Mungkin nasib kurang beruntung sedang ada bersamaku. Sudah beberapa hari ini aku
kehabisan uang belanja tanpa ada simpanan sedikit pun. Di dompetku tersisa uang 1 lembar sepuluh ribu rupiah. Beruntung aku masih mempunyai sambal saos tomat botol yang masih bertahan di kamar asrama dan beberapa sisa kerupuk ikan yang ku bawa tiga minggu lalu dari rumah. Jadi setiap akan makan aku sengaja makan secara sembunyi-sembunyi. Membiarkan teman-teman sekamarku makan bersama. Karena aku segan jika harus meminta sambal mereka. Aku bukanlah orang yang berani berterus terang kesiapapun. Jadi setiap jadwal makan tiba aku sengaja bersembunyi di perpustakaan sekolah. Letak asrama dan sekolah tak jauh, sebab asrama ada di dalam lingkungan sekolahku. Aku bersekolah di salah satu MAN di daerahku. Jarak sekolah ke rumahku hanya 5 jam perjalanan jika itu tidak mengalami kemacetan di jalan. Dengan uang yang hanya cuma segitu aku tak dapat berbuat apa-apa. Dua hari lagi ada pembayaran buku yang jumlah nominalnya mencapai 50 ribu rupiah. Aku bingung. Aku mungkin bisa mengatakan itu ke orang tuaku tapi tidak dengan uang belanjaku. Aku sadar kemarin aku terlalu boros. Mengikuti teman berbelanja sana-sini membeli apapun yang sebenarnya kurang aku butuhkan. Aku hanya sekedar mengikuti teman mencoba untuk ikut gaul bersama mereka tapi ternyata malah aku yang kena imbasnya. Dengan modal segitu aku sengaja menelpon ibu. Kebetulan di dekat sekolah ada WARTEL. Ku tekan nomor telepon rumah dengan pasti. Menunggu beberapa saat hingga akhirnya dijawab oleh adikku. “Berikan teleponnya ke ibu” jawabku langsung tanpa berbasa-basi sebab argo teleponnya mulai berjalan. Lalu ibu menjawab teleponku. Ku jelaskan bahwa hari senin buku pelajaran harus segera dilunasi dan aku juga minta jemput pulang. Jika aku pulang ke rumah pasti aku akan kembali mendapatkan uang jajan. Namun alasan itu tak ku sebutkan. Tapi jawaban dari ibu membuatku geram sendiri. Tak ada yang bisa menjemputku di sini dan uang buku akan dititipkan ke Ibu Guru yang satu daerah denganku. Aku kesal. Ibu bertanya panjang lebar tentang kabarku dan harus ku jawab. Setelah selesai menelpon kulihat argonya telah menunjukkan angka 5000. Aku terperanjat namun tak tampak oleh ibu penjaga wartelnya. Ku serahkan uang sepuluh ribu terakhirku. Dan ku ambil kembalian lima ribu rupiah beserta slip pembayarannya. Aku begitu kesal waktu itu. Uangku bertambah menipis dan stok makananku juga sudah sangat tipis. Kebetulan di dekat wartel itu ada kolam ikan. Sengaja aku duduk sebentar di sana. Di tepi kolam. Melihat ikan-ikan yang sepertinya mentertawakanku. Aku semakin kesal. Sontak saja ku ambil slip pembayaran telepon tadi dari saku rok ku. Ku sobek-sobek secara kasar. Semakin kecil sobekannya, lalu ku tebar ke tengah kolam. Ikan-ikan itu berebut memakan kertas-kertas sobekan itu. Tak lama setelah itu kembali aku merogoh saku rokku. Tak ketemu. Aku yakin meletakkannya di saku dan sangat yakin. Aku berbalik ke dalam wartel dan menanyakan ke ibu penjaganya. Ibu itu berkata bahwa aku memasukkannya berbarengan dengan slip pembayaran itu. Aku terkejut bukan kepalang. Segera aku berlari ke tepi kolam. Mengais- ngais air itu berharap uangku akan kembali utuh. Namun itu hanya mimpi. Uang terakhirku telah lenyap dimakan ikan-ikan yang tak berperi-ikanan tersebut. Aku masih menggapai- gapai lepas ke air sambil menangis. Walau yang aku lakukan adalah hal yang percuma. Akhirnya aku pulang ke asrama. Di kamar, temanku kembali menanyakan keadaanku. Ku jawab seadanya lalu kutinggal tidur. Ketika hari senin. Pelajaran pertama adalah bahasa Indonesia. Guru menanyakan tentang pengalaman yang sangat sulit dilupakan baik itu pengalaman menyenangkan ataupun menyedihkan. Ibu guru tersebut meminta murid untuk bercerita ke depan. Tak ada yang berani maju. Hingga aku yang ditunjuk untuk maju kedepan. Ibu guru yang satu ini memilki tingkat emosi yang tinggi, jadi daripada aku dimarahi maka lebih baik aku maju. Di depan kelas aku masih bersikeras bahwa aku tak memiliki pengalaman semacam itu. tapi ibu terus mendesakku. Alhasil ku ceritakan pengalamanku tentang uang terakhirku yang akhirnya hanya habis di makan ikan di kolam. Seisi kelas tertawa. Meneriakiku dengan nada mencemeeh bahkan ibu guru pun ikut tersenyum. Yah malang benar nasibku. Hendak mengikuti gaya teman malah aku yang semakin terbelakang. Ditulis oleh : Popika Ramadania, DII Batch 4 Provinsi Bengkulu
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |