga agar bau nya tak kunjung berimbuh. Aku melewati masa kuliahku dengan baik. Aku pun tak pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Skenario Tuhan memang paling mempesona. Sejengkal lagi, aku berhasil mewujudkan cita citaku menjadi seorang dokter. Aku juga cukup dikenal sebagai mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia dengan peraihan medali emas di beberapa kompetisi sains. Setelah melewati tenggak koas dan insip. Akhirnya hari wisuda yang telah lama aku nanti pun tiba dalam jangka waktu Dua hari lagi. Seluruh wisudawan dan wisudawati diberi kerenggangan waktu untuk mempersiapkan seluruh keperluan pelantikan. Sekilas, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi ayah nanti jika namaku tengah dipanggil dan dinyatakan lulus menjadi seorang dokter umum. “Tuti, setelah kamu lulus S1, ayah ingin, kamu belajar ilmu agama lebih dalam. Ayah tak mau, kamu hanya pandai di bidang akademik. Akan tetapi, ayah juga ingin menyandang anak ayah yang pintar ini menjadi anak sholehah dan dapat memberi syafaat di akhirat kelak. Jangan pernah putus asa dalam menggali ilmu, Nak.” Aku mengangguk setuju. Di saat itu, kuputuskan untuk mulai memahfuzkan Al Quran. Selain itu, aku juga menawarkan diri sebagai guru mengaji anak PAUD. Esoknya, ini adalah hari terakhir menuju pelantikan. Namun, di hari renggang ini, aku tak lupa membantu ayah untuk berdagang cilok. Setelah semuanya siap, kubuka pintu kamar ayah sekilas, ternyata ayah masih terlelap. Tumben sekali, mungkin ayah lelah. Aku memutuskan untuk berjualan sendiri tanpa dampingan ayah. Sebelum berangkat, kubuka laci tempat penyimpanan uang terlebih dahulu. Memastikan agar tempat itu kosong sebelum nantinya akan diisi oleh kepeng lain. Ternyata, di dalamnya ada sejumlah hasil penjualan kemarin. Besarnya pun tidak sedikit. Aku terheran, mengapa ayah biarkan uang ini di pedati? Padahal, peluangnya akan raib. Tanpa ba-bi-bu, Aku mengambil uang sebanyak seratus ribu di laci gerobak. Kemudian, kembali ke rumah untuk memberikannya kepada ayah. Kubuka pintu kamar ayah, beliau masih jua terbaring. Karena tak tega untuk membangunkan, terpaksa aku membuka lemari ayah tanpa izin untuk menaruh duit. Lalu, kuletakkan di atas pakaian ayah. Di sampingnya, terselip secarik amplop rumah sakit. Karena rasa keingintahuan ku yang tinggi, aku membuka surat itu dengan perlahan agar ayah tak bangun. Betapa terkejutnya aku, melihat hasil surat pemeriksaan. Ternyata, ayah sudah mengidap penyakit kanker usus semenjak Tiga bulan yang lalu. Di sini tertera menginjaki stadium Empat. Ragaku kian melemas. Melihat ayah mendengkur saat ini di kasurnya. Sungguh, aku amat konyol tentang apa yang sebenarnya terjadi. Menyesal, itulah yang sekarang kurasakan. Selama ini aku hanya mengedepankan pendidikan hingga tak sempat menanyakan kebugaran ayah. Dengan segera, aku membangunkan ayah untuk pergi ke rumah sakit. Walaupun ku tahu, kecil kemungkinannya untuk sembuh. Kubangunkan ayah, namun tak ada setitik pun respon darinya. Detak nadi yang biasa terdengar di ujung pergelangan tangan, kini tak bisa aku rasakan. Kugoncangkan tubuh ayah dengan penuh emosi. Seakan tidak percaya bahwa ayah telah tiada. Ayah, maafkan aku. Rasanya,seperti ada bagian jiwa yang tengah patah, ketika kehilangan seseorang yang paling berharga untuk selamanya. Ayah adalah satu satunya harta. sosok pekerja keras yang dapat memotivasiku untuk terus berjuang. Setelah dimandikan dan disholatkan, ayah siap dibawa ke tempat persemayaman terakhir, dibantu oleh warga komplek sekitar. Teman kampusku juga banyak yang berkunjung ke rumah untuk berziarah atau sekadar mengucapkan belasungkawa. Selasa, 20 April 2020 aku wisuda tanpa seorangpun yang datang menghadiri dan menemanihari kebahagiaanku saat ini. Pengalungan medali kelulusan, itulah yang sangat ingin kutunjukkan oleh ayah dan mamak. Bahwa aku telah berhasil meraih cita - citaku sebagai seorang dokter. “ Nomor 95311024 Tuti Ardianti, S.Ked. Putri dari bapak Yoyo Matsuro dan ibu Suyati” Ketika namaku dipanggil, aku mendaki ke atas panggung seraya diberi toga beserta piagam oleh bapak rektor. Kemudian berfoto dengannya. Saat penyebutan nama pengampu, para wali dari wisudawan wajib berdiri tegak menyaksikan kelulusan puak. Di saat itulah para pembimbing bangga terhadapnya. Namun, ketika namaku berkibar di lentera gedung, tak ada satupun orang yang bangkit dari kursi tamu. Keadaan menjadi hening. “Tuti Ardianti, seorang mahasiswi yang telah mengukir prestasi sebagai peraih medali emas pada ajang Olimpiade Sains Nasional Tingkat Perguruan Tinggi (OSN-PTI) yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor dan penggenggam IPK sempurna senilai 4.00, baru saja kehilangan sosok ayah kandung pada satu hari yang lalu. Meski begitu, ia tetap aktif dan bersemangat dalam meraih cita citanya. Inilah sosok pejuang yang patut diteladani,” Jelas host, dengan nada penuh lamban dan pilu. Suasana mengharu biru. Para wisudawan ikut berkaca kaca menyaksikan kemalanganku. Para hadirin yang tengah duduk dibawah panggung, Seketika berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah. Seusai wisuda, aku ingin segera pulang ke rumah untuk beristirahat. Karena kebetulan, aku sedang tidak fit semenjak ayah tiada. Pandangan ini kosong bagaikan toples yang tak berisi . Namun, tiba tiba bapak rektor mengajakku untuk turut hadir dalam sesi foto. Meskipun aku hanya diapit oleh bapak rektor kampus beserta istrinya, ini adalah pengalaman paling berharga untuk bisa bersalindia dengan mereka. Dan aku yakin, ayah dan mamak akan selalu tersenyum dan bangga kepadaku. … Selepas kepergian mamak dan ayah, kata “wafat” menjadi sesuatu yang menakutkan bagiku. Namun, hidup adalah proses kematian yang tertunda. Aku berusaha menerimanya dengan ikhlas. Berupaya menahan rindu, untuk memperoleh kembali arti cinta terhadap keluarga. Ditulis oleh : Alifna Nur Izzati Pada suatu hari di desa manasuka, hidup seorang nelayan bernama Romi. Kehidupan Romi sehari-hari hanyalah sebagai nelayan yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Romi tidak memiliki keluarga ataupun pendamping hidup. Itu dikarenakan orang-orang sekitar menganggapnya seorang yang kurang mampu, maka dari itu masyarakat setempat yang kondisinya bisa dikatakan kaya raya, sering sekali memandang rendah Romi karena kondisi ekonominya. Dengan segala kekurangan yang dimiliki Romi. Romi tidak pernah mengeluh ataupun menyesali kehidupan dia sekarang. Ia menjalani kehidupannya sendiri dengan penuh kebahagiaan walaupun kadang kala ia merasa kesepian. Dan hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama Bobby. Hanya merekalah yang tinggal di sebuah gubuk kecil yang masih beralaskan tanah dengan atap hanya menggunakan Jerami dan dinding dari anyaman kayu. Sehingga apabila hujan Romi dan anjingnya hanya bisa menumpang pada garase mobil tetangganya dikarenakan rumahnya pasti tergenang air yang masuk dari sela-sela atap rumahnya.
Di suatu pagi yang cerah, Romi bersama anjingnya Bobby bergegas untuk berlayar menangkap ikan di lautan lepas. Sesampai di perahunya Romi pun menyiapkan alat kebutuhannya, sedangkan Bobby hanya mengamati dari kejauhan. Rutinitas yang biasa mereka lakukan yakni Bobby dititipkan pada warung Bu Ijah yang dikenal baik hati dan gemar menolong Romi dalam keadaan susah. Bu Ijah sendiri sudah menganggap Romi anak kandungnya. Awal mereka bertemu secara kebetulan. Disaat Bu Ijah berduka dikarenakan anaknya telah meninggal terbawa arus laut dan tanpa sengaja Romi lah yang menemukan jasadnya. Di saat yang bersamaan Bu Ijah melihat wajah Romi mirip sekali seperti anaknya oleh karena itulah kedekatan mereka terjalin sampai sekarang. Romi pun berlayar ke tengah lautan. Beberapa jam telah berlalu namun tak ada seekoar ikan pun yang ada di jaringnya. Ia pun duduk termenung sambal bergumam “kemana semua ikan hari ini? Kenapa sangat sepi seperti hidupku, hmm” ditengah gumamannya itu ia pun tetap berusaha mencari ikan dengan pindah ke tempat lain yang lebih meluas. Ia pun mengulang untuk menebar jaringnya kembali. Lagi dan lagi ia harus menunggu dengan sabar sambil memakan bekal makan siangnya. Tak lama kemudian, dari kejauhan ia melihat seorang wanita duduk dengan tertunduk lemas di sebuah perahu yang mengapung sendirian di tengah lautan lepas. Romi pun terkejut sambil mendayung perahunya mendekat kearah perahu wanita tersebut lalu memanggilnya “Maaf nona, kenapa anda hanya sendirian disini ?”. Dengan wajah yang pucat dan tatapan yang sayu wanita itupun menjawab “tolong aku tuan” lalu wanita itu jatuh tak sadarkan diri. Melihat wanita tersebut pingsan Romi pun panik lalu memindahkan wanita tersebut ke perahunya. Kemudian bergegas kembali ke daratan dengan perasaan cemas melihat wanita tersebut tak sadarkan diri. Sesampainya di daratan, Romi mengangkat wanita tersebut lalu membawanya ke warung Bu Ijah agar diberikan pertolongan pertama. “Bu Ijahhh tolonglah wanita ini” teriaknya dengan keras. “astaga siapa wanita ini? wajahnya sangat cantik sekali, dimana kau menemukannya” kata Bu Ijah sambil menuntun Romi masuk kedalam kamar belakang warungnya untuk membaringkan wanita tersebut. Bu ijah pun mengoleskan minyak sembari memijat kepala dan tangan wanita itu dan Romi membantu memijat kakinya. Selang beberapa jam, wanita tersebut pun mendapatkan kesadarannya kembali. Melihat Bu Ijah dan Romi tertidur di samping kanan dan kirinya, ia pun tersentak sehingga membangunkan mereka. “Tenang nona anda aman disini” kata Bu Ijah. Wanita tersebut pun menjawab “siapa kalian? Dan kenapa aku bisa berada disini? Bukankah seharusnya aku berada di lautan lepas? Romi pun menjawab “Saya seorang nelayan nona, nama saya Romi dan ini Bu Ijah, pemilik warung ini. Saya menemukan nona terapung sendirian di atas perahu. Disaat bersamaan saya sedang mencari ikan lalu menghampirinya nona, dan tiba-tiba nona terjatuh lalu pingsan. Jikalau boleh saya mengetahui siapakah nama nona? Apakah nona tinggal disekitar sini? Agar saya bisa membantu untuk mencari keluarga nona. Wanita pun tertunduk sedih “Namaku Alana, sebenarnya aku sedang melarikan diri. Karena seseorang entah siapa telah menculikku. Lalu disaat mereka lengah, aku pun memberanikan diri terjun dari atas kapal mereka. Dan tak ku sangka ada kapal kosong mendekatiku yang hampir tenggelam. Lalu aku pun terombang-ambing tanpa makan dan minuman. Hanya berdoa agar seseorang yang baik dapat menemukanku. Aku tak menyangka aku ternyata masih hidup. Terima kasih banyak Romi dan Bu Ijah”. Akhirnya Alana pun diminta untuk tinggal sementara bersama Bu Ijah sampai keluarganya menemukan keberadaannya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Genap setahun Alana tinggal bersama Bu Ijah dengan perasaan bahagia dan aman. Alana sendiri sudah seperti putri kandung Bu Ijah. Begitu juga sebaliknya Alana pun menganggap Bu Ijah sebagai ibu kandungnya. Seperti hari-hari biasa, Romi pun datang bersama anjing kesayangannya Bobby untuk mencari ikan. Sesampai nya di warung Bu Ijah tanpa disadari Romi dan Alana ternyata saling memendam rasa satu sama lain. Seringnya mereka bertemu dan berbicara, membuat benih-benih cinta di antara mereka muncul yang membuat mereka merasa nyaman satu sama lain. Disisi lain Bu Ijah sendiri memiliki inisiatif untuk menjodohkan mereka. Bu Ijah pun meledek Romi sesampainya di warung “eh Romi, udah ditunggu sana, sama calon istrinya hahaha…” ledek Bu Ijah dengan tertawa lepas. “apaan si bu, jangan begitu dong “saut Romi dengan malu-malu. Romi pun menghampiri Alana yang duduk di pinggiran pantai. “ekhem, sendirian aja neng” ledek Romi. “ish apaan si kamu” saut Alana. Mereka pun duduk berdua dipinggiran pantai sambil menyiapkan peralatan untuk mencari ikan. “Al ikut mencari ikan bersamaku yuk” ajak Romi. “wah ayooo!!! sepertinya terlihat menyenangkan!” saut Alana. Mereka pun bergegas berangkat untuk mencari ikan. Sesampainya di tengah lautan, Romi memberanikan dirinya untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam dihadapan Alana. “Al, aku ingin jujur, tapi jikalau kamu keberatan tidak usah dijawab iya hehe” kata Romi dengan ragu. “ada apa Rom? Apakah kamu sedang ada masalah? Alana pun memasang wajah serius menatap Romi. “jadi begini, aku sebenarnya susah untuk menyukai wanita, tetapi saat melihatmu dan berbicara denganmu , semakin dekat semakin aku merasa nyaman denganmu. Apakah kamu mau menjadi pendamping hidupku?” dengan suara yang gugup Romi pun melamar Alana tepat di atas perahunya. Alana pun terdiam sejenak. Lalu tersenyum sambil berkata “Ini yang aku tunggu-tunggu, aku pun memiliki perasaan yang sama seperti mu. Akan tetapi apakah kamu siap menerima satu syarat agar aku bisa menjadi pendampingmu?”. Romi pun terkejut mendengar kata Alana tentang satu syarat itu. “Apa syaratnya? Aku siap melakukan apapun demi mendapatkan dirimu”kata Romi dengan tegas untuk menunjukan keseriusannya. “Sebelumnya, aku akan menunjukkan kepadamu, siapakah aku sebenarnya. Kamu adalah lelaki pertama yang tidak pernah menanyakan asal usulku dari awal kita bertemu sampai saat ini. Dan kamulah lelaki yang berhasil membuatku jatuh cinta dari ribuan lelaki yang mencoba melamarku” saut Alana dengan tatapan penuh rahasia. Romi adalah orang yang setia dan ia telah berjanji dengan dirinya dan Bu Ijah jika suatu saat nanti dia menyukai perempuan yang tidak pernah mengeluh melihat kondisinya dan menerima segala kekurangan yang dimilikinya maka ia akan melamarnya. Dia percaya bahwa garis kehidupannya akan berubah ketika ia serius menjalani hubungan tanpa penghianatan. “lantas apa yang ingin kamu katakan Al?” Romi pun menatap Alana dengan raut wajah serius. “sekarang tutup matamu, dan peganglah tanganku, janganlah kamu mengeluarkan suara sedikitpun jika telah melihat apa yang terjadi”. Jawab Alana dengan penuh keberanian. Romi pun mengikuti perintah Alana dan tanpa disangka yang dia lihat. Ternyata Alana adalah seorang putri dari kerajaan langit. Dimana dia di culik oleh seorang pangeran yang akan dijodohkan dengannya. Alana bersikeras menolak perjodohan itu. Tanpa disangka pada malam hari. Disaat Alana tertidur, dia dibekap dengan ramuan ajaib sehingga dia tak sadarkan diri. Setelah sadar Alana mendapatkan dirinya telah dibawa oleh pangeran. Dengan melakukan segala cara, Alana berhasil kabur dari jeratan pangeran. Lalu terjatuh diatas perahu kecil yang membawanya terombang-ambing di lautan. Setelah melihat semuanya itu Romi pun bertanya dengan tenang “bagaimanakah aku bisa mengembalikan dirimu?”. Alana menatap Romi dengan tatapan penuh harapan “jika kamu bisa menemukan sesuatu yang telah hilang dariku, maka secara langsung kamu akan berada dikerajaanku”. Romi pun terdiam beberapa saat. Entah darimana asalnya, dia menyadari suatu hal. “Aku telah menemukan apa yang hilang dari dirimu”. Jawab nya dengan tegas. “Ingat kesempatan menjawabmu hanya sekali saja. Jika kau salah maka duniamu akan hancur sekejap mata” kata Alana. Ternyata itulah syarat yang dia maksudkan. “Kamu telah kehilangan perasaan cinta itu sendiri. dan kepercayaan kepada seseorang. Maka ditengah lautan lepas ini aku bersumpah akan mencintaimu dan menjagamu tanpa penghiatan sedikit pun” Romi bersumpah dengan kesungguhan hati sampai angin pun berhembus dengan hebat seolah menjadi saksi kesungguhan sumpah Romi. Alana pun terpesona karena keberanian Romi yang bersumpah di hadapannya. Alana pun memeluk Romi, entah kapan dan bagaimana jalannya mereka tiba di sebuah kerajaan megah tempat putri Alana tinggal. Mereka pun hidup Bahagia dan menggelar pesta pernikahan dengan megah. Bu ijah dan Bobby anjingnya pun secara tiba-tiba telah ada dikerajaan dan turut bersuka cita atas kebahagiaan mereka. Ditulis Oleh : Komang Ayu Budi Suardini Pada suatu hari pembukaan pendaftaran murid baru di pondok pesantren di Jawa Tengah,datanglah seorang anak laki-laki yang baru saja lulus SD dari luar provinsi,dia datang bersama ibunya ,serta keluarga guru waktu kecil ibunya.Dia datang untuk menimba ilmu di tanah Jawa,anak tersebut bernama NABABAN.Nababan bersama ibunya untuk beberapa hari ini berada di pondok pesantren itu untuk menunggu keputusan sekolah apakah dia lulus atau tidak,setelah beberapa hari keluarlah hasil SKnya,dengan penyampain salam dan nasihat sespuh bilang “bagaimanapun hasilnya kita harus ikhtiar”,dan tanpa berbasabasi sesepuh pondok pesantren itu membacakan nama-nama yang lulus untuk sekolah disana,”semuaa nama pendaftar yang saya sebutkan adalah nama santri yang lulus untuk masuk pondok pesantren ini”kata yang terucap oleh sesepuh.Setelah banyak sekali nama nama yang disebutkan belum ada satu pun nama NABABAN,dan hanya tinggal 1 sisa nama yang belum disebutkan.NABABAN sangant sedih ketika namanya belum disebut,ketika itu NABABAN mengajak ibunya untuk pergi dari aula pondok pesantren,saat akan beranjak dari tempat duduknya tiba-tiba nama NABABAN tersebut dari bibir sesepuh ponpes itu,NABABAN tidak mendengar panggilan namanya dan ingin langsung pergi tapi ibunya menarik tangan NABABAN dan langsung memeluknya,tanpa berpikir panjang ibunya memberitahu anaknya dengan kata yang terengah-engah kalau dia telah lulus seleksi.
Setelah beberapa tahun di pondok pesantren,NABABAN memiliki banyak teman bernama,Roy dan Hotman yang berasal dari luar provinsi jawa juga.Hotman terkenal dengan anak yang nakal ,ketika jam istirahat Hotman mengajak teman-temanya ke sesuatu tempat,”wee kita pergi yok ada tempat bagus banget”kata Hotman,semua teman-temannya mau kecuali Nababan,”aku gak mau ikut udah capek,aku aja yang selalu di salahkan sama abah”kata Nababan,namun Hotman terus saja memaksa Nababan untuk ikut dan mau gimana lagi Nababan pasrah dan akhirnya ikut bersama mereka.Hotman di depan sebagai pemandu jalan mereka,lebih dari 7 menit tiba-tiba Hotman berhenti dan diikuti oleh semuanya,dan ternyata Hotman membawa mereka ke penginapan yang khusus untuk Nyai dan Abah pondok pesantren itu,halaman yang indah,bersih,dan siapapun kesana tidak ingin balik lagi,”nah kita sudah sampai disini, ini adalah tempat yang paling nyaman,bersih,kalian tau kan tempat ini?”tanya Hotman Semuanya mengangguk,”inikan kamarnya Nyai!!!,kamu ngapain bawa kita ke sini,kitakan sudah dilarang untuk kesini!”kata Nababan,benar kata Nababan ngapain Hotman bawa mereka kesini dia kan sudah tau kalau ini adalah salahsatu tempat yang dilarang di pondok pesantren itu.”yaa buat istirahat lah, lo ga bosen tidur di lantai aja capek tau”kata Hotman dengan entengnya,Nababan sudah sangat kesal dengan perilaku Hotman yang sangat keras kepala itu. Untung saja di saat itu Nyai dan Abah sedang pergi keluar untuk beberapa hari. Hotman mencoba untuk membuka pintu agar mereka bisa masuk,dan ternyata pintu itu tidak di kunci,wajar saja itu tempat yang dilarang dan penjagaanya ketat mana mungkin ada yang berani kesana yaa kecuali Hotman,ini pertama kali ada yang menginjakkan kakinya kesana,saat pintunya terbuka Hotman mengajak temanya untuk masuk,namun Nababan tidak mau masuk karena dia tahu kalu itu adalah salah satu tempat yang dilarang.Hotman dan yang lainya masuk ke kamar yang seperti hotel bintang lima. Saat sedang istirahat Hotman melihat ada rokok di atas meja tv rokok itu adalah milik Abah,dan pasti kalian akan menduka Hotmana akan mengambil rokok itu,yaa benar Hotmana berajak dari tempat duduknya dan mengambil rokok itu ,semua anak-anak itu menghabiskan isi rokok itu.Nababan sudah tidak bisa menahan dirinya melihat tingkah laku Hotman, tentu saja kesal dia sudah melampaui batas seorang santri.Ketika mau masuk untuk menegur Hotman dan yang lainya, tiba-tiba datang seseorang dari arah belakang Nababan dan memegang pundak Nababan, kaget? tentu saja Nababan kaget, saat menghadap belakang ternyata seorang penjaga kawasan itu ”ente ngapain disini,ente santri sini kan”kata ustadz itu,”maaf ustadz tadi Hotman yang ngajak saya kesini,saya udah melarang merekaa ke....”,”eleh kamu bisa ngeles jangan buat alasan kaya gitu,pasti juga ada yang di dalam”,kata Nababan yang langsung di potong oleh Ustadz itu.Ustadz itu tidaak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Nababan, Ustadz itu menyuruh Nababan untuk berdiri menggunakan satu kaki dan memegang kedua telinganya,lalu Ustadz itu menelpon penjaga yang bertugas ditempat itu”kalian kemana saja,kalian ditugaskan untuk menjaga kawasan ini kenapa kalian kemana-mana,cepet kalian kesini saya tidak mau tau”kata Uatadz itu dan langsung mematikan telponnya Ketika mendengar keributan di luar Hotman dan yang lainnya keluar ”ada apasi ribut-ribut”kata Hotman sambil membuka pintu,ternyata ada Ustadz di luar sana yang membuat semuanya kaget dan melihat Nababan yang sudah kecapeean.Selang beberapa menit datanglah 6 penjaga dan langsung membawa mereka berlima ke tempat penyekapan.Mereka dihukum akibat melanggar aturan pondok pesantren dan beran menggnakan rokok,mereka akan diberi hukuman ya itu dikeluarkan dari sekolah dan tidak akan diberi makan selama orang tua wali santri tidak datang menjemput mereka,sudah 2 hari mereka tidak dikasi makan,dan ketika ibunya Nababan saat itu sedang memasak untuk adek-adeknya,dia menerima telpon dari anak guru masa kecil ibunya. “Assalamualaikum wr.wb,Ummi ini saya Imam”,ya nama anak itu Imam “Waalaikumussalam wr.wb,iyaa Imam ada apa,gimana keadaan adeknya apakah baik-baik saja?”jawab ibunya Nababan “Ummi,Imam malu disini gara Nababan,dia sudah melanggar atauran sekolah dan akan di skor dengan dikeluarkan dari pondok pesantren ini” “astagfirullah,gimana bisaa!!?”tanya ibunya Nababan “dia sudah merokok jadi oleh sebab itu dia dikeluarkan,dan minta tolong ummi untuk dateng menjemput gilang” “iyaa udah kalau gitu tolong dijaga adiknya dan kasi makan,mohonn banget untuk jaga adiknyaa yaa” “gih ummi,assalamualaikum wr.wb”dan langsung menutup telponya. Wah pasti kalian kesel banget kan denger kata Imam,Nababan ngerokok yang bener aja malahan dia cium bau rokok aja ga bisa bagaimana Imam bisa bilang kaya gitu,duhh mimin aja yang buat ceritanya kesel banget.Ibu Nababan memberitahu Bapaknya Nababan dan kelihatan kalau Bapaknya Nababan maraah besar,tentu saja sudah kesulitan dengan ekonomi ditambah lagi dengan info kalau Nababan akan di keluarkan dari pondok pesantren.Imama datang ketempat penyekapan Nababan dan memeberinya 5 bungkus nasi dan air minum,setelah memberikan mereka makanan imam langsung pergi meninggalkan mereka,dengan lahab mereka menghabiskan makanan itu.Setelah makan tiba-tiba perut Nababan mulas dan ingin ke kamar mandi,sebelum itu Nababan izin dan ditemani 2 ustadz yang mengekor dibelakangnya,ya mungkin mereka mingira Nababan akan kabur,saat Nababan masuk kekamar mandi, baru saja ia menghidupkan keran air tiba-tiba 2 ustadz itu masuk dan langsung menyelupkan kepala Nababan ke dalam bak air selama kurang lebih 1 menit lamanya,Nababan sudah lemas tidak berdaya,mereka berdua meninggalkan Nababan sendirian yang sudah terbaring lemas di dalam kamar mandi,Nababan sudah tidak bisa sabar dan akhirnya dia kabur tanpa sepengetahuan orang-orang. Satu hari kemudian,Bapak Nababan pergi untuk mencari uang untuk biayanya untuk ke Jawa,iaa berkerja sebagai sumpir truk,truk itu miliknya sendiri yaa,dia kerja dari pagi sampai malam, sekitar jam 19.20 dia memesan tiket penerbangan untuk pagi ini dan ingin langsung pergi ke Jawa.setelah mandi dan lain-lain,jam 06.15 dia langsung berangkat menuju bandara Internasional Lombok.Saat pukul 07.20 Bapak Nababan berangkat menaiki pesawat terbang .Pukul 08.43 malam sampai di bandara Juanda,Surabaya,baru saja dia samapai tiba-tiba ibunya Nababan menelpon dan mengabarkan kalau Nababan sudah kabur dari podok pesantren. Bersambung... Ditulis oleh : Dinda Novita Kencana Wulan Disebuah sekolah menengah atas yang bernama SMA Taruna Negara terdapat sebuah cerita mistis yang setiap tahunnya diceritakan turun temurun oleh setiap siswa yang ada di sana. Ada sebagian siswa yang percaya bahwa cerita itu nyata dan ada juga siswa yang beranggapan itu hanyalah mitos belaka. Sejak dulu SMA Taruna Negara dikenal angker, menurut warga sekitar mereka terkadang sering melihat sosok putih yang berdiri tepat di depan pintu gerbang sekolah tersebut.
Setiap malam sekolah itu tampak suram, ditambah lagi ada dua buah pohon besar yang umurnya sudah cukup tua masih hidup tepat dihalaman sekolah itu membuat aura angker makin terasa kuat. Sebenarnya sekolah itu dibangun berada di tengah keramaian kota, tetapi itu tidak menghilangkan kesan angker disekolah tersebut. Jalan raya itu masih terlihat sangat ramai pada pukul tujuh malam sampai jam sembilan malam, kalau sudah lewat jam sembilan malam hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Masyarakat sekitar takut lewat jalan tersebut karena sering melihat penampakan ketika melewati jalan tepat di SMA Taruna Negara. Dipagi harinya semua siswa tidak berani berangkat sekolah terlalu pagi, karena mereka tau kalau sekolah itu angker. Guru mengizinkan murid-muridnya untuk berangkat ke sekolah pukul tujuh pagi karena jam segitu matahari sudah cukup untuk menyinari area sekolah. Para guru merasa khawatir kalau siswanya berangkat ke sekolah terlalu pagi ia akan melihat makhluk astral mengguncang mental mereka. Semua makhluk astral yang menempati SMA Taruna Negara dianggap jahat karena mereka sering merasuki siswa yang sering melamun ataupun pergi ke sekolah saat sekolah masih sepi. Suatu pagi Dania berangkat pukul 06.15 WIB dan jam segitu di SMA belum ada satu orangpun datang ke sana. Bahkan satpam yang seharusnya datang lebih awal ini malah datang nya sudah agak rame warga beraktivitas. Dania ini siswi kelas 12 di SMA Taruna Negara pastinya ia sudah banyak mendengar cerita-cerita horor yang ada di sekolahnya. Sebenarnya ia sendiri takut datang ke SMA jam segitu tapi mau gimana lagi dia menjadi ketua event pelaksanaan festival seni di sekolahnya, jadi mau tidak mau ia harus datang pagi-pagi buta untuk mempersiapkan peralatan yang digunakan saat festival nantinya. "Gila nih sekolah tampang nya makin nyeremin banget, padahal dah jam enam lewat kenapa hawanya kek masih malem ya?" Gumam Dania seraya menelan ludah karena rasa takut itu gak bisa dihindarkan. "Mana masih gue sendiri disini, emang bener-bener minta di hajar tuh anak-anak kemarin ngajak berangkat pagi eh sampai sini masih sendirian". Dania menggerutu gak karuan melihat tim yang ia pimpin pada gak kompak. "Mau putar balik rumah gue jauh yang ada nanti pada ngomel gak jelas pas kau telat, klo di sini aja gue merinding si satpam mana belum datang lagi, dan mau ke warung rasanya gak etis kalau cwe pagi-pagi udah mangkal di warung." Dania kayak orang gak waras karena ngomong sendiri melihat situasi yang ia hadapi sekarang. Alhasil ia melakukan video call dengan salah satu temannya dengan harapan agar temanya cepat datang ke sekolah. "Oi Aira" Ucap Dania. Saat itu Aira mengangkat telpon Dania masih setengah sadar sepertinya nyawanya belum sepenuhnya berada di tubuh Aira. "Buruan bangun, mandi, terus cepat datang ke sini" ujar Dania seraya melihat Aira masih membaringkan kepalanya di bantal. "Ngapain ke rumah lu wahai Dania, biasanya kan lu berangkat sendiri tumben nyuruh gue datang ke rumah lu". Jawab Aira ngelantur karena saat mengangkat panggilan video dari Dania wajah Aira tak menatap layar ponsel melainkan menghadap ke bantal. "Tuh muka bisa gak sih diangkat ke atas dikit". Dania heran melihat kelakuan Aira "gue dah sampai di SMA nih" lanjut Dania. Sontak Aira langsung terbelalak melihat ke layar hpnya untuk memastikan keberadaan Dania saat ini. "Ngapain lu jam segini dah sampai SMA tau sendiri tuh SMA angkernya minta ampun" kini Aira yang terkejut melihat kerandoman temannya itu. "Kan lu wakil ketua pelaksana event jadi harus gercep datang ke sini, kemarin kan udah sepakat kalau kita berangkat masih pagi". Dania menagih janji yang diucapkan oleh teman-temannya di hari sebelumnya. "Iya sih berangkat pagi tapi tunggu pintu gerbang buka kali, ini kan pak Yanto belum bukain gerbang". Aira membela dirinya karena ekspetasi Aira dan Dania berbeda. "Udah gak usah banyak omong sekarang kamu cepetan mandi lalu berangkat sekolah, disini sepi jadi merinding gue". Dania terus membujuk Aira agar segera menemani nya di SMA. Setelah menunggu dua puluh menit di depan SMA sendirian akhirnya pak Yanto datang juga membawa kunci gerbang, hati Dania sedikit lega akhirnya setelah menunggu sambil uji nyali di SMA satpam sekolah datang dan menemani dirinya. Dania langsung berpesan ke pak Yanto kalau gerbang sekolah di buka nanti saja karena ia belum berani pergi ke kelas sendirian. Sepuluh menit kemudian setelah kedatangan pak Yanto akhirnya Aira datang juga ke SMA dan langsung saja Dania memperbolehkan pak Yanto untuk membuka pintu gerbang karena mereka berdua harus segera bergegas menyiapkan alat-alat untuk festival nanti. Dua orang berada di sekolah yang cukup besar namun horor ini cukup membuat nyali Dania dan Aira teruji, selama berjalan melewati koridor sekolah menuju ruang seni kaki mereka berdua gemetaran rasanya di sekolah itu seperti mencekam suasananya. Dan setelah penantian cukup panjang berjalan melewati kelas-kelas yang masih kosong akhirnya mereka berdua sampai di ruang seni tempat mereka menyimpan barang-barang yang akan dipamerkan. Namun tepat berada di depan ruang seni Aira seketika mematung melihat ruang seni saat ini. "Nia, lu liat sesuatu gak dilemari tempat penyimpanan miniatur rumah?" Ucap Aira dengan raut datar karena lemari tersebut terbuat dari kaca otomatis semua yang diletakkan disana akan terlihat dari luar. "Apa sih? Palingan ya miniatur miniatur rumah yang berjajar rapi" jawab Dania tak memperhatikan lemari yang dimaksud Aira karena ia tengah sibuk membuka kunci pintu ruang seni. "Liat aja dulu ke arah sana gak usah dibuka tuh pintu" Aira refleks mengarahkan kepala Dania ke lemari yang dimaksud. "Eh jambu itu....?" Dania sontak terkejut dan gak sanggup melanjutkan kata-katanya. "Itu setan tolol bukan jambu". Ujar Aira masih mematung di tempat. "Oke dalam hitungan ke tiga kita harus lari dari sini." Ucap Aira sambil menggandeng tangan Dania. Tanpa pikir panjang Aira langsung menarik tangan Dania dan mengajak nya keluar dari sana, dalam keadaan panik mereka berdua harus melewati lorong-lorong mengerikan di sekolah itu walaupun hampir jam tujuh pagi belum ada siswa yang datang lagi. Sebisa mungkin mereka harus keluar dari sana meskipun kaki rasanya lemas, sementara Dania masih shock dengan apa yang ia lihat barusan karena seumur hidup baru melihat makhluk halus. Mereka berdua trauma ke ruang seni akibat kejadian tadi alhasil pas festival akan dimulai dan semua Siswa, guru dan orang-orang sudah datang ke SMA Dania dan Aira masih trauma pergi ke ruang seni mereka terpaksa menyuruh anggota lain untuk mempersiapkan hal-hal yang diperlukan selama festival. Dan ini bukan kali pertama siswa mengalami trauma di sekolah tersebut dan banyak sekali siswa yang melihat hantu penghuni sekolah. Ini menjadi evaluasi untuk semua guru karena ditahun ajaran sebelumnya banyak sekali siswa yang dirasuki makhluk astral penunggu sekolah, dan tak tanggung-tanggung setiap harinya ada lebih dari sepuluh orang dirasuki oleh makhluk tak kasat mata itu membuat pihak guru kuwalahan menanganinya. Ada beberapa pihak wali murid tidak nyaman anaknya bersekolah di SMA Taruna Negara karena sering sekali mengalami hal-hal yang diluar dugaan. Banyak cerita yang beredar kalau SMA Taruna Negara itu dihuni oleh beberapa makhluk astral diantaranya adalah Kuntilanak, sundel bolong, hantu penari tradisional, dan yang paling populer adalah Pocong. Karena ada beberapa siswa diteror oleh hantu pocong saat dikamar mandi, hantu tersebut kerap menampakkan dirinya dipantulan cermin kamar mandi, bahkan ada siswa yang melihat Pocong berdiri didepan matanya. Seketika siswa-siswa tersebut sering takut ketika berada dikamar mandi sendirian. Tak hanya dikamar mandi saja hantu pocong itu terkadang juga menampakkan dirinya ketika sekolah masih sepi, ada beberapa anak yang saat itu kebetulan berangkat ke sekolah masih sangat pagi dan mereka tak sengaja melihat ada yang melompat lompat dilorong kelas dan menghampiri mereka. Seketika siswa-siswa itu tidak dapat beranjak ke tempat lain, entah mengapa mulutnya sulit untuk berteriak, mereka juga tidak bisa memejamkan matanya, keringat dingin juga ikut keluar dari tubuh mereka dan keesokan harinya anak-anak itu demam karena kaget melihat makhluk yang cukup terkenal disekolah mereka, untungnya mereka tidak kerasukan makhluk astral tersebut. Tidak hanya para siswa yang diganggu oleh pocong penghuni sekolah, seorang satpam yang bertugas menjaga keamanan siswa juga sempat ganggu oleh pocong tersebut ketika dirinya pergi ke sekolah terlalu pagi. Dan juga seorang penjaga kebersihan juga sempat diteror oleh hantu tersebut karena ia dianggap telah menebang pohon yang katanya pohon tersebut salah satu tempat tinggal hantu pocong. Pihak sekolah telah berupaya semaksimal mungkin agar makhluk-makhluk astral tersebut tidak mengganggu semua orang yang berada disekolah tersebut dengan cara melakukan doa bersama. Walaupun masih ada siswa yang mengalami gangguan dari hantu-hantu itu tapi setelah sering melakukan doa bersama gangguan dari makhluk astral sedikit berkurang. Ditulis oleh : Lisa Riyani, DII Batch 4 Provinsi Jambi Namaku adalah Mentari, anak dari seorang pedagang kue dan seorang buruh yang
mempunyai kehidupan sederhana. Dulu, aku adalah seorang anak yang dilahirkan dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuaku. Semua keinginanku selalu terpenuhi, dan aku juga selalu berpikir bahwa aku adalah seorang anak yang paling bahagia di dunia ini. Akan tetapi, semua anggapan itu salah. Ketika aku berusia 8 tahun, hari - hari yang telah aku lalui hanya untuk menyaksikan pertengkaran kedua orang tuaku saja. Hingga akhirnya, mereka berpisah dan tidak tinggal serumah lagi, perpisahan ini membuat aku hanya tinggal bersama ibuku saja. Aku mempunyai sahabat bernama Sarah. Dia baik, manis, cantik, dan pintar. Dia adalah sahabat terbaik bagiku, karena dia selalu ada disampingku dalam keadaan suka maupun duka. Sarah adalah teman yang pertama kali tahu bahwa orang tuaku telah berpisah. Jika ada waktu luang, kami berdua saling menyempatkan diri untuk bertemu dan berbagi cerita hidup kami masing-masing, di taman dekat rumahnya. Kemarin, ketika kami sedang duduk di taman, tidak tahu kenapa tiba-tiba aku melontarkan pertanyaan padanya, “Mengapa kedua orang tuaku berpisah, apakah mereka tidak menyayangiku lagi?”. Dengan senyuman penuh makna yang terpancar di wajahnya, ia pun menjawab, “Bukan seperti itu Mentari, orang tuamu sangat menyayangimu, bahkan mereka tidak ingin membuatmu bersedih. Tapi, jalan yang terbaik untuk saat ini adalah mereka harus berpisah, karena sudah tidak ada kecocokan lagi diantara mereka berdua”. Pada suatu hari, aku duduk di depan rumahku, aku mulai berpikir lagi, “Apakah mereka tidak pernah memikirkanku saat ingin berpisah, dan apakah mereka tidak menginginkan kebahagiaanku?”. Lalu, aku teringat dengan perkataan sahabatku, bahwa orang tuaku berpisah karena sudah tidak ada kecocokan lagi di antara mereka. Ketika mengingat semua itu, didalam hatiku saat ini hanya ada rasa gundah dan gelisah yang berselimuti tangisan akibat perpisahan ini. Aku adalah seorang anak yang selalu tertawa gembira tanpa ada seorang pun yang tahu betapa rapuhnya aku, karena masalah kedua orang tuaku itu. Disetiap hariku hanya tetes demi tetes air mata saja yang terus mengalir. Kemarin, waktu aku sedang duduk di depan rumahku, tiba-tiba saja ibu datang menghampiriku sambil bertanya, “Sayang, mengapa kamu menangis?”. Aku pun langsung menjawab pertanyaannya, “Ibu, aku menangis karena aku tidak ingin melihat ayah dan ibu berpisah, aku ingin kita berkumpul seperti dulu lagi bu.” ”Nak, sekarang semuanya telah berubah, kami tidak dapat bersama lagi karena sudah tidak ada kecocokan diantara kami” seru Ibuku. Ternyata, yang dikatakan ibuku sama dengan apa yang dikatakan oleh sahabatku, jika sudah seperti itu tidak ada lagi yang dapat kulakukan, kecuali menerimanya dengan lapang dada. Diujung pembicaraan, ibu meminta sesuatu padaku. “Nak, ibu sangat beharap semoga kamu mengerti dengan semua yang telah kami putuskan dalam keluarga ini”. “Baikah ibu, aku akan melakukan semua itu asalkan kalian bahagia” jawabku dengan wajah tersenyum. Sudah beberapa bulan lamanya saat perpisahan itu terjadi, ayah tak pernah mengunjungiku. Aku sangat sedih sekali dan aku berdoa kepada Allah Swt. agar aku dapat dipertemukan lagi dengan ayahku. Setelah 6 bulan kemudian ayah datang menemuiku, sungguh bahagianya diri ini tak ada satu kata pun yang dapat terucapkan. Ketika melihat senyumannya yang memberi warna pada hidupku terpancar, aku langsung memeluknya bahkan mencium keningnya sambil mengatakan, “Ayah, ke mana saja ayah selama ini? apakah ayah tidak merindukan dan menyayangiku lagi?” tanyaku dengan air mata yang berlinang. “Bukannya ayah tidak menyayangi dan merindukanmu, hanya saja ayah tidak ingin membuatmu besedih dengan kedatangan ayah, karena kami telah berpisah” jawab ayahku dengan penuh makna dibenaknya. Lama-lama aku mulai terbiasa dengan kehidupan baruku ini, walaupun mereka berpisah tapi hidupku telah bersinar kembali dengan dipenuhi kebahagiaan, tanpa menyadarinya aku telah berusia 12 tahun dan aku telah duduk di Kelas 1 SMP. Di Sekolah, nilai-nilai yang kudapatkan selalu bagus dan aku selalu mendapatkan juara 1 di Kelas, bahkan juara umum di Sekolah. Aku juga sering mengikuti lomba–lomba hingga mendapatkan penghargaan sebagai murid terbaik di Sekolah. Orang tuaku pun sangat bangga dengan semua prestasi yang telah aku dapatkan. Ketika aku lulus SMP, ayah dan ibuku selalu berkata untuk selalu meningkatkan prestasi agar aku mampu menggapai mimpiku, dan mereka juga sering berkata doa dan restu mereka akan selalu menyertaiku dimanapun aku berada. Cita-citaku adalah menjadi seorang dokter yang baik hati dan tidak sombong kepada orang-orang yang membutuhkanku. Aku pernah merasa tidak ingin menggapai cita-citaku itu, karena keadaan ekonomi orang tuaku tidak memadai, aku sadar untuk menjadi seorang dokter itu membutuhkan biaya yang sangat mahal, sedangkan orang tuaku tidak mempunyai dana yang cukup untuk menjadikanku seorang dokter. Namun, setelah aku berpikir kembali, untuk menggapai cita-cita itu tidak tergantung hanya pada uang saja, tapi juga tergantung pada kemauan yang kuat untuk meraihnya dan juga semangat belajar yang tak pernah lekang oleh waktu. Dengan semua itulah aku yakin, suatu saat nanti aku akan dapat mewujudkan cita-citaku, salah satunya dengan mendapatkan beasiswa. Seiring berjalannya waktu, kini aku telah menduduki kelas 1 SMA, aku berharap prestasiku kedepannya lebih meningkat. Di sekolah baru ini, aku mempunyai banyak teman yang sangat baik dan selalu mendukungku dalam melakukan hal-hal yang bersifat positif, merekalah yang selalu membantuku untuk menjadi lebih baik dalam pendidikanku. Di Kelas, aku mempunyai dua teman yang sangat dekat denganku, yaitu Rizky dan Syiva. Rizky adalah teman laki- lakiku yang sangat baik dan tampan, sedangkan syiva adalah teman perempuanku yang sangat manis dan ceria. Kemana-mana kami selalu bersama, baik di Kantin, Kelas, ataupun sebagainya. Selama aku duduk di kelas 1 SMA, aku juga selalu mendapatkan nilai-nilai yang sangat bagus. (2 Tahun Kemudian) 2 tahun telah berlalu, perasaan baru kemarin aku duduk di kelas 2. Akan tetapi, hari ini sudah tiba saatnya untuk aku melihat hasil ujian yang ternyata hasilnya sangat memuaskan dan ditambah lagi aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu Universitas Kedokteran yang sangat terkenal di Luar Kota, semua itu adalah hal yang tak pernah terduga olehku. Bayangkan saja, ini sungguh luar biasa. Dengan langkah penuh kesenangan aku menuju ke Rumah untuk memberitahu ibu tentang kabar bahagia ini, ketika sampai di rumah aku langsung mencium dan memeluk ibu dengan rasa senang sambil mengatakan, “Ibu, aku ingin menyampaikan sesuatu yang membuat ibu bangga kepadaku”. “Apa itu, nak?” tanya ibuku. “Ibu, apakah ibu tahu yang dulu kuharapkan kini akan menjadi kenyataan bu. Aku akan pergi melanjutkan pendidikanku ke salah satu Universitas Kedokteran yang berada di Jakarta, karena aku mendapatkan beasiswa untuk semua itu” jawabku dengan nada gembira. Ibuku sangat senang ketika mendengarkan kabar bahagia ini, “Alhamdulillah anakku, kau sangat membuatku bangga, semoga saja kau menjadi dokter yang dapat menolong semua orang, nak”. Gumam ibuku dengan nada gembira. “Ia bu, ini semua juga berkat doa yang ibu pinta kepada Allah Swt. dan semoga harapan ibu dapat dikabulkan”. “Aamiin, apakah kau sudah menelpon ayahmu? kalau belum cepatlah kau menelponnya dan memberitahukannya tentang kabar gembira ini” ujar Ibu. “Belum. Baiklah bu, aku akan menelponnya” jawabku. Aku segera mengambil handphone yang berada di dalam tasku, dan langsung menelpon ayah. “Halo ayah, ayah apa kabar? dan lagi dimana?” “ Halo nak, ayah baik-baik saja kok. Ayah sedang ada dirumah, ada apa?” “ Bisakah ayah datang ke rumah? ada yang ingin aku sampaikan pada ayah.” “Tentu saja, sebentar lagi Ayah akan datang.” jawab Ayahku dengan penasaran. (Brumnn-brummmzzzzz) Suara motor ayahku yang terdengar dari kejauhan, membuat aku tak sabar ingin memberitahukan berita bahagia ini padanya. “Tok tok tok” terdengar suara ketukan pintu. Aku segera membukakan pintu dan langsung menyalami tangannya. “Silahkan masuk ayah,” seruku menuju ke sofa. “Ada apa, nak? kelihatannya kau sangat bahagia sekali, sampai-sampai kau menyuruh ayah untuk cepat-cepat datang kerumah mu ini”. “Ayah, bagaimana aku tidak gembira jika sebentar lagi impianku menjadi seorang dokter akan segera tercapai, karena aku mendapatkan beasiswa di salah satu Universitas Kedokteran yang berada diluar Kota”. “Alhamdulillah nak, aku sangat bangga padamu. Apakah kau tahu, sungguh bahagianya hati ayah mendengar berita yang tak terduga ini, kau sangat membuat kami bangga” seru ayahku dengan wajah penuh senyuman. Aku terdiam sejenak, karena dibalik kabar gembira ini ada kabar yang kurang baik, ini adalah kabar yang sangat membuat aku sedih. “Nak, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya ayah. “Tapi, Ayah. Jika aku mau ke Luar Kota aku harus tega meninggalkan ayah dan ibu, ini adalah keputusan yang sangat berat bagiku”. “Nak, kau tidak usah memikirkan kami, lanjutkan saja pendidikanmu kesana, karena itu impianmu dan salah satu hal yang membuat kami bahagia” ujar ayah. “Baiklah ayah, aku mempunyai sebuah permintaan. Ketika aku tidak berada di samping kalian untuk sementara waktu nanti, apakah kalian mau bersama kembali demi diriku ini?”. Setelah mendengar permintaanku, Ayah terdiam sejenak, mungkin ia sedang memikirkannya. Beberapa jam kemudian setelah mempertimbangkan beberapa hal, ayahku menjawab, “Jika itu yang kau inginkan, Ayah akan melakukannya. Tapi, tanyakan terlebih dahulu pada ibumu.” Tak lama setelah aku selesai berbincang dengan ayahku, ibu menghampiri kami dengan membawa secangkir kopi untuk ayah. Tanpa memperpanjang waktu, aku langsung menyampaikan keinginanku kepada ibu. “Ibu, apakah ibu mau bersatu kembali dengan Ayah seperti dulu lagi demi aku?” (tiba-tiba, ibu juga terdiam sejenak seperti ayah tadi). “Nak, apa yang kau katakana ini? Mana mungkin kami bisa bersatu kembali”. Aku mulai bersedih ketika mendengar perkataan yang telah dilontarkan oleh ibu tadi. Tapi, untung saja ayahku mengerti apa yang aku minta dan dialah yang menjelaskannya pada ibuku, hingga akhirnya ibu setuju dengan keputusan ini. “Sebenarnya ini keputusan yang sangat berat anakku. Tapi, demi kebahagiaanmu ibu rela melakukan semua yang kau inginkan.” “Kalau begitu kalian sudah setuju dengan apa yang kuminta?” “Ia tentu saja, asalkan kau bahagia selalu Mentari” ujar kedua orang tuaku. (6 bulan kemudian) Ayah dan ibuku menikah kembali, sungguh senangya hati ini. Tak ada satu kata pun yang dapat terucap, hanya doa yang dapat kuminta pada Allah Swt. atas nikmat yang telah ia berikan. Semoga saja tak ada yang dapat memisahkan mereka lagi, itulah harapanku. Hari demi hari silih berganti kembali, hingga tibalah saatnya untuk aku pergi meniggalkan kedua orang tuaku, karena aku ingin melanjutkan pendidikanku kejenjang yang lebih tinggi lagi. “Apakah semua barangmu sudah dipersiapkan anakku?” “Sudah, bu” “Bu, aku akan meninggalkan ibu dan ayah. Kuharap kalian baik-baik saja selama aku tak berada di sisi kalian, dan aku juga akan selalu memberikan kabar kepada ibu dan ayah agar kalian tidak khawatir terhadap diriku,” ujarku di rumah. Ayah dan ibu langsung memelukku dan segera mengantarkanku ke Bandara. Ketika tiba disana, aku langsung memeluk mereka lagi dan berkata, “Ibu, ayah. Aku meminta doa & restu pada kalian agar aku selalu mendapatkan kebahagiaan, kesehatan, dan kesuksessan,” pintaku pada mereka dengan air mata yang berlinang, sembari mengenggam tangan mereka. “Tentu saja nak, doa kami akan selalu menyertaimu,” ucap ayah sambil memeluk aku dan ibu. Dengan berat hati mereka pun melepaskan pelukan dan genggaman tanganku dan berharap aku sukses. Dengan berat hati juga seperti mereka, aku langsung berlari menuju pesawat dan memasukinya dengan melambaikan tangan pada mereka. Beberapa jam kemudian, pesawatku mendarat di Kota tujuanku. Lalu, aku pun turun dari pesawat dan langsung pergi menaiki taksi menuju Universitas yang kuinginkan, yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Sesampainya aku disana, aku langsung mengabari kedua orang tuaku agar mereka tidak khawatir padaku. Disini, aku mendapatkan tempat penginapan dan fasilitas yang sangat bagus dan lengkap, sehingga aku tak memiliki kekurangan apapun dalam belajar. (4 Tahun Kemudian) Tak terasa sudah 4 tahun aku menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran ini. Perasaan baru kemarin deh aku ke datang kesini. Aku sangat bahagia, karena aku mendapatkan IPK tertinggi di Universitas ini, dan aku juga langsung mendapatkan tawaran menjadi dokter di kota kelahiranku. Bayangkan saja, betapa bahagianya orang tuaku ketika mengetahui berita ini. Hari ini adalah hari dimana aku akan menjalankan wisuda. Kemarin, sebelum aku menjalankan wisuda, aku mengabari kedua orang tuaku yang berada di kota kelahiranku untuk menghadiri wisudaku disini. Wah, sungguh bahagianya hati ini, disaat aku wisuda orang tuaku sudah bersatu kembali dan menemaniku di hari bahagia ini. Terima kasih ku ucapkan padamu ya Allah, karena kau telah mengabulkan doaku untuk menggapai mimpi indahku menjadi seorang dokter dan memperjuangkan keluargaku untuk bersatu kembali selamanya. Ditulis Oleh : Ayu Suryaningsih, DII Batch 4 Provinsi Kepulauan Riau |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |