Beberapa daerah di Indonesia ini Masapi (ikan sidat), hanyalah dianggap. sebagai salah satu jenis ikan tawar, hanya mempunyai keistimewaan karena lezat rasanya. Untuk melukiskan bagaimana lezatnya masapi ini, apabila dibakar, maka api yang membara akan menjadi padam dikarenakan minyak/lemak masapi itu meleleh.
Untuk membakar ikan semacam ini, mempunyai cara dan teknik tersendiri. Orang yang bisa membakar hanyalah orang-orang yang sering menangkapnya yaitu orang yang berdiam di sekitar sungai bahagian hulu, dimana Masapi. ini banyak dan sering hidup berkembang biak. Di daerah Sulawesi Selatan Masapi ini mempunyai .kissah tersendiri karena dianggap sebagai ikan sakti. Suatu contoh ialah apa yang terdapat di suatu desa yang bernama Bejo, Daerah Tingkat II Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Di daerah ini mengalir sebuah sungai yang bernama Sungai Apareng. Di hulu Sungai Apareng ini pada bahagian yang banyak batu besar dan airnya mengalir deras, berpuluh ekor Masapi hidup dengan amannya, jangankan ditangkap diganggu sedikit pun tidak ada yang berani karena dianggap keramat dan sakti. Pada saat-saat tertentu banyak orang berkunjung ke tempat itu untuk melepaskan nazar, karena berhasilnya usaha, baik sebagai petani maupun sebagai pedagang begitu pula keberhasilannya dibidang laiinnya. Keberhasilan itu antara lain terkabul cita-citanya untuk memperoleh anak, terkabul cita-citanya mempersunting si dia atau cita-cita lainnya. Adapun riwayatnya sehingga tempat ini "B E J O" (Sungai Apareng) menjadi tempat untuk melepaskan nazar, pada mulanya disebutkan kisahnya sebagai berikut : Kira-kira pada abad XVI ; ada seorang panglima perang kerajaan BULO-BULO, sekarang termasuk Wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Panglima ini panggilan sehari-harinya disebut "Puang Lompo", yang tidak mempunyai anak barang seorangpun walau telah bertahun-tahun lamanya kawin. Pada suatu hari ia diperintahkan oleh Raja Bulo-Bulo untuk memimpin pasukan dalam perang melawan Kerajaan Toraja. Dalam perjalanannya bersama pasukannya, ia singgah di desa Bejo di tepi Sungai Apareng. Ketika itu Puang Lompo berdiri di atas sebuah batu, yang ada di tengah sungai itu. Pada saat itu ia menyaksikan banyak ikan masapi berkeliaran di sekitar batu tempatnya berdiri itu. Beberapa diantara ikan Masapi itu memoncongkan mulutnya seakan-akan minta untuk disuapi. Seketika itu juga sang Panglima bernazar: "Kalau saya kembali dari medan perang dengan selamat, dan memperoleh anak sebagai penyambung keturunanku, saya akan kembali kemari menyuap ikan-ikan Masapi di Bejo ini. Begitu pula anak saya yang sulung saya akan menamakan Bejo'', sesuai dengan nama desa ini. Setelah selesai mengucapkan nazar ini, Puang Lompo bersama pasukannya, melanjutkan perjalanannya menuju sasaran semula. Nasib baik yang mengiringinya, karena semua musuh yang dihadapinya dengan mudah dikalahkan. Beberapa kampung dan desa telah ditaklukkan dan akhirnya pulang kembali kepada Raja Bulo-bulo untuk melaporkan hasil penyerbuannya yang gemilang. Kedatangannya disambut dengan meriah serta dielu-elukan, sebagai pahlawan yang menang perang. Keberaniannya dipuji ketangkasannya dikagumi tepat nian kedudukannya sebagai seorang Panglima perang. Puang Lompo di dalam melancarkan penyerbuan itu setelah bernazar di kali Apareng, ia merasakan ada sesuatu kekuatan gaib yang selalu mengiringinya. Ia meyakini bahwa pertemuannya dan nazarnya pada Masapi di Bejo itulah yang memberikan kekuatan gaib yang selalu menyertainya dalam penyerbuannya. Begitulah setelah pasukan yang dipimpinnya telah kembali tenteram dilingkungan hidup sanak keluarganya, serta kesibukan lain sudah selesai, Puang Lompo sekeluarga berkunjung ke Bejo tempat Masapi berada untuk melepaskan nazarnya yang telah diucapkan dahulu. Pada waktu itu tidak ketinggalan si Bejo anaknya yang sulung yang baru berusia beberapa bulan, karena termasuk dalam katan nazar itu dulu. Pada saat sekarang ini sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa setiap orang yang bernazar dan telah tercapai cita-citanya, datang untuk melepaskan nazarnya itu ialah menyuapi Masapi di Bejo. Untuk memimpin upacara dalam melepaskan nazar ini, ialah seorang petugas yang dijabat oleh suatu keluarga turun temurun. Petugas ini yang dipanggil Penati membawa makanan yang terdiri dari telur yang dimasak, ayam goreng dan nasi ketan hitam dan putih, sambil menepuk-nepuk air di pinggir Kali Apareng, maka berpuluh ekor Masapi yang panjang dan besar datang mengulurkan moncongnya. Pada saat itu orang yang akan 'melepaskan nazarnya dipersilahkan oleh Penati untuk menyuapi Masapi yang jinak-jinak ini. Masapi berpestapora dan setelah kenyang mereka mundur satu persatu dan menghilang masuk keliang batu yang ada disepanjang tepi sungai Apareng, Upacara pelepasan nazar ini bukan berakhir hanya sampai disini, melainkan dilanjutkan dengan makan bersama sambil mandi bersukaria di Kali Apareng, semua pengunjung disuguhi makanan yang tentunya makanan yang serba enak. Satu pantangan bahwa orang yang mandi itu tidak boleh membuang air di kali ini, begitu pula bahwa mereka tidak boleh mandi di atas tempat Masapi itu berdiam. Bukan hanya makanan yang diperoleh setiap yang hadir di tempat itu melainkan sering pula mereka memperoleh sedekah wang dari orang yang melepaskan nazar itu. Karena orang yang tinggal di sekitar tempat itu umumnya rakyat miskin, maka upacara pelepasan nazar ini merupakan saat berbahagia disamping karena dapat makan yang enak juga mereka memperoleh sedekah wang. Pada saat serupa ini para petani yang berdiam di sekitar tempat ini merupakan pula masa bahagia yang tersendiri. Mereka menjajakan hasil kebunnya buah-buahan, sayur-sayuran begitu pula hasil kebun lainnya. Mereka tidak usah bersusah payah untuk mengantarnya ke kota yang cukup jauh itu. Para pengunjung terutama yang datang dari kota tentunya akan membawa pulang oleh-oleh. Kebetulan pula semua jualan ini harganya sedikit lebih murah dari yang ada di pasar kotanya. Demikianlah sekilas lintas ceritra Masapi di Bejo yang sering dikunjungi orang untuk melepaskan nazarnya. BIODATA PENULIS Muhammad Syahrullah. Sr, Duta Inspirasi Provinsi Sulawesi Selatan. lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Quotes, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr Makassar, 14 Februari 2022
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
Archives
May 2022
Categories |