Namaku adalah Mentari, anak dari seorang pedagang kue dan seorang buruh yang
mempunyai kehidupan sederhana. Dulu, aku adalah seorang anak yang dilahirkan dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuaku. Semua keinginanku selalu terpenuhi, dan aku juga selalu berpikir bahwa aku adalah seorang anak yang paling bahagia di dunia ini. Akan tetapi, semua anggapan itu salah. Ketika aku berusia 8 tahun, hari - hari yang telah aku lalui hanya untuk menyaksikan pertengkaran kedua orang tuaku saja. Hingga akhirnya, mereka berpisah dan tidak tinggal serumah lagi, perpisahan ini membuat aku hanya tinggal bersama ibuku saja. Aku mempunyai sahabat bernama Sarah. Dia baik, manis, cantik, dan pintar. Dia adalah sahabat terbaik bagiku, karena dia selalu ada disampingku dalam keadaan suka maupun duka. Sarah adalah teman yang pertama kali tahu bahwa orang tuaku telah berpisah. Jika ada waktu luang, kami berdua saling menyempatkan diri untuk bertemu dan berbagi cerita hidup kami masing-masing, di taman dekat rumahnya. Kemarin, ketika kami sedang duduk di taman, tidak tahu kenapa tiba-tiba aku melontarkan pertanyaan padanya, “Mengapa kedua orang tuaku berpisah, apakah mereka tidak menyayangiku lagi?”. Dengan senyuman penuh makna yang terpancar di wajahnya, ia pun menjawab, “Bukan seperti itu Mentari, orang tuamu sangat menyayangimu, bahkan mereka tidak ingin membuatmu bersedih. Tapi, jalan yang terbaik untuk saat ini adalah mereka harus berpisah, karena sudah tidak ada kecocokan lagi diantara mereka berdua”. Pada suatu hari, aku duduk di depan rumahku, aku mulai berpikir lagi, “Apakah mereka tidak pernah memikirkanku saat ingin berpisah, dan apakah mereka tidak menginginkan kebahagiaanku?”. Lalu, aku teringat dengan perkataan sahabatku, bahwa orang tuaku berpisah karena sudah tidak ada kecocokan lagi di antara mereka. Ketika mengingat semua itu, didalam hatiku saat ini hanya ada rasa gundah dan gelisah yang berselimuti tangisan akibat perpisahan ini. Aku adalah seorang anak yang selalu tertawa gembira tanpa ada seorang pun yang tahu betapa rapuhnya aku, karena masalah kedua orang tuaku itu. Disetiap hariku hanya tetes demi tetes air mata saja yang terus mengalir. Kemarin, waktu aku sedang duduk di depan rumahku, tiba-tiba saja ibu datang menghampiriku sambil bertanya, “Sayang, mengapa kamu menangis?”. Aku pun langsung menjawab pertanyaannya, “Ibu, aku menangis karena aku tidak ingin melihat ayah dan ibu berpisah, aku ingin kita berkumpul seperti dulu lagi bu.” ”Nak, sekarang semuanya telah berubah, kami tidak dapat bersama lagi karena sudah tidak ada kecocokan diantara kami” seru Ibuku. Ternyata, yang dikatakan ibuku sama dengan apa yang dikatakan oleh sahabatku, jika sudah seperti itu tidak ada lagi yang dapat kulakukan, kecuali menerimanya dengan lapang dada. Diujung pembicaraan, ibu meminta sesuatu padaku. “Nak, ibu sangat beharap semoga kamu mengerti dengan semua yang telah kami putuskan dalam keluarga ini”. “Baikah ibu, aku akan melakukan semua itu asalkan kalian bahagia” jawabku dengan wajah tersenyum. Sudah beberapa bulan lamanya saat perpisahan itu terjadi, ayah tak pernah mengunjungiku. Aku sangat sedih sekali dan aku berdoa kepada Allah Swt. agar aku dapat dipertemukan lagi dengan ayahku. Setelah 6 bulan kemudian ayah datang menemuiku, sungguh bahagianya diri ini tak ada satu kata pun yang dapat terucapkan. Ketika melihat senyumannya yang memberi warna pada hidupku terpancar, aku langsung memeluknya bahkan mencium keningnya sambil mengatakan, “Ayah, ke mana saja ayah selama ini? apakah ayah tidak merindukan dan menyayangiku lagi?” tanyaku dengan air mata yang berlinang. “Bukannya ayah tidak menyayangi dan merindukanmu, hanya saja ayah tidak ingin membuatmu besedih dengan kedatangan ayah, karena kami telah berpisah” jawab ayahku dengan penuh makna dibenaknya. Lama-lama aku mulai terbiasa dengan kehidupan baruku ini, walaupun mereka berpisah tapi hidupku telah bersinar kembali dengan dipenuhi kebahagiaan, tanpa menyadarinya aku telah berusia 12 tahun dan aku telah duduk di Kelas 1 SMP. Di Sekolah, nilai-nilai yang kudapatkan selalu bagus dan aku selalu mendapatkan juara 1 di Kelas, bahkan juara umum di Sekolah. Aku juga sering mengikuti lomba–lomba hingga mendapatkan penghargaan sebagai murid terbaik di Sekolah. Orang tuaku pun sangat bangga dengan semua prestasi yang telah aku dapatkan. Ketika aku lulus SMP, ayah dan ibuku selalu berkata untuk selalu meningkatkan prestasi agar aku mampu menggapai mimpiku, dan mereka juga sering berkata doa dan restu mereka akan selalu menyertaiku dimanapun aku berada. Cita-citaku adalah menjadi seorang dokter yang baik hati dan tidak sombong kepada orang-orang yang membutuhkanku. Aku pernah merasa tidak ingin menggapai cita-citaku itu, karena keadaan ekonomi orang tuaku tidak memadai, aku sadar untuk menjadi seorang dokter itu membutuhkan biaya yang sangat mahal, sedangkan orang tuaku tidak mempunyai dana yang cukup untuk menjadikanku seorang dokter. Namun, setelah aku berpikir kembali, untuk menggapai cita-cita itu tidak tergantung hanya pada uang saja, tapi juga tergantung pada kemauan yang kuat untuk meraihnya dan juga semangat belajar yang tak pernah lekang oleh waktu. Dengan semua itulah aku yakin, suatu saat nanti aku akan dapat mewujudkan cita-citaku, salah satunya dengan mendapatkan beasiswa. Seiring berjalannya waktu, kini aku telah menduduki kelas 1 SMA, aku berharap prestasiku kedepannya lebih meningkat. Di sekolah baru ini, aku mempunyai banyak teman yang sangat baik dan selalu mendukungku dalam melakukan hal-hal yang bersifat positif, merekalah yang selalu membantuku untuk menjadi lebih baik dalam pendidikanku. Di Kelas, aku mempunyai dua teman yang sangat dekat denganku, yaitu Rizky dan Syiva. Rizky adalah teman laki- lakiku yang sangat baik dan tampan, sedangkan syiva adalah teman perempuanku yang sangat manis dan ceria. Kemana-mana kami selalu bersama, baik di Kantin, Kelas, ataupun sebagainya. Selama aku duduk di kelas 1 SMA, aku juga selalu mendapatkan nilai-nilai yang sangat bagus. (2 Tahun Kemudian) 2 tahun telah berlalu, perasaan baru kemarin aku duduk di kelas 2. Akan tetapi, hari ini sudah tiba saatnya untuk aku melihat hasil ujian yang ternyata hasilnya sangat memuaskan dan ditambah lagi aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu Universitas Kedokteran yang sangat terkenal di Luar Kota, semua itu adalah hal yang tak pernah terduga olehku. Bayangkan saja, ini sungguh luar biasa. Dengan langkah penuh kesenangan aku menuju ke Rumah untuk memberitahu ibu tentang kabar bahagia ini, ketika sampai di rumah aku langsung mencium dan memeluk ibu dengan rasa senang sambil mengatakan, “Ibu, aku ingin menyampaikan sesuatu yang membuat ibu bangga kepadaku”. “Apa itu, nak?” tanya ibuku. “Ibu, apakah ibu tahu yang dulu kuharapkan kini akan menjadi kenyataan bu. Aku akan pergi melanjutkan pendidikanku ke salah satu Universitas Kedokteran yang berada di Jakarta, karena aku mendapatkan beasiswa untuk semua itu” jawabku dengan nada gembira. Ibuku sangat senang ketika mendengarkan kabar bahagia ini, “Alhamdulillah anakku, kau sangat membuatku bangga, semoga saja kau menjadi dokter yang dapat menolong semua orang, nak”. Gumam ibuku dengan nada gembira. “Ia bu, ini semua juga berkat doa yang ibu pinta kepada Allah Swt. dan semoga harapan ibu dapat dikabulkan”. “Aamiin, apakah kau sudah menelpon ayahmu? kalau belum cepatlah kau menelponnya dan memberitahukannya tentang kabar gembira ini” ujar Ibu. “Belum. Baiklah bu, aku akan menelponnya” jawabku. Aku segera mengambil handphone yang berada di dalam tasku, dan langsung menelpon ayah. “Halo ayah, ayah apa kabar? dan lagi dimana?” “ Halo nak, ayah baik-baik saja kok. Ayah sedang ada dirumah, ada apa?” “ Bisakah ayah datang ke rumah? ada yang ingin aku sampaikan pada ayah.” “Tentu saja, sebentar lagi Ayah akan datang.” jawab Ayahku dengan penasaran. (Brumnn-brummmzzzzz) Suara motor ayahku yang terdengar dari kejauhan, membuat aku tak sabar ingin memberitahukan berita bahagia ini padanya. “Tok tok tok” terdengar suara ketukan pintu. Aku segera membukakan pintu dan langsung menyalami tangannya. “Silahkan masuk ayah,” seruku menuju ke sofa. “Ada apa, nak? kelihatannya kau sangat bahagia sekali, sampai-sampai kau menyuruh ayah untuk cepat-cepat datang kerumah mu ini”. “Ayah, bagaimana aku tidak gembira jika sebentar lagi impianku menjadi seorang dokter akan segera tercapai, karena aku mendapatkan beasiswa di salah satu Universitas Kedokteran yang berada diluar Kota”. “Alhamdulillah nak, aku sangat bangga padamu. Apakah kau tahu, sungguh bahagianya hati ayah mendengar berita yang tak terduga ini, kau sangat membuat kami bangga” seru ayahku dengan wajah penuh senyuman. Aku terdiam sejenak, karena dibalik kabar gembira ini ada kabar yang kurang baik, ini adalah kabar yang sangat membuat aku sedih. “Nak, apa yang sedang kau pikirkan?” tanya ayah. “Tapi, Ayah. Jika aku mau ke Luar Kota aku harus tega meninggalkan ayah dan ibu, ini adalah keputusan yang sangat berat bagiku”. “Nak, kau tidak usah memikirkan kami, lanjutkan saja pendidikanmu kesana, karena itu impianmu dan salah satu hal yang membuat kami bahagia” ujar ayah. “Baiklah ayah, aku mempunyai sebuah permintaan. Ketika aku tidak berada di samping kalian untuk sementara waktu nanti, apakah kalian mau bersama kembali demi diriku ini?”. Setelah mendengar permintaanku, Ayah terdiam sejenak, mungkin ia sedang memikirkannya. Beberapa jam kemudian setelah mempertimbangkan beberapa hal, ayahku menjawab, “Jika itu yang kau inginkan, Ayah akan melakukannya. Tapi, tanyakan terlebih dahulu pada ibumu.” Tak lama setelah aku selesai berbincang dengan ayahku, ibu menghampiri kami dengan membawa secangkir kopi untuk ayah. Tanpa memperpanjang waktu, aku langsung menyampaikan keinginanku kepada ibu. “Ibu, apakah ibu mau bersatu kembali dengan Ayah seperti dulu lagi demi aku?” (tiba-tiba, ibu juga terdiam sejenak seperti ayah tadi). “Nak, apa yang kau katakana ini? Mana mungkin kami bisa bersatu kembali”. Aku mulai bersedih ketika mendengar perkataan yang telah dilontarkan oleh ibu tadi. Tapi, untung saja ayahku mengerti apa yang aku minta dan dialah yang menjelaskannya pada ibuku, hingga akhirnya ibu setuju dengan keputusan ini. “Sebenarnya ini keputusan yang sangat berat anakku. Tapi, demi kebahagiaanmu ibu rela melakukan semua yang kau inginkan.” “Kalau begitu kalian sudah setuju dengan apa yang kuminta?” “Ia tentu saja, asalkan kau bahagia selalu Mentari” ujar kedua orang tuaku. (6 bulan kemudian) Ayah dan ibuku menikah kembali, sungguh senangya hati ini. Tak ada satu kata pun yang dapat terucap, hanya doa yang dapat kuminta pada Allah Swt. atas nikmat yang telah ia berikan. Semoga saja tak ada yang dapat memisahkan mereka lagi, itulah harapanku. Hari demi hari silih berganti kembali, hingga tibalah saatnya untuk aku pergi meniggalkan kedua orang tuaku, karena aku ingin melanjutkan pendidikanku kejenjang yang lebih tinggi lagi. “Apakah semua barangmu sudah dipersiapkan anakku?” “Sudah, bu” “Bu, aku akan meninggalkan ibu dan ayah. Kuharap kalian baik-baik saja selama aku tak berada di sisi kalian, dan aku juga akan selalu memberikan kabar kepada ibu dan ayah agar kalian tidak khawatir terhadap diriku,” ujarku di rumah. Ayah dan ibu langsung memelukku dan segera mengantarkanku ke Bandara. Ketika tiba disana, aku langsung memeluk mereka lagi dan berkata, “Ibu, ayah. Aku meminta doa & restu pada kalian agar aku selalu mendapatkan kebahagiaan, kesehatan, dan kesuksessan,” pintaku pada mereka dengan air mata yang berlinang, sembari mengenggam tangan mereka. “Tentu saja nak, doa kami akan selalu menyertaimu,” ucap ayah sambil memeluk aku dan ibu. Dengan berat hati mereka pun melepaskan pelukan dan genggaman tanganku dan berharap aku sukses. Dengan berat hati juga seperti mereka, aku langsung berlari menuju pesawat dan memasukinya dengan melambaikan tangan pada mereka. Beberapa jam kemudian, pesawatku mendarat di Kota tujuanku. Lalu, aku pun turun dari pesawat dan langsung pergi menaiki taksi menuju Universitas yang kuinginkan, yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Sesampainya aku disana, aku langsung mengabari kedua orang tuaku agar mereka tidak khawatir padaku. Disini, aku mendapatkan tempat penginapan dan fasilitas yang sangat bagus dan lengkap, sehingga aku tak memiliki kekurangan apapun dalam belajar. (4 Tahun Kemudian) Tak terasa sudah 4 tahun aku menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran ini. Perasaan baru kemarin deh aku ke datang kesini. Aku sangat bahagia, karena aku mendapatkan IPK tertinggi di Universitas ini, dan aku juga langsung mendapatkan tawaran menjadi dokter di kota kelahiranku. Bayangkan saja, betapa bahagianya orang tuaku ketika mengetahui berita ini. Hari ini adalah hari dimana aku akan menjalankan wisuda. Kemarin, sebelum aku menjalankan wisuda, aku mengabari kedua orang tuaku yang berada di kota kelahiranku untuk menghadiri wisudaku disini. Wah, sungguh bahagianya hati ini, disaat aku wisuda orang tuaku sudah bersatu kembali dan menemaniku di hari bahagia ini. Terima kasih ku ucapkan padamu ya Allah, karena kau telah mengabulkan doaku untuk menggapai mimpi indahku menjadi seorang dokter dan memperjuangkan keluargaku untuk bersatu kembali selamanya. Ditulis Oleh : Ayu Suryaningsih, DII Batch 4 Provinsi Kepulauan Riau
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |