77 tahun sudah Indonesia merdeka dari cengkeraman penjajah. Banyak tokoh yang turut andil berjuang mengupayakan sekaligus mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, tidak sedikit nama mereka yang masih terdengar asing di kalangan umum. Salah satunya adalah Sosrokartono. Nama lengkapnya adalah Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono. Namanya memang tidak terlalu terkenal jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya. Bahkan, Sosrokartono tidak jauh lebih terkenal dibanding adiknya sendiri, Raden Ajeng Kartini. Padahal, dalam sejarahnya justru Sosrokartono lah yang menjadi inspirator sekaligus memiliki peran besar dalam kehidupan adiknya tersebut.
Memiliki nama yang kurang tenar bukan berarti Sosrokartono adalah manusia biasa-biasa saja. Dalam sejarahnya, Sosrokartono banyak memiliki kisah-kisah hidup yang inspiratif, antara lain turut memiliki andil besar dalam upaya menumbuhkan kesadaran nasionalisme di tengah keadaan di mana Indonesia saat itu masih dijajah oleh Belanda. Bahkan, mahasiswa asal Jawa pertama di Belanda ini dapat disebut sebagai “guru spiritual” bagi Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Tidak hanya itu, kiprahnya di luar negeri juga tidak kalah mengesankan. Dengan kemampuannya menguasai banyak bahasa (polyglot), ia sukses meniti karirnya di luar negeri sebagai penerjemah di Liga Bangsa Bangsa, dan pernah pula menjadi wartawan perang dunia pertama. Dari kiprahnya di luar negeri tersebut, sebenarnya Sosrokartono dapat hidup mewah dari hasil upah pekerjaannya. Akan tetapi, ia lebih memilih untuk kembali ke tanah air kelahirannya dan menempuh jalan spiritual dengan mengabdikan dirinya untuk kehidupan sosial. Selama menjalani laku spiritualnya inilah lahir ajaran-ajaran yang bernilai tinggi yang kemudian dapat menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Sosrokartono dilahirkan tanggal 10 Arpril 1877, di Mayong, Jepara. Ia terlahir dari keluarga bangsawan yang memiliki keteguhan dalam memegang agama dan tradisi, namun juga berpikir progressif serta cinta ilmu pengetahuan. Ayahnya merupakan Bupati Jepara, Kakeknya dari jalur ayah merupakan seorang bupati Demak, sedangkan kakek dari jalur ibu merupakan seorang pengasuh pesantren di daerah Telukawur, Jepara. Tak heran jika sejak kecil Sosrokartono sudah mendapatkan pendidikan formal maupun agama di sekolah-sekolah bentukan Belanda maupun dengan mendatangkan guru mengaji. Sosrokartono juga terlahir dengan beberapa kelebihan lain selain dari jalur keturunan. Sejak kecil Sosrokartono sudah memiliki semacam kekuatan magis semacam indigo, ia juga menguasai sekitar 36 bahasa, serta cinta akan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dengan kemampuan dan kelebihannya tersebut, tak heran jika Sosrokartono mampu menjadi orang pertama asal Indonesia yang menjadi mahasiswa di Belanda. Ia juga sempat mendirikan Indische Vereeniging, sebuah benih-benih pergerakan nasional yang dibentuk di pusat negeri penjajah itu. Organisasi ini juga sempat melakukan kontak dengan Budi Utomo di tanah air dalam hal menggaungkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan tanah air. Sosrokartono melalangbuana di dunia Eropa sekitar 28 tahun. Setelah mendapatkan gelar Doktorandus-nya di Leiden, ia sempat meneruskan pendidikannya ke jenjang S2, namun harus terkendala karena perbedaan pemikiran dengan dosennya, Snouck Hurgronje. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya dan kemudian bekerja. Ia juga melakukan beberapa korespondensi dengan teman-temanya di Eropa, hal inilah yang kemudian membuat surat-surat Kartini dikompilasikan dan kemudian mampu dikenal luas. Di Eropa, Sosrokartono sempat menjadi wartawan perang dunia pertama, dimana ia mampu meliput sebuah pertemuan yang sangat rahasia antara Jerman dan Perancis kala itu. Tulisannya tersebut terbit pada hari berikutnya di koran The New York Herald. Paska perang dunia pertama, dibentuklah Liga Bangsa-Bangsa yang kelak menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa paska berakhirnya perang dunia kedua. Di sanalah Sosrokartono pernah menggunakan kepandaiannya dalam hal bahasa, yaitu sebagai penerjemah di Lembaga Bangsa-Bangsa tersebut. Bahkan kemudian ia diangkat sebagai kepala penerjemah dari beragam bahasa. Akan tetapi, Sosrokartono menjalani pekerjaan di LBB tersebut tidak lama. Meskipun digaji dengan angka yang tinggi, ia merasa kering dan gersang secara spiritualnya, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari lembaga tersebut. Setelah 28 tahun menjelajah Eropa, Sosrokartono memutuskan untuk kembali ke tahan airnya pada tahun 1925, dan kemudian menetap di Bandung. Di Bandung inilah ia mendirikan pusat kesehatan di sebuah kontrakan bernama “Darussalam”. Di kontrakan Darussalam inilahmSosrokartono mengabdikan dirinya untuk masyarakat luas. Ia dikenal sebagai orang yang mampu mengobati berbagai penyakit hanya dengan menggunakan air dan tulisan Alif. Tak heran jika banyak masyarakat yang berdatangan setiap harinya di kontrakan Darussalam tersebut. Akan tetapi, Sosrokrtono sama sekali tidak bersedia dibayar. Sekalipun ia menerima pemberian dari pasiennya, pasti langsung ia bagikan kepada yang membutuhkan. Kegiatan pengobatan di Darussalam ini berjalan hingga akhir hayat Sosrokartono. Namanya kala itu dikenal begitu luas, bahkan berulang kali diundang ke Sumatera untuk mengobati orang-orang di sana. Tidak hanya itu, Sosrokartono juga menjalin kontak dengan beberapa tokoh pergerakan, di antaranya yaitu Sukarno, Ki Hajar Dewantoro, dan tokoh- tokoh dari Budi Utomo. Di antara tokoh-tokoh masa pergerakan ini, Sukarno merupakan salah satu tokoh yang menaruh rasa hormat dan kagum yang tinggi terrhadap Sosrokartono. Antara keduanya memang sering terlibat pembicaraan dan diskusi uang seru dan hangat. Di tengah ketenaran namanya itu, Sosrokartono tidak lantas membanggakan dirinya serta kemampuannya tersebut. Ia justru sering melakukan tirakat dan tidak berkenan jika namanya ditinggi-tinggikan. Sosrokartono juga pernah diajak bekerjasama oleh penjajah dengan ditawari jabatan tinggi, namun ia lebih memilih untuk memegang teguh prinsipnya untuk mengabdi sepenuhnya kepada kemanusiaan. Setelah sekian lama menjalani laku spiritual dan asketisme yang diwujudkan dalam bentuk mengabdi, melayani dan menolong sesama hingga masa tuanya, Sosrokartono akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Februari 1952 di Darussalam, dan dikebumikan di komplek makam keluarga Sedomukti di Kudus. Paska meninggalnya Sosrokartono, ajaran-ajarannya dikompilasikan dan disusun oleh para pecintanya yang disebut komunitas Sosrokartanan. Komunitas ini memiliki jasa besar dalam menuliskan gagasan-gagasan Sosrokartono yang kebanyakan hanya berupa tulisan- tulisan singkat dan yang bersumber dari laku yang diajarkan oleh Sosrokartono sendiri. Akan tetapi, komunitas ini tidak bertahan lama. Karena semakin banyak generasi penerus bangsa yang tidak cinta dengan sejarah dan perjuangan bangsanya sendiri, sehingga komunitas ini tidak mampu bertahan karena tidak ada generasi bangsa yang meneruskannya. Oleh karenanya, penting bagi kita sebagai generasi penerus bangsa untuk senantiasa mengenang tokoh-tokoh inspiratif seperti Sosrokartono ini beserta tokoh-tokoh lainnya, dengan cara meningkatkan literasi kita berupa membaca karya-karya tentang beliau dan juga gagasan- gagasan beliau yang ditulis oleh para murid dan kawan-kawan seperjuangan beliau. Oleh : Miftachul Khawaji (SMP Nurul Ulum Semarang)
6 Comments
Salah satu tokoh pahlawan yang sangat berjasa di Banten adalah KH Wasyid atau panggilan akrabnya yaitu Ki Wasyid, dia lahir pada tahun 1843 di kampung Delingseng, Ciwandan, Cilegon, Banten, daerah tersebut dahulunya sering dikenal dengan kecamatan Grogol. Ia terlahir sebagai anak tunggal dari pasangan Kiai Muhammad Abbas atau biasa disebut Ki Abbas dan Nyai Johariah. Dari garis keturunan keluarganya, dia merupakan keturunan dari nasab keluarga yang mempunyai jiwa pejuang. Silsilah lengkapnya yaitu Ki Wasyid bin Ki Abbas bin Ki Qoshdu bin Ki Jauhari bin Ki Mas Jong. Ki Mas Jong adalah tangan kanan Prabu Pucuk Umun, raja Pajajaran. Ketika Portugis datang ke tanah Jawa, Pajajaran meminta kepada Portugis untuk membantu dalam penaklukan terhadap kerajaan Banten, yang waktu itu di bawah pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin.
Keturunan Ki Mas Jong yang pertama adalah Ki Mas Jauhari yang kemudian mempunyai putra yang bernama Ki Qoshdu. Qoshdu menikah dengan Fadmah dan mempunyai seorang putra yang bernama Abbas. Seperti pada pendahulunya, Ki Abbas pun terlibat dalam perjuangan melawan penjajah. Ki Wasyid ini dilahirkan dari pernikahan pasangan suami istri yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dari pernikahannya inilah lahir seorang putra yang diberi nama Qosyid, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Wasyid. Ayahnya, Ki Abbas, mengambil bagian dalam pemberontakan Wakhia (Perang Gudang Batu) tahun 1850. Ki Wasyid ini dibesarkan dan tumbuh di tempat pengasingan karena ayahnya sering mengajak keluarganya berpindah-pindah tempat untuk menghindari dari kejaran tentara Belanda, Dari sinilah watak dan jiwa Ki Wasyid sebagai seorang pejuang semakin terbentuk. Pendidikan Qosyid terjadi melalui jalur informal dari pesantren ke pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dia juga murid Ki Wakhia. Ia kemudian memperluas ilmu agamanya di Makkah sambil menunaikan ibadah haji. Di Makkah, ia belajar di bawah bimbingan Syekh Nawawi Al-Jawwi Al-Bantani. Setelah kembalinya dari Mekkah, Ki Wasyid banyak melakukan perjalanan dari kampung ke kampung memenuhi undangan penduduk untuk berdakwah. Selain melakukan perjalanan dakwah ia juga mengajar di pesantrennya di Kampung Beji, Cilegon. pesantrennya terbentuk bermula dari beberapa orang pemuda yang membangun pondok namun akhirnya para nelayan, pedagang, kusir dan juga guru-guru pengajian dari tempat-tempat lainnya ikut membangun pondokan sehingga terbentuklah pesantren. Pesantren berasal dari kata “pesantrian” yang berarti tempat para santri. Dari sini pula lahir nama Gunung Santri. Tiga pokok ajaran yang disebarkan kepada muridnya adalah tentang Tauhid, Fikih, dan Tasawuf. menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam itu kepada masyarakat. Selain sebagai seorang ulama yang menguasai ilmu keagamaan, Ki Wasyid pun menjabat sebagai seorang penasehat Mahkamah Agung di Afdeling Cilegon. Ki Wasyid menikah dengan Atikah, gadis asal Beji, Cilegon. Dari pernikahannya ia dikaruniai dua orang anak: Muhammad Yasin dan Siti Hajar. Siti Hajar menikah dengan Ki Alwi dan memiliki seorang putra bernama Syam'un. Syam'un adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia terkemuka, pendiri Al-Khairiyah Citangkil dan Bupati Serang 1945-1949. Pada tahun 1887, sebelum peristiwa Geger Cilegon tahun 1888, ada pohon Kepuh besar di desa Lebak Kelapa. Pohon ini dianggap suci dan dapat menghalang bencana dan memenuhi permintaan seseorang, jika seorang Penjaga Pohon (Jin) di buatkan sesajen. Ki Wasyid berulang kali mengingatkan mereka bahwa itu perbuatan Syirik, tetapi dia mengabaikan peringatan itu. Melihat keadaan tersebut, Ki Wasyid dan beberapa muridnya menebang pohon berhala pada malam hari. Penebangan pohon telah menyebabkan kemarahan di antara pemilik pohon. Ia kemudian mengadukan kejadian tersebut kepada pemerintah Belanda, mengklaim bahwa Ki Wasyid telah merugikan dirinya sebagai pemilik karena ia memperoleh penghasilan dari pohon tersebut.Atas laporan tersebut akhirnya Ki Wasyid ditangkap dan diadili di pengadilan kolonial pada 18 November 1887. Ki Wasyid divonis dengan hukum cambuk dan dipenjarakan, serta dikenakan denda sebesar 7,50 gulden. Peristiwa ini telah membuat para kyai dan ulama merasa dilecehkan. Hal inilah kemudian menjadi salah satu dari cikal bakal gerakan Ki Wasyid. Geger Cilegon merupakan peristiwa perlawanan bersenjata rakyat Banten terhadap kekuasaan pemerintah Hindia Belanda yang terjadi pada tanggal 9 Juli 1888. Peranan Ki Wasyid merupakan figur sentral dalam memimpin pasukan. Para Jawara dan umaro yang bersedia ikut berjihad melawan penjajah. Pemberontakan itu dilatarbelakangi oleh kesewenang-wenangan Belanda setelah peralihan terhadap kependudukan Belanda di Banten. Awal tahun 1888 M, Ki Wasyid mengadakan pendekatan kepada semua pihak yang telah menjawab seruannya untuk berjihad melawan kolonial Belanda. Pertemuan 14 febuari 1888 M sd 13 Maret 1888 di Tanara dan Seneja membicarakan siasat dan strategi pertempuran, mengingat perbandingan senjata yang kurang dibanding Belanda. Selanjutnya, mereka sempat beberapa kali melakukan pertemuan rahasia, pertemuan terakhir di Gulacir pada 22 Juni 1888 M lahir kesepakatan yaitu akan diadakan pemberontakan pada hari sabtu, 17 Juli 1888 M. serangan di mulai setelah sholat subuh dan dikenal dengan “serangan fajar”. Penyerangan dilakukan dari tiga arah yang berbeda dan mendadak sehingga membuat pasukan Belanda kocar kacir dan Kantor Afdeling Cilegon dapat dikuasai pasukan Ki Wasyid. Peperangan meluas dari banten Utara sampai Banten selatan, arah Sumur Pandeglang. Pasukan Ki Wasyid akhirnya dapat ditundukan oleh Belanda. Kiai Wasyid wafat pada 17 Juli 1888 M dan dimakamkan di Kota Cilegon Banten. Mungkin itu sedikit kisah dan biografi Ki Wasyid,banyak pelajaran yang dapat kita ambil,dari jangan pernah menyerah di setiap keadaan, dan jangan takut untuk membela kebenaran. Serta yang paling penting yaitu jangan menyekutukan Allah Swt, dengan perbuatan syirik. Oleh : Rizky Hidayat (UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten) Abdoel Moethalib Sangadji lebih dikenal dengan nama A. M. Sangadji dan dijuluki Jago Tua adalah pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia. Lahir di pulau haruku tepatnya negeri Rohomoni 3 Juni 1889, dari rahim seorang wanita berparas ayu putri Raja negeri Siri-Sori Islam di Saparua, Siti Saat Pattisahusiwa. Ayahnya adalah seorang reghent /raja negeri Rohomoni, Abdoel Wahab Sangadji. Keberuntungan mewarnai kehidupan masa kecil Abdoel Moethalib Sangadji beserta Abangnya Abdoullah Sangadji (controleur karesidenan Kukar), serta dua adik nya Mohammad Djen Sangadji (Jaksa Belanda), Siti Nur Saat Sangadji (pejuang wanita). Di sekolahkan pada jaman kolonialisme itu. A. M Sangadji memulai mengenyam pendidikan dasar pada Sekolah Belanda HIS dan dilanjutkan dengan pendidikan menengah MULO.
Abdoel Moethalib yang tidak sempat melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi kemudian memilih terjun dalam dunia politik. Bersama Oemar Said Tjokroaminoto dan beberapa pejuang sejamannya seperti H. Agoes Salim turut andil dalam mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam Pada tahun 1912, Abdoel Moethalib juga pernah berpartisipasi sebagai peserta dalam Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 di jakarta. Dikenal piawai dalam berpidato Abdoel Moethalib memiliki mobilitas tidak hanya di Maluku tempat asalnya, tapi juga pernah berkiprah di Borneo, terlebih lagi di Jawa. Pada tahun 1920-an, di Samarinda Kalimantan Timur, Abdoel Moethalib mendirikan Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat (BPPR) serta mengelola Neutrale School untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan bumiputera. Setelah mendengar berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Abdoel Moethalib melakukan perjalanan dari Samarinda ke Banjarmasin untuk bertemu dengan pemimpin BPRI, menyebarkan berita kemerdekaan bangsa Indonesia di daerah yang dilalui dan mengibarkan bendera Sang Merah Putih. Oleh para pejuang kemerdekaan sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Abdoel Moethalib disebut sebagai pemimpin tua dan dijuluki Jago Tua, seperti diwartakan dalam beberapa surat kabar di ibu kota Republik, Hindeburg Kalimantan, serta Merdeka Solo. Pihak Kolonial Belanda dan Jepang pun tahu tentang kedudukan dia sebagai pemimpin tua itu. Pada bulan April 1946 polisi Belanda berhasil menangkap Abdoel Moethalib dan memenjarakan di penjara Banjarmasin. Selepas keluar penjara Banjarmasin, Abdoel Moethalib menyeberang ke pulau Jawa. Ia kemudian memimpin Laskar Hisbullah yang berpusat di Yogyakarta dan pernah menugaskan R. Soedirman untuk membentuk Laskar untuk daerah Martapura dan Pelaihari, serta Tamtomo sebagai penghubung Markas Besar Hisbullah Yogya untuk Kalimantan. Akan tetapi, ia kemudian tewas ditembak militer ketika Agresi Militer Belanda I di Yogyakarta tahun 1947. Oleh : Afrianto Rehiara (Duta Inspirasi Maluku Batch 6) |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
May 2024
Categories |