Suatu hari ada seorang pria yang menemukan seekor calon kupu-kupu yang terkurung dalam kepompong. Pada dinding kepompong terdapat lubang kecil. Dalam berapa jam pria tersebut mengamati sang calon kupu-kupu yang sedang berjuang keras untuk bisa keluar dari kepompong. Sayang, usaha binatang kecil itu tak juga membuahkan hasil. Akhirnya pemuda tersebut berusaha membantunya. Dia ambil sebuah gunting dan mulai memperlebar lubang kepompong itu. Kupu-kupu tersebut pun keluar dengan mudahnya.
Namun, apa yang terjadi? tubuh buku-buku tersebut menjadi gembung. Sayap-sayapnya pun mengaruh tak bertenaga. Pemuda tersebut tetap mengamatinya sambil berharap bahwa seiring berjalannya waktu, sayap itu akan mekar dan melebar sehingga kuat untuk mengangkat tubuhnya untuk terbang. Akan tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengerut. Dia tidak bisa terbang selamanya dan mati. Rupanya hikmah adanya dinding kepompong yang sulit ditembus dan perjuangan keras yang harus dilakukan kupu-kupu untuk keluar melewati lubang, kecil itu adalah cara Allah memakai cairan tubuh kupu-kupu mengalir ke dalam sayap-sayapnya sedemikian rupa sehingga dia akan siap terbang begitu bebas dari penjara kepompong. Dari kisah di atas, kita dapat belajar bahwa Allah tidak akan memberikan kita cobaan tanpa ada tujuannya. Seperti kupu-kupu yang hendak keluar dari kepompong. Allah memberikan kesulitan berupa lubang keluar yang kecil agar kupu-kupu mampu memperkuat sayapnya untuk ia gunakan terbang. Begitu pula saat Allah berikan hambatan, masalah, maupun cobaan hidup. Itulah cara Allah memaksa agar kita lebih kuat dalam mengarungi samudra kehidupan yang keras dan panjang. Agar siap menjadi yang terbaik, agar mampu menjadi orang yang bermanfaat, dan menjadi lebih terhormat seperti kupu-kupu yang indah dan bermanfaat bagi penyerbukan bunga. BIODATA PENULIS Muhammad Syahrullah. Sr, Duta Inspirasi Provinsi Sulawesi Selatan. lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Quotes, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr Makassar, 14 Februari 2022
0 Comments
Beberapa daerah di Indonesia ini Masapi (ikan sidat), hanyalah dianggap. sebagai salah satu jenis ikan tawar, hanya mempunyai keistimewaan karena lezat rasanya. Untuk melukiskan bagaimana lezatnya masapi ini, apabila dibakar, maka api yang membara akan menjadi padam dikarenakan minyak/lemak masapi itu meleleh.
Untuk membakar ikan semacam ini, mempunyai cara dan teknik tersendiri. Orang yang bisa membakar hanyalah orang-orang yang sering menangkapnya yaitu orang yang berdiam di sekitar sungai bahagian hulu, dimana Masapi. ini banyak dan sering hidup berkembang biak. Di daerah Sulawesi Selatan Masapi ini mempunyai .kissah tersendiri karena dianggap sebagai ikan sakti. Suatu contoh ialah apa yang terdapat di suatu desa yang bernama Bejo, Daerah Tingkat II Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Di daerah ini mengalir sebuah sungai yang bernama Sungai Apareng. Di hulu Sungai Apareng ini pada bahagian yang banyak batu besar dan airnya mengalir deras, berpuluh ekor Masapi hidup dengan amannya, jangankan ditangkap diganggu sedikit pun tidak ada yang berani karena dianggap keramat dan sakti. Pada saat-saat tertentu banyak orang berkunjung ke tempat itu untuk melepaskan nazar, karena berhasilnya usaha, baik sebagai petani maupun sebagai pedagang begitu pula keberhasilannya dibidang laiinnya. Keberhasilan itu antara lain terkabul cita-citanya untuk memperoleh anak, terkabul cita-citanya mempersunting si dia atau cita-cita lainnya. Adapun riwayatnya sehingga tempat ini "B E J O" (Sungai Apareng) menjadi tempat untuk melepaskan nazar, pada mulanya disebutkan kisahnya sebagai berikut : Kira-kira pada abad XVI ; ada seorang panglima perang kerajaan BULO-BULO, sekarang termasuk Wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Panglima ini panggilan sehari-harinya disebut "Puang Lompo", yang tidak mempunyai anak barang seorangpun walau telah bertahun-tahun lamanya kawin. Pada suatu hari ia diperintahkan oleh Raja Bulo-Bulo untuk memimpin pasukan dalam perang melawan Kerajaan Toraja. Dalam perjalanannya bersama pasukannya, ia singgah di desa Bejo di tepi Sungai Apareng. Ketika itu Puang Lompo berdiri di atas sebuah batu, yang ada di tengah sungai itu. Pada saat itu ia menyaksikan banyak ikan masapi berkeliaran di sekitar batu tempatnya berdiri itu. Beberapa diantara ikan Masapi itu memoncongkan mulutnya seakan-akan minta untuk disuapi. Seketika itu juga sang Panglima bernazar: "Kalau saya kembali dari medan perang dengan selamat, dan memperoleh anak sebagai penyambung keturunanku, saya akan kembali kemari menyuap ikan-ikan Masapi di Bejo ini. Begitu pula anak saya yang sulung saya akan menamakan Bejo'', sesuai dengan nama desa ini. Setelah selesai mengucapkan nazar ini, Puang Lompo bersama pasukannya, melanjutkan perjalanannya menuju sasaran semula. Nasib baik yang mengiringinya, karena semua musuh yang dihadapinya dengan mudah dikalahkan. Beberapa kampung dan desa telah ditaklukkan dan akhirnya pulang kembali kepada Raja Bulo-bulo untuk melaporkan hasil penyerbuannya yang gemilang. Kedatangannya disambut dengan meriah serta dielu-elukan, sebagai pahlawan yang menang perang. Keberaniannya dipuji ketangkasannya dikagumi tepat nian kedudukannya sebagai seorang Panglima perang. Puang Lompo di dalam melancarkan penyerbuan itu setelah bernazar di kali Apareng, ia merasakan ada sesuatu kekuatan gaib yang selalu mengiringinya. Ia meyakini bahwa pertemuannya dan nazarnya pada Masapi di Bejo itulah yang memberikan kekuatan gaib yang selalu menyertainya dalam penyerbuannya. Begitulah setelah pasukan yang dipimpinnya telah kembali tenteram dilingkungan hidup sanak keluarganya, serta kesibukan lain sudah selesai, Puang Lompo sekeluarga berkunjung ke Bejo tempat Masapi berada untuk melepaskan nazarnya yang telah diucapkan dahulu. Pada waktu itu tidak ketinggalan si Bejo anaknya yang sulung yang baru berusia beberapa bulan, karena termasuk dalam katan nazar itu dulu. Pada saat sekarang ini sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa setiap orang yang bernazar dan telah tercapai cita-citanya, datang untuk melepaskan nazarnya itu ialah menyuapi Masapi di Bejo. Untuk memimpin upacara dalam melepaskan nazar ini, ialah seorang petugas yang dijabat oleh suatu keluarga turun temurun. Petugas ini yang dipanggil Penati membawa makanan yang terdiri dari telur yang dimasak, ayam goreng dan nasi ketan hitam dan putih, sambil menepuk-nepuk air di pinggir Kali Apareng, maka berpuluh ekor Masapi yang panjang dan besar datang mengulurkan moncongnya. Pada saat itu orang yang akan 'melepaskan nazarnya dipersilahkan oleh Penati untuk menyuapi Masapi yang jinak-jinak ini. Masapi berpestapora dan setelah kenyang mereka mundur satu persatu dan menghilang masuk keliang batu yang ada disepanjang tepi sungai Apareng, Upacara pelepasan nazar ini bukan berakhir hanya sampai disini, melainkan dilanjutkan dengan makan bersama sambil mandi bersukaria di Kali Apareng, semua pengunjung disuguhi makanan yang tentunya makanan yang serba enak. Satu pantangan bahwa orang yang mandi itu tidak boleh membuang air di kali ini, begitu pula bahwa mereka tidak boleh mandi di atas tempat Masapi itu berdiam. Bukan hanya makanan yang diperoleh setiap yang hadir di tempat itu melainkan sering pula mereka memperoleh sedekah wang dari orang yang melepaskan nazar itu. Karena orang yang tinggal di sekitar tempat itu umumnya rakyat miskin, maka upacara pelepasan nazar ini merupakan saat berbahagia disamping karena dapat makan yang enak juga mereka memperoleh sedekah wang. Pada saat serupa ini para petani yang berdiam di sekitar tempat ini merupakan pula masa bahagia yang tersendiri. Mereka menjajakan hasil kebunnya buah-buahan, sayur-sayuran begitu pula hasil kebun lainnya. Mereka tidak usah bersusah payah untuk mengantarnya ke kota yang cukup jauh itu. Para pengunjung terutama yang datang dari kota tentunya akan membawa pulang oleh-oleh. Kebetulan pula semua jualan ini harganya sedikit lebih murah dari yang ada di pasar kotanya. Demikianlah sekilas lintas ceritra Masapi di Bejo yang sering dikunjungi orang untuk melepaskan nazarnya. BIODATA PENULIS Muhammad Syahrullah. Sr, Duta Inspirasi Provinsi Sulawesi Selatan. lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Quotes, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr Makassar, 14 Februari 2022 "Ra, lo jangan sembarang dong ambil kain-kain di rumah ini, nanti kita dibilang nyuri lagi terus kita diusir malam-malam gini. Kan nggak seru," seruku pada Dera yang baru saja duduk di tepi kasur sembari membawa selendang yang baru saja diambilnya dari dalam lemari pemilik rumah ini.
Keningku berkerut saat Dera justru tertawa terbahak. "Gue cuma pinjem, Na. Cuma mau buat foto aja. Liat deh bagus banget, ih," jawab Dera mengibas-ibaskan selendang itu ke udara. "Ya udah tapi jangan sampai robek dan kalau udah selesai balikin lagi ke tempatnya. Tapi lo emang nggak ngantuk, Ra? Ini udah hampir jam sepuluh," cecar Jingga seraya menatap jam di pergelangan tangannya. "Gue belum ngantuk, kalau kalian mau tidur, tidur aja dulu." Aku menghembus napas kasar mendengar jawaban dari Dera. Gadis itu adalah salah satu sahabatku yang begitu menyebalkan. "Kalau gitu gue sama Jingga tidur duluan, ya." Dera memberi anggukan kepala. Aku dan Jingga segera membaringkan tubuh kami dan bersiap untuk tidur. Kita butuh banyak tenaga untuk melanjutkan perjalanan di hari esok. Perjalanan untuk mengunjungi air terjun di tengah hutan. Jika bukan karena untuk laporan tugas kuliah, kami pun tidak akan pergi mencari dan mengunjungi air terjun itu. "Selamat tidur," kata Jingga yang kemudian menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Aku terus mencoba memejamkan mataku, entah kenapa tiba-tiba rasa kantukku menjadi hilang. Aku berdecak dibalik selimut. Sekali lagi aku coba menutup rapat mataku. "Aaa ... Rat-na, Jing-ga, to-long." Suara teriakan itu membuat aku dengan spontan menyibakkan selimut. Keningku berkerut serta mulutku menganga karena tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Karena bingung aku segera membangunkan Jingga yang mungkin sudah tertidur. "Eh, gue takut. Lo kenapa, Ra, bisa kelilit selendang itu?" tanyaku pada Dera. Gadis itu tak menyahut. Aku semakin paning sekarang. "Jingga bangun woi!" teriakku tepat di telinga Jingga. Jingga terpelonjat kaget. Bisa kulihat gadis itu menatap aku kesal. Dengan bergetar aku menunjuk ke arah Dera di sudut kamar. Jingga membulatkan matanya. "Di ... dia kenapa?" tanya Jingga dengan terbata. Hanya gelengan kepala yang bisa aku berikan untuk jawaban pertanyaannya. Brak! Tiba-tiba pintu kamar kami terbuka lebar. Mulutku bertambah menganga tak percaya ketika melihat seorang gadis cantik dengan dandanan penari berjalan masuk ke kamar yang kami temapati. Matanya menatap tajam ke arah Dera. Tampaknya ia seperti tidak menyukai Dera. “Uhuk ... uhuk ....” Dera terjatuh dan terbatuk saat selendang yang melilit serta mencekik lehernya itu ditarik oleh sang penari yang baru saja masuk ke dalam kamar. Tapi tak lama setelah itu gadis penari itu mengibaskan selendangnya ke tubuh Dera. Mataku seakan ingin keluar dari tempatnya. Dadaku bergemuruh hebat dan terasa begitu sesak menyaksikan kejadian di depan mataku ini. Gadis penari itu dengan tega mencekik leher Dera dengan selendang itu “Tolong,” ringik Dera lemah. Entah sejak kapan mataku berderai air mata. Tubuhku terasa lemas serta lidahku yang terasa kelu untuk berbicara. “Dera ... lepasin Dera.” Aku tersadar ketika mendengar teriakan dari Jingga di sampingku. Gadis penari itu tidak menghiraukan Jingga, ia justru semakin menarik kuat selendang yang melilit di leher Dera. “Mati kamu!” suara menyeramkan itu keluar dari bibirnya. “Ni Rajeng, lepaskan.” Aku menoleh ke arah sumber suara. Itu suara Ni Putri, pemilik rumah kecil ini. Ni Putri terlihat menangis. “De ... Dera,” lirihku. “Na, lo harus tenang, biar asma Lo nggak kambuh,” ujar Jingga sembari memeluk tubuhku. “Ni Rajeng lepaskan gadis itu,” pinta Ni Putri dengan memohon. Gadis dengan penampilan penari itu menggeleng. “Dia merusak selendangku. Dia membakar selendang pemberian orang yang aku cintai.” Suaranya terdengar begitu menyeramkan. “Lepas!” teriak Ni Putri. “Tidak!” balas gadis penari. “Kembali ke alammu,” peringat Ni Putri. Gadis penari itu tidak menghiraukan perkataan Ni Putri. “Mati.” Setelah mengatakan itu gadis penari itu menarik selendangnya dan tubuh Dera pun ambruk di lantai. “Kembali ke alammu. Saya tidak mengizinkan kamu kembali ke sini lagi,” ujar Ni Putri yang kemudian melemparkan lilin yang menyala ke gadis penari itu. Seketika semua tubuhnya terbakar dan tanpa lama-lama ia menghilang dari kamar ini. Setelah itu aku dan Jingga segera menghampiri Dera yang tergeletak lemah di atas lantai. “De ... Dera nggak bernapas,” ungkap Jingga yang membuat aku syok. Kami berdua menangis bersama, merasa tidak percaya dengan semua yang terjadi. “Maaf, maafkan Ni Rajeng adikku. Dia adalah arwah yang tinggal dan menjaga selalu kamar ini, semua barang di kamar ini. Ini semua miliknya, dan dia membenci orang yang membuat barangnya rusak.” Aku semakin terisak mendengarnya. “Andai lo dengerin kita. Dera gue nggak mau kelihatan elo,” kataku parau. Aku dan Jingga segera memeluk tubuh kaku Dera. Rasanya begitu menyesakkan ketika harus kehilangan seorang sahabat yang selalu kita sayangi. BIODATA PENULIS Muhammad Syahrullah. Sr, Duta Inspirasi Provinsi Sulawesi Selatan. lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Quotes, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr Makassar, 14 Februari 2022 Dahulu kala di sebuah desa, hiduplah keluarga sederhana. Mereka memiliki dua anak yang masih kecil yaitu Hansel dan Gretel. Sayangnya, sang ibu meninggal karena sakit. Setiap hari, Hansel dan Gretel selalu bersedih mengenang ibu mereka. Karena tidak mau anak-anaknya terus bersedih, akhirnya sang ayah menikah lagi. Tapi, ternyata sang ibu tiri memiliki sifat yang kurang baik. Sejak saat itulah, kehidupan Hansel dan Gretel menjadi sangat buruk. “Ayah. musim kemarau telah tiba. Sebaiknya Hansel dan Gretel kita bawa saja ke hutan, karena persediaan makanan telah habis. Aku tak mau kita semua mati kelaparan,” usul sang ibu tiri kepada suaminya suatu hari. Rupanya sang ayah menyetujui perkataan istrinya. Tak sengaja, Hansel dan Gretel mendengar percakapan orangtuanya. Mereka pun ketakutan dan menangis. Namun, Hansel segera menenangkan adiknya agar tidak panik. “Tenang saja, adikku. Semua akan baik-baik saja. Berdoalah kepada Tuhan agar kita selalu dilindungi oleh-Nya,” ujar Hansel kepada Gretel dengan penuh kasih. Keesokan harinya. sang ibu tiri memberikan dua potong roti untuk Hansel dan Gretel. Ia mengajak kedua anak itu untuk ikut menebang kayu. Sambil berjalan dengan tanpa sepengetahuan ibu tiri, Hansel membuang batu putih satu per satu. Ia memang telah menyiapkan batu putih di dalam kantong celananya. Sesampainya di hutan, sang ibu tiri segera meninggalkan Hansel dan Gretel. Setelah beberapa saat, senja datang menghampiri. Matahari tak lagi menampakkan sinarnya. hanya ada semilir angin malam yang menemani. Kegelapan malam membuat Gretel menangis ketakutan. Tapi, Hansel menenangkan adiknya. “Kita akan sampai dengan selamat,” ucap Hansel. Tanpa ragu-ragu, Hansel memegang tangan Gretel untuk menyusuri jalan bercahaya. Rupanya jalan bercahaya tersebut muncul dari batu putih itu. Mereka berdua berjalan dengan pelan hingga sampai di rumah dengan selamat. Esok harinya, sang ibu tiri dan sang ayah kembali membawa Hansel dan Gretel ke dalam hutan. Tetapi, Hansel memiliki banyak akal. Ia membuat penunjuk jalan untuk pulang dengan menaburkan potongan roti di sepanjang jalan. Sesampainya di tengah hutan, sang ibu tiri dan sang ayah meninggalkan kedua anaknya itu. Gretel sangat ketakutan, tetapi Hansel selalu memberikan ketenangan untuk adiknya. “Aaauuuuuuuumm.” terdengar suara lolongan harimau. “Kak, suara apakah itu.” ujar Gretel dengan bergetar ketakutan. “Tenang saja, adikku. Tuhan selalu menjaga dan melindungi kita.” jawab Hansel Sayangnya, potongan roti yang ditaburkan Hansel telah dimakan burung-burung. Hansel dan Gretel pun terpaksa berjalan tanpa arah. Karena kelelahan, akhirnya mereka tertidur di bawah pohon. Esok paginya, mereka kembali berjalan. Tak lama kemudian, mereka melihat rumah kue. Rumah yang unik dengan dinding terbuat dari biskuit, atap dari tar, dan pintu seperti cokelat. Hmm… terlihat sangat lezat. Dengan cepat, Hansel dan Gretel segera memakan kue-kue yang ada di sana. Hansel dan Gretel tidak tahu bahwa rumah kue itu milik nenek sihir yang jahat. Alhasil, Hansel dan Gretel ditangkap untuk dijadikan santapan nenek sihir. Nenek sihir itu sudah tua dan matanya rabun. Suatu hari, nenek sihir mendekati tempat di mana Hansel dikurung. “Hari ini aku sangat lapar. Ulurkan tanganmu, agar aku tahu seberapa gemuk tubuhmu,” ujar si nenek sihir. Hansel yang tak pernah kehabisan akal, segera memberikan tulang sisa makanan. Nenek sihir pun amat kecewa. Ia mengira bahwa Hansel masih kurus dan tak kunjung gemuk Tiba-tiba, nenek sihir itu ingat dengan Gretel. Ia bisa menjadikan Gretel sebagai santapannya. Nenek sihir lalu menyuruh Gretel untuk membakar roti. Ia berniat mendorong Gretel agar anak itu masuk ke dalam api. Tetapi, Gretel sudah tahu maksud si nenek sihir. Dengan cepat, Gretel berbalik arah. “Nenek yang cantik, aku tak bisa membuka tutup tungku.” ucap Gretel. Nenek sihir tidak sadar bahwa ia sedang diperdaya Gretel. Tanpa berlama-lama, Gretel mendorong nenek sihir ke tungku hingga nenek sihir berteriak kepanasan. Betapa bahagianya Hansel dan Gretel karena berhasil selamat dari nenek sihir. Mereka pun berpelukan dan segera meninggalkan rumah kue itu. Tapi, mereka bingung karena mereka harus melewati sungai. Tiba-tiba, datang burung-burung yang pernah memakan potongan roti mereka. Burung-burung itu pun mengantar Hansel dan Gretel kembali ke rumahnya. Sang ayah muncul dari kejauhan. Begitu melihat anak-anaknya pulang, ia segera menghampiri mereka dengan wajah cemas. Sang ayah kemudian mengatakan bahwa ibu tiri Hansel dan Gretel telah meninggal. Ia memeluk kedua anaknya sambil meminta maaf atas kesalahannya. Pesan moral dari dongeng Hansel dan Gretel adalah sayangilah saudaramu dan keluargamu. Hidupmu akan bahagia jika saling berkasih sayang. Alkisah, hiduplah seorang gadis cantik dan baik bernama Cinderella. Sejak ayahnya meninggal dunia, Cinderella hidup di sebuah rumah besar bersama ibu dan dua saudara tirinya. Ibu tiri tidak pernah suka dengan Cinderella. Setiap hari dia akan memberikan banyak tugas rumah untuk Cinderella kerjakan. Pekerjaan ini termasuk membersihkan rumah dan melayani semua keperluan ibu dan dua saudara tirinya. Kedua saudara tiri Cinderella tidak pernah mau bekerja membersihkan rumah. Keduanya suka hidup mewah dan selalu meledek penampilan Cinderella yang dianggap jelek. "Lihatlah pakaianmu itu, begitu kotor dan jelek," kata salah satu saudara tiri. Suatu hari, surat dari Raja datang ke rumah Cinderella. Di surat itu diberitahukan bahwa Raja akan mengadakan pesta dansa untuk mencari calon istri Pangeran. Setiap wanita di negara itu pun harus datang ke pesta. Semua begitu senang menerima kabar ini. Kedua saudara tiri Cinderella tak sabar ingin memamerkan gaun mahalnya untuk menarik perhatian pangeran. Mendengar undangan tersebut, Cinderella juga ingin datang ke pesta dansa. Sayangnya, ibu tiri justru melarangnya datang dan memintanya membersihkan seisi rumah saat pesta dansa itu berlangsung. Cinderella juga diminta untuk menyiapkan semua perlengkapan pesta dua saudara tirinya. "Kamu tidak bisa pergi ke pesta dansa karena banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kamu juga harus membantu dua saudaramu untuk bersiap ke pesta. Kalau kamu mau datang, sebaiknya selesaikan dulu semua tugasmu," kata ibu tiri. Cinderella pun bekerja dengan giat untuk menyelesaikan semua tugasnya. Ia sangat ingin pergi ke pesta dansa. Sayang, usahanya tak membuahkan hasil baik. Masih ada pekerjaan rumah yang belum diselesaikan Cinderella, sehingga dia tidak bisa datang ke pesta dansa. Cinderella sedih dan berlari ke kebun. "Tidak ada keinginanku yang terkabul," kata Cinderella. "Itu tidak benar," tiba-tiba terdengar suara di dekat Cinderella. Ia lalu menoleh dan melihat seorang wanita kecil dengan tongkat sihir tersenyum kepadanya. Dia ternyata adalah ibu peri. Ibu peri meminta Cinderella untuk percaya pada keajaiban. Ia lalu membantunya untuk bersiap pergi ke pesta dansa. Ibu peri menggunakan tongkat sihirnya dan mengubah labu menjadi kereta kencana yang indah. Ia juga mengubah penampilan Cinderella. Cinderella tampil begitu cantik dengan gaun berkilau berwarna biru muda dan sepatu kaca. Melihat penampilannya, Cinderella begitu bahagia dan tidak sabar untuk datang ke pesta dansa. Sebelum pergi, ibu peri bilang bahwa Cinderella tidak boleh terlalu lama di pesta dansa. Ia harus kembali ke rumah sebelum tengah malam. "Sihir ini tidak akan bertahan setelah tengah malam, jadi kamu harus sudah kembali sebelum waktu itu ya," kata ibu peri. Ketika Cinderella sampai ke istana, semua mata tertuju padanya. Ia menjadi perempuan paling cantik yang datang ke pesta dansa itu. Penampilannya pun sampai tidak dikenali ibu dan dua saudara tirinya. Pangeran yang melihat Cinderella pun langsung jatuh cinta kepadanya. Ia lalu mendekati Cinderella dan mengajaknya berdansa, membuat semua perempuan yang hadir cemburu. Sepanjang malam Cinderella berdansa dan mengobrol dengan pangeran. Tanpa disadari, dia lupa bahwa sebentar lagi tengah malam dan sihir ibu peri akan hilang. Cinderella lalu berlari meninggalkan pangeran yang kebingungan. Karena terburu-buru, Cinderella tanpa sengaja meninggalkan salah satu sepatu kacanya. Pangeran yang tak berhasil mengejar hanya bisa mendapatkan sepatu kaca itu dan menyimpannya. Keesokan harinya, pangeran bertekad untuk mencari Cinderella ke seluruh penjuru negeri. Ia meminta prajuritnya untuk memeriksa setiap rumah dan meminta setiap perempuan mencoba sepatu kaca yang disimpannya. Ketika sampai di rumah Cinderella, prajurit meminta dua saudara tiri untuk mencoba sepatu itu. Tapi, sepatu itu tidak sesuai ukuran kaki keduanya. Cinderella pun diberi kesempatan untuk mencobanya setelah diminta oleh prajurit. Sepatu itu seperti menemukan pemiliknya karena sesuai ukuran kaki Cinderella. Semua orang yang melihat itu terkejut. Cinderella akhirnya memberanikan diri mengaku bahwa dialah pemilik sepatu itu. Pangeran yang mengetahui kabar ini langsung bertemu Cinderella dan langsung mengenalinya. "Benar, kamu adalah perempuan cantik yang aku temui di pesta dansa. Kamu adalah pemilik sepatu kaca ini," kata pangeran. Pangeran lalu langsung melamar Cinderella untuk menjadi istrinya. Keduanya pun menikah dan hidup bahagia selamanya. Pesan Moral: Banyak pesan moral yang bisa diambil si Kecil dari dongeng Cinderella ini, Bunda. Salah satunya tentang kesabaran. Cinderella selama ini hidup dengan sabar meski selalu diperlakukan buruk oleh ibu dan dua saudara tirinya. Selain kesabaran, anak juga bisa belajar untuk tidak bermalas-malasan. Di akhir cerita, anak dapat mengambil pesan moral untuk percaya bahwa kebaikan pasti akan mendapat balasan yang sesuai. Intinya, kita hanya perlu terus melakukan kebaikan, Bunda. penuis: nurfadillahPada suatu pagi yang cerah, di sebuah rumah kecil di tepi hutan lebat. Pagi itu burung-burung bernyanyi, mengiringi kegembiraan yang terpancar dari paras cantik seorang gadis kecil. Rupanya, hari ini adalah hari ulang tahun gadis kecil tersebut, yang membuatnya tampak begitu ceria dan bersemangat. “Mama, hari ini adalah hari yang aku tunggu-tunggu. Apa Mama lupa?” tanya si gadis dengan penuh harap. “Mama tidak lupa, sayang. Hari ini kamu berulang tahun. Mama sudah menyiapkan kado untukmu,” jawab sang Mama dengan lembut. “Benarkah? Lalu, dimana kado itu disimpan?” tanya si gadis yang sudah tak sabar menerima kadonya. “Sebentar, sayang. Mama sedang membuatkan kue untukmu dan untuk nenek yang sedang sakit,” katanya sambil tersenyum. Beberapa menit kemudian, sang Mama mengajak gadis kecil ke kamar. Ternyata, di sanalah kado disimpan. “Ayo, ikut Mama. Mama sudah siapkan kado terindah untukmu di kamar,” ajak sang Mama. Dengan rasa penasaran, gadis kecil itu mengikuti ibunya ke kamar. Di sana, ia melihat sebuah bingkisan berwarna merah. Dengan perasaan yang amat senang, gadis kecil tersebut Iangsung membuka kadonya. Ternyata isinya adalah sebuah kerudung berwarna merah. Sang Mama sengaja mernilih warna merah karena ia tahu warna kesukaan gadis kecilnya adalah merah. “Terima kasih, Mama! Aku menyukai kerudung merah ini. Akan aku pakai setiap hari,” ucap gadis kecil sambil memeluk Mamanya. Sejak saat itu, si gadis kecil tersebut dijuluki sebagai gadis berkerudung merah. Pada sore harinya, gadis kerudung merah diminta tolong oleh sang Mama untuk mengunjungi neneknya yang sedang tidak sehat. “Bawalah sekeranjang kue ini ke nenek ya nak, tetap berjalan dan jangan bicara dengan orang asing,” kata sang Mama. “Ya, Mama!” terdengar jawaban riang. Nenek anak perempuan tersebut tinggal di sisi lain hutan, dan gadis berkerudung merah tersebut berangkat menuju pondok tempat neneknya tinggal. Ketika sudah jauh ke dalam hutan, ia mendengar suara gemerisik di belakangnya yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Bayangan gelap datang untuk berdiri di sampingnya dan suara rendah kasar berbicara. "Mau kemana sendirian di hutan, gadis berkerudung merah?" kata Tuan Serigala. “Saya akan mengunjungi nenek saya yang sedang sakit, Tuan Serigala, dia tinggal di tepi hutan di sebuah pondok di bawah pohon ek, Anda pasti mengetahuinya,” kata gadis kerudung merah yang melupakan nasihat bijak Mama nya untuk tidak berbicara dengan orang asing. “Tidak, saya rasa saya tidak mengetahuinya. Namun kurasa bunga bluebell di sana akan membuat seikat bunga yang indah untuk nenek, bukan? " tanya serigala. Gadis kerudung merah yang malang tersebut tidak melihat niat Tuan Serigala yang berencana memakannya dan neneknya. “Anda benar, saya lakukan! Terima kasih, Tuan Serigala! ” kata gadis kerudung merah sambil melompat ke semak bunga bluebells. Serigala itu diam-diam mundur dan lari ke rumah nenek gadis kerudung merah. Setelah sampai, ia berseru, berpura-pura menjadi gadis kesayangan neneknya. “Nenek, biarkan aku masuk! Ini aku, Gadis Berkerudung Merah!" ujar Tuan Serigala. “Langsung saja kau masuk, aku terlalu lelah!” jawab nenek menjawab dengan suara serak. Sambil menyelinap masuk, serigala jahat itu mengunci pintu di belakangnya. Segera setelah itu, ia mengunci sang nenek di lemari, mengenakan pakaiannya, menutup tirai, dan membaringkan diri di tempat tidur, menarik selimut menutupi hidungnya. Sementara itu, gadis berkerudung merah telah memilih beberapa bunga bluebell dan cornflowers. Saat ia akan kembali ke jalan setapak untuk melanjutkan perjalanannya, gadis kerudung merah melihat beberapa bunga lili di depan. “Aku akan mengambil beberapa untuk Mama, dia tidak akan keberatan. Itu adalah favoritnya,” pikir Gadis berkerudung merah. Senang dengan semua bunga yang dipetiknya, gadis berkerudung merah mulai menyadari bahwa ia tersesat. Kemudian, ia bertemu dengan seorang penebang kayu dan bertanya di mana jalannya. Segera ia sampai di rumah neneknya, gadis berkerudung merah mengetuk pintu. "Biarkan aku masuk nek, ini gadis berkerudung merah, dan aku membawakanmu kue!" panggil gadis kerudung merah. “Betapa manisnya sayang, buka gemboknya dan masuklah! Dan jangan lupa untuk menutup pintu di belakangmu,” seru tuang serigala jahat. “Nenek, suaramu terdengar aneh… apa kau flu berat?” tanya gadis kerudung merah."Oh..er..ya, sayang, aku terkena flu yang parah," jawab serigala. Gadis berkerudung merah akhirnya meletakkan keranjang dan melihat sekilas wajah serigala yang tertidur di ranjang sang Nenek. Namun, ia masih tidak menyadari bahwa itu Tuan Serigala yang mengincarnya. "Astaga, matamu besar sekali, Nenek!" kata gadis kerudung merah sambil meletakkan keranjang di atas meja. “Sekarang sudah lebih baik ketika bertemu denganmu!” jawab serigala. “Dan betapa besar telingamu!” kata gadis kerudung merah sambil berjalan mendekati tempat tidur. “Lebih baik ketika bertemu denganmu, sayangku!” kata serigala itu dengan licik. "Astaga! Kau memiliki gigi yang sangat besar nenek!” seru gadis kerudung merah dengan suara yang bergetar. “Lebih baik…..ketika kau akan ku makan!!” teriak serigala, sambil menggeliat keluar dari selimut kemudian menerkam gadis malang itu ke dalam cengkeramannya. Gadis kerudung merah kemudian berteriak minta tolong, ia kemudian teringat penebang kayu yang membantunya menemukan jalannya. Untungnya, pria itu masih berada di dekat pondok dan segera bergegas ke sana. Ia mendobrak pintu dan memukuli serigala itu hingga pingsan. Kemudian, gadis kerudung merah buru-buru mengeluarkan nenek, yang mulai berteriak minta tolong. Mereka berterima kasih kepada penebang kayu, yang telah membawa serigala keluar. Dan mereka aman dari serigala jahat selamanya. Jadi, pesan moral dari dongeng anak Si Kerudung Merah dan Serigala Jahat ini tetap relevan bahkan hingga hari ini, memberitahu fakta bahwa anak perlu berhati-hati dan bertindak cerdas di setiap langkah, karena bahaya bisa mengintai siapapun di waktu-waktu yang tidak terduga. penulis: nurfadillah
|
Details
Archives
May 2022
Categories |