Magelang merupakan salah satu kabupaten yang sejuk dan asri karena dikelilingi oleh 5 gunung sekaligus yaitu gunung Merapi, gunung Merbabu, Gunung Sumbing, gunung menorah, dan gunung telomoyo. Dengan letak geografis ini kota magelang berada persis di tengah-tengah pulau jawa. Letak geografis kota magelang ini dalam pandangan masayarakat sekitar bukan suatu kebetulan, namun terdapat legenda yang melatarbelakanginya. Gunung Tidar yang berdiri di bagian selatan Kota Magelang dengan ketinggian 503 meter di atas permukaan laut memiliki banyak legenda misteri yang kuat. Berdasarkan cerita dari masyarakat sekitar terdapat cerita tentang Legenda paku bumi tanah Jawa. Dalam legenda ini, masyarakat tradisional Jawa meyakini bahwa Gunung Tidar adalah paku bumi di tanah Jawa. Konon dahulu pulau Jawa berbentuk seperti perahu yang selalu terombang-ambing oleh gelombang laut dan sewaktu-waktu bisa terbawa arus laut. Paku bumi yang kemudian berubah menjadi Gunung Tidar itu diyakini ditancapkan oleh seorang dewa dari kayangan. Sejak saat itu, pulau Jawa dihuni oleh bangsa jin dan masyarakatnya sebagian besar memiliki ilmu kanuragan Paku bumi yang kemudian berubah menjadi Gunung Tidar itu diyakini ditancapkan oleh seorang dewa dari kayangan. Sejak saat itu, pulau Jawa dihuni oleh bangsa jin dan masyarakatnya sebagian besar memiliki ilmu kanuragan Karena begitu kuatnya kepercayaan tradisional masyarakat Jawa saat itu, banyak ulama-ulama Agama Islam gagal untuk menyebarkan dakwah Islam di tanah Jawa. Hingga akhirnya datanglah sosok sakti dari Persia yang bernama Syekh Maulana Subakir yang hendak menyucikan Pulau Jawa dari kemusyrikan bangsa Jin dan menyebarkan dakwah Islam di tanah Jawa. Dalam pertempuran melawan bangsa jin, Syekh Subakir menancapkan tombak di Gunung Tidar dan akhirnya membuat bangsa jin terusir dari tanah Jawa dan mengungsi ke pantai selatan Jawa. Kemudian Sabda Palon yang merupakan pengasuh tanah Jawa menampakan diri dan menantang Syekh Subakir bertanding. pertarungan berakhir seri hingga perjanjian damai terjadi saat Syekh Subakir menjelaskan niatnya kepada Sabda Palon untuk menyebarkan dakwah Islam di tanah Jawa. Niat inipun akhirnya diterima baik oleh Sabda Palon. Sumber: https://www.solopos.com/mengungkap-legenda-paku-bumi-di-balik-gunung-tidar-magelang-1129275
3 Comments
Danau Panggang merupakan nama Desa sekaligus nama Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis sendiri juga berasal dari daerah ini. Jika kalian dari Banjarmasin maka melakukan perjalanan darat sekitar 5,5 jam untuk sampai ke lokasi. Danau Panggang adalah daerah bertipe lahan basah yang dikelilingi air rawa, tak heran jika segala aktivitas masyarakatnya berhubungan erat dengan sungai.
Berdasarkan cerita yang berkembang dimasyarakat dan literatur menyebutkan nama Danau Panggang memiliki asal usul sendiri. Setelah penulis himpun dari berbagai sumber berikut 2 versi sejarah singkat nama Danau Panggang.
Nah, gimana sobat inspirasi? Sejarah singkat asal usul nama Danau Panggang. Kalian tertarik untuk datang kedaerah ini? Kami tunggu. Biodata : Penulis akrab dipanggil Rian lahir pada 30 Juni. Penulis suka menulis selaras dengan beberapa prestasi yang ia raih seperti juara Essay nasional, Jurnal ber ISBN, aktif sebagai blogger. Penulis juga hobi bermain bulutangkis dan tergabung di tim PB. Kilat Senja didaerahnya. Penulis dapat dihubungi melalui instagram @rian.enj dan email [email protected]. ![]() Dia, Orang Kayo Hitam, seorang yang terkenal. Namun sebagai seorang raja, ayah beliau konon kabarnya berasal dari buah nyiur gading. Pada zaman dahulu di negeri Jambi ini, ada sebatang nyiur gading yang hanya berbuah lima. Kelima buah nyiur tersebut sampai batangnya tua tetap tidak gugur-gugur. Begitu batang nyiur tadi akan tumbang karena sudah sangat tua, yang rupanya masa hidupnya sudah berakhir, kelima buah nyiur tersebut gaib berubah menjadi manusia. Empat menjelma menjadi laki-laki, dan seorang perempuan. Lelaki yang tertua menjadi raja Mataram yang kedua raja di Jambi bernama Datuk Temenggung empat Tiang Bungkuk berkuasa di Ranah Minang, yang kelima, yang paling bungsu, seorang wanita bernama Puteri Mayang Mengurai. Datuk Temenggung Mareha Mata kelak mempunyai lima orang anak. Yang tertua bernama Orang Kayo Hitam, yang kedua Orang Kayo Pinagi, ketiga Orang Kayo Gemuk, keempat Orang Kayo Padataran, dan yang paling bungsu seorang wanita bernama Puteri Pinang Masak. Pada masa itu negeri Jambi berhubungan baik dengan kerajaan Mataram. Raja Mataram kebetulan berasal dari negeri Jambi sendiri, yang dahulunya penjelmaan buah nyiur gading. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, setiap tahun, Kerajaan Jambi mengirim upeti ke Mataram berupa pekasam keluang dan pekasam pacat. Tetapi ketika Orang Kayo Hitam naik takhta, kebiasaan itu dihentikannya. Tentu saja raja negeri Mataram sangat marah. Dan ketika itu baginda sudah tahu bahwa berbuat demikian ialah raja Jambi sendiri, yang bernama Orang Kayo Hitam, segeralah disusunnya suatu rencana untuk menyerang Jambi. Untuk menyerang Jambi tidak mudah. Karena itu baginda mendirikan pusat latihan tentara di Mataram. Pelatih tentara yang dipersiapkan tersebut dipercayakan kepada sembilan orang hulubang yang dianggap tangguh. Di lain pihak untuk membunuh Orang Kayo Hitam, sengaja dibuat sebuah keris yang ditempa sembilan tempaan, dan harus selesai dikerjakan selama sembilan kali Jumat. Orang Kayo Hitam, dalam pada itu, sudah tahu pula segala rencana pamannya raja Mataram tersebut. Maka dibulatkannya tekadnya untuk segera berangkat ke Mataram. Perlengkapan yang dibawanya, tombak bermata tiga berhulu tentang tenggeris bujang sebuah, jala sutera, seekor burung tiga warna, hitam, putih, dan merah. Kelima barang tersebut ditaruhnya baik-baik di dalam perahu yang akan dipakainya untuk berlayar. Ikut bersama Orang Kayo Hitam ialah adiknya sendiri, Orang Kayo Pingai. Adiknya ini mempunyai sifat yang lain dari pada yang lain. Kalau sudah makan akan segera jatuh tertidur dengan pulasnya. Tak satu pekerjaan pun yang disenanginya. Dan memang ia tak suka bekerja. Orang yang mengerti betul akan sifat-sifatnya ini hanyalah kakaknya sendiri. Orang Kayo Hitam. Kepada Orang Kayo Hitamlah semua kehendaknya dapat disalurkan. Orang Kayo Hitamlah dapat memberinya makan kenyang. Itulah sebabnya kemana saja Orang Kayo Hitam pergi. Orang Kayo Pingai telah turut pula. Ia tak hendak tahu sedikit pun dengan persoalan kakaknya itu, apalagi bila kakaknya dalam kesulitan. Baru saja Orang Kayo Hitam sampai di pelabuhan Mataram, ia disambut dengan tembakan meriam. Tapi Orang Kayo Hitam yang sudah berubah rupa menjadi anak yang kudisan, tak cedera sedikit pun oleh tembakan tadi. Melihat keadaan yang demikian, baginda raja segera memerintahkan kesembilan hulubalangnya menangkap anak kecil yang baru datang itu. Tapi ketika mereka sampai dipelabuhan, bau busuk menusuk-nusuk hidung, menyebabkan mereka tak dapat mendekat ke perahu anak kecil tadi. Mereka pun kembali ke tempat raja di pemusatan latihan. Pada hari Jumat pertama, baginda raja bersama seorang mpu pandai besi telah berada di sebuah gua batu tempat yang letaknya oleh seorang jua pun. Maklumlah rahasia kegunaan keris yang akan dikerjakan mpu tersebut tak boleh diketahui oleh siapa saja. Ketika baginda telah meninggalkan gua batu, dan yang ada di dalamnya hanya mpu seorang, anak kecil kudisan tadi telah muncul begitu saja disana. Mpu pandai besi tadi sangat terkejut melihat kedatangan anak kecil yang tak diduga-duganya sebelum itu. “Eh, mengapa engkau sampai di sini?” Mpu pandai besi bertanya kepada anak kecil kudisan yang telah berdiri dengan beraninya di dalam gua bersamanya. “Anak siapa engkau gerangan hingga tersesat sampai kemari ?” “Hamba tidak tersesat, Mpu!”jawab anak tersebut. “Ketahuilah oleh Mpu, bahwa Mpu berada hamba pasti bersama Mpu pula. Yang ingin hamba tanyakan, apa yang sedang Mpu kerjakan di dalam gua batu ini seorang diri?” “Tidakkah nampak olehmu bahwa aku sedang membuat keris? Keris ini terbuat dari besi yang diramu di sembilan desa, dan di tempa sembilan tempaan, yang harus selesai selama sembilan kali Jum’at, kata Mpu itu. “Untuk apa keris yang demikian aneh itu?” Pertanyaan tersebut tidak dijawabnya sedikitpun oleh Mpu pandai besi itu. Ia tanpa menoleh meneruskan pekerjaannya. Mengetahui pertanyaannya tak akan dijawab oleh Mpu tua pandai besi tadi, segeralah ia minta diri. Sebentar kemudian ia telah sampai kembali di perahunya. Didapatinya adiknya Orang Kayo Pingai mendengkur tidur dengan nyenyaknya. Semenjak itu, anak kecil tadi tak lagi pergi kemana-mana. Ia sudah tahu keris yang dikerjakan mpu tua akan selesai delapan kali Jum’at lagi. Waktunya dihabiskannya di perahu saja, bermain dengan kelima barang bawaannya yang dibawanya dahulu dari Jambi. Penduduk negeri Mataram tak hendak mendekat karena bau busuk selalu tercium dengan lantang dari perahu yang tertambat itu. Menurut perkiraan mereka pastilah anak kecil yang dihinggapi kudis ganas tersebut akan mati juga akhirnya seorang diri. Apa gunanya dijenguk kesana. Kalau penyakit tersebut sebangsa penyakit menular, tentu amat berbahaya untuk didekati. Biarlah anak tersebut mati menurut panggilan nasibnya. Ketika jangka sembilan Jum’at sudah tiba, anak kecil itu pergilah kembali ke gua batu tempat mpu sedang membuat keris dahulu. “Ha, engkau sudah datang pula!” kata mpu pandai besi kepadanya. “Apakah hamba tidak boleh melihat keris itu?” jawabnya. Kalau hamba boleh melihatnya, tentu boleh pula memegangnya agak sebentar,” kata anak itu lagi. “Tidak boleh!” bentak mpu tersebut, “Nanti diketahui raja.” “Tidak apa-apa, Mpu” kata anak itu, “Mana mungkin raja mengetahuinya. Kita hanya berdua saja di dalam gua ini.” Begitulah anak lelaki kecil itu mengugut-ugut terus serta membujuk-bujuk mpu pembuat keris. Hingga akhirnya keris tersebut ditunjukkannya juga kepada anak kecil yang cerdik itu. “Berapa upah yang Mpu terima dari raja untuk membuat keris ini!” “Kulub” katanya kepada anak kecil setelah ia berada di perahu di pelabuhan. “Boleh tak boleh aku akan bersembunyi disini. Dapatkah engkau menerimaku?” “Tentu” jawab anak kecil diperahu tersebut. “Datuk dapat terbaring didalamnya. Percayalah kepada hamba, tak seorang pun yang akan dapat melihat Datuk.” Anak kecil kudisan yang telah lama bermukim di pelabuhan tersebut mulai membersanilan diri pergi ke gelanggang tempat tentara Mataram melakukan latihan. Ketika ia sampai disana semua orang mengejeknya sejadi-jadinya. Kebanyakan di antara mereka marah kepada anak kecil tersebut. Anak kecil tadi dengan anak ayam jantan yang terkepit diketiaknya tidak berbuat sesuatu apa. Ia hanya berdiam diri saja, biarpun ejekan dan caci maki menjadi-jadi dilontarkan orang banyak. Kudis yang melekat ditubuhnya digaruk-garuknya juga, menyebarkan bau busuk, yang makin menimbulkan marah orang banyak. “Baik kita bunuh anak kecil kudisan itu,” kata salah seorang hulubalang yang delapan kepada kawan-kawannya. “Apa yang engkau ketahui anak kecil?” serunya pula. “Tak sesuatu pun yang hamba ketahui Datuk” jawab anak tersebut sambil menggaruk-garuk kudisnya. “Kalau demikian mengapa engkau kemari?” bentak salah seorang hulubalang yang delapan. “Hamba ingin bermain-main bersama ayam hamba ini,” jawab anak itu. Mendengar tutur anak kudisan itu tertawa semua orang yang ada di tempat latihan itu. Seorang yang dikelihatannya amat garang, berkata dengan lantang, “Jawab pertanyaanku, bedebah! Kalau tidak engkau kubunuh. Permaianan apa yang engkau kuasai?” “Hamba tak menguasai sesuatu permainan pun” jawabnya. “Engkau pandai main ini” tanya hulubalang garang itu pula menirukan gerakan orang bersilat. “Hamba tak pandai, Hamba hanya pandai sekedar memainkan kayu. “Dimana engkau simpan kayumu itu? tanya hulubalang. “Di dalam perahu di pelabuhan,” jawab anak itu. Engkau tunggulah disini anak kotor!” kata hulubalang tersebut. “Biar kami yang akan mengambilnya.” Maka pergilah hulubalang yang delapan ke pelabuhan menjemput kayu yang dikatakan anak kecil tadi. Tetapi alangkah kecewa mereka, karena yang mereka temukan hanya perahu kecil yang kosong. Mereka pun kembali ke tempat latihan dengan marah yang berapi-api. Ingin rasanya mereka hendak menghabisi anak kecil itu pada saat itu juga. “Engkau betul-betul seorang pendusta besar!” bentak salah seorang hulubalang yang baru kembali bersama kawan-kawannya.”Engkau katakan kayumu di perahu, ternyata engkau hanya ingin mempermainkan kami. Engkau rupanya ingin mengacau. Baik engkau kami bunuh bersama ayammu sekali.” “Ayam hamba ini pandai berkokok!” jawab anak kecil itu tanpa menaruh rasa takut sedikit jua pun. “Kalau hendak mencoba boleh kita coba.” Kemudian dihamburkannya anak ayam kecil itu… cikcikeiaaaap, ayam itu berkokok dengan lucunya. Semua orang terdiam keheranan. “Nah, hanya demikianlah kepandaian hamba, Tuk” Para hulubalang pelatih tentara banyak tadi, sangat marah menyaksikan gelagat anak kecil yang menjengkelkan mereka. Serentak mereka menyeret anak tersebut menuju pelabuhan. Di kapalnya teracung mata-mata pedang yang berkilat-kilat tertimpa cahaya matahari. Tunggulah sebentar!” kata anak lelaki tersebut kepada kedelapan hulubalang yang memuncak amarah mereka. “Simpanlah dahulu semua pedang Datuk-datuk”. Ia pun mengikatkan ayamnya ketiang layar perahunya. “Sekali ini engkau benar-benar kami bunuh”’ bentak pemimpin hulubalang tersebut. “Engkau telah mempermainkan kami. “Inilah kayu yang Datuk-datuk pinta” jawabnya. Serentak dengan itu dilibaskannya tangkai tombaknya kepada hulubalang delapan yang mengelilinginya sehingga mati semua. Setelah semua hulubalang tersebut tewas semuanya, ia langsung melenting kedaratan dan bergegas ke tempat latihan. Dia mengamuk dan menewaskan semua tentara yang sedang berlatih disana. Dihabiskannya dalam waktu yang cukup pendek. Tinggallah sekarang raja seorang diri, dengan memendam rasa marah. Tak diketahui baginda bahwa anak kecil tersebut anak kemenakannya sendiri. “Engkau mungkin berhajat hendak menguasai kerajaanku. Buyung!” kata baginda dengan marah. “Tapi ketahuilah olehmu bahwa selagi hayatku masih ada tak mungkin kuserahkan kepadamu.” Anak kecil tersebut tidak tersinggung mendengar ucapan pamannya. Dibujuknya juga pamannya supaya jangan terlanjur begitu. Tetapi raja Mataram nampaknya tak memperdulikan sedikit jua pun bujukan tersebut. Bahkan baginda tiba-tiba menangkap dan menghempaskannya. Tujuh hari tujuh malam lamanya. Dilanjutkannya menggunakan senjata tujuh hari tujuh malam pula. Namun semua senjata patah-patah, anak kecil tersebut belum juga cedera. Ia malahan belum membalas. Kemudian ia direndam pula dalam sumur selama tujuh hari tujuh malam, namun ia belum juga binasa, dan ia belum juga melawan. PENULIS Nama : Irwin Syah Putra Ig : irwinsyahputra0211 Gmail : irwinsyahputra0211 Duta Inspirasi Library And LinkedIn Batch #3 Subdevisi Website ![]() Pada zaman dahulu, di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang dikutuk Tuhan untuk turun ke bumi dan menjadi binatang. Si dewa menjadi seekor anjing yang bernama Tumang dan si dewi menjadi babi hutan betina bernama Wayung Hyang. Secara ajaib, Si mantan dewi ini tiba-tiba hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik dan meninggalkannya di hutan. Bayi ini ditemukan oleh Raja Sungging Perbangkara. Si bayi dibawa ke keraton dan dinamakan Dayang Sumbi atau Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh besar menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita hingga banyak raja dan pangeran yang ingin menikahinya. Karena itu, terjadilah peperangan besar oleh sesamanya untuk berebut si Dayang Sumbi. Merasa sedih karena peperangan, si Dayang Sumbi pun meminta untuk diasingkan. Di pengasingan, Dayang Sumbi tinggal di sebuah bukit bersama dengan seekor anjing yang merupakan mantan dewa, si Tumang. Pada suatu hari, saat Si Dayang Sumbi sedang menenun kain, terompongnya terjatuh. Karena malas, Dayang Sumbi pun melontarkan ucapan “Siapapun yang mengambilkannya, bila laki-laki akan kujadikan sebagai suami, jika perempuan akan kujadikan saudari.” Mendengar itu, si Tumang pun turun dan mengambilnya. Dayang Sumbi pun harus mengawini si Anjing hitam itu. Ternyata, setiap malam bulan purnama si Tumang bisa kembali ke wujud aslinya sebagai lelaki tampan. Beberapa bulan setelah menikah, Dayang Sumbi pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang dinamakan Sangkuriang. Pada suatu hari, si Tumang pergi ke hutan untuk berburu rusa. Namun, tidak ada rusa sama sekali di hari itu, hanya seekor babi hutan yang ternyata si Wayung Hyang.Merasa terpaksa, anak ini ingin memburu babi ini namun si Tumang tidak menurutinya karena tahu babi itu adalah temannya. Pemuda itu pun semakin jengkel. Tanpa sengaja anak panah itu terlepas dan membunuh si Tumang. Pemuda ini pun mengambil hatinya untuk diberikan kepada si ibu. Sesampainya di rumah, ia berbohong kepada Dayang Sumbi dan berkata bahwa hati yang dibawa adalah milik rusa yang telah diburu.Si Dayang Sumbi pun memasak dan memakan hati tersebut mengira itu adalah hati rusa. Begitu Dayang Sumbi sadar bahwa hati itu adalah milik si Tumang, kemarahannya meledak dan memukul anaknya dengan sendok nasi dari tempurung kelapa. Pukulan itu hasilkan luka di kepala si anak yang kemudian kabur melarikan diri. Si Dayang Sumbi yang menyesal pun pergi mencari anaknya di dalam hutan.Namun, anaknya ini sudah pergi jauh. Si Dayang Sumbi berjanji akan bertapa dan hanya makan tumbuhan juga sayuran mentah agar anaknya kembali. Setelah sekian lama berkelana, Sangkuriang kembali ke daerahnya lagi dimana si Dayang Sumbi berada. Tanpa sadar, ia bertemu dan jatuh cinta pada si Dayang Sumbi yang sebenarnya adalah ibunya. Begitu juga dengan Dayang Sumbi. Namun pada suatu hari, si Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala pemuda ini yang merupakan bekas luka karena pukulan sendok kayu. Dayang Sumbi pun sadar bahwa pria ini anak laki-lakinya yang sudah lama hilang. Karena itulah, si Dayang Sumbi menolak timangan dan menjelaskan kenyataan bahwa pria perkasa ini adalah anak kandungnya sendiri. Si pemuda ini tidak peduli dan memaksa Dayang Sumbi untuk terima timangannya. Tapi, dengan sekuat tenaga Dayang Sumbi selalu menolak dan melakukan segala cara. Salah satunya adalah dengan memberi syarat yang tidak masuk akal. Si Dayang Sumbi berkata, “Buatkan diriku sebuah perahu dan sebuah telaga yang sanggup bendung aliran Sungai Citarum dalam waktu semalam!” Pemuda ini pun langsung membuat perahu menggunakan sebuah pohon besar sebagai bahan utamanya, tunggul, dan juga pangkal pohon ini kelak menjadi asal mula Bukit Tunggul yang ada di sebelah Timur. Bahkan pemuda ini memakai bantuan para makhluk halus atau para Guriang. Dengan bantuan mereka, akhirnya saat lewat tengah malam danau pun sudah hampir selesai. Si Dayang Sumbi pun mencoba untuk mengelabuinya dengan membentangkan kain putih tenunannya di atas bukit sebelah timur agar terlihat seperti matahari sudah terbit. Lalu juga memukul alu ke lesung secara terus menerus seolah sedang menumbuk padi. Dikelabui dengan suara itu, para anak buah pemuda itu pun berlarian ketakutan dan akhirnya menghilang bersembunyi dari sinar matahari. Danau yang dijanjikan pun tidak selesai. Pemuda perkasa itu mengamuk dan menendang perahu raksasa yang sudah dibuatnya dengan susah payah ke arah utara. Perahu yang menangkup inilah yang menjadi asal mula gunung Tangkuban perahu. Seakan dibutakan dengan cinta, dia terus mengejar Dayang Sumbi hingga ia pun berlari ke atas Gunung Putri. Dayang Sumbi meminta kepada Tuhan agar anaknya tidak bisa menemukannya lagi. Ia berubah menjadi setangkai bunga Jaksi yang tumbuh dengan cantik. Namun, pemuda ini terus mencari hingga ke sebuah tempat yang disebut sebagai Ujung Berung. Di situlah pemuda ini menghilang ke alam gaib dan tidak pernah kembali. PENULIS Nama : Maya Arinda Putri Nurmadani TTL : Jember, 3 November 2002 Alamat : Mamuju, Sulawesi barat Gmail : [email protected] Ig : mayaarinda_ 28/12/2021 TERJADINYA LIMA SUNGAI BESAR DI SULAWESI SELATAN (SUNGAI WALANNAE, S. CENRANA, S. TANGKA. S. APARENG. S. JENNEBERANG)Read NowKata yang empunya ceritra, pada zaman dahulu di daerah Sulawesi Selatan belum ada sungai. Pada waktu itu daerah ini hanya dihuni oleh sebuah keluarga yang terdiri atas 7 orang : Bapak, lbu dan lima orang anaknya. Mereka berdiam di puncak gunung Bawakaraeng (sekarang termasuk Kabupaten Bantaeng). Pencaharian mereka hanyalah mencari buah-buahan di hutan, sambil berburu binatang. Pada waktu itu bercocok tanam, belum mereka ketahui begitu pula mata pencaharian lainnya. Setiap hari bapak bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Kelima orang anaknya sudah besar, tetapi tidak seorangpun ada yang suka membantu ayahnya bekerja. Setiap hari pekerjaan anak-anak ini hanyalah bermain "galenggo", semacam permainan ketangkasan yang mempergunakan tempurung kelapa sebagai alatnya. Pada suatu hari kesabaran ayahnya tidak dapat dibendung lagi. Pada waktu itu kesehatan ayahnya agak terganggu, sehingga tidak dapat pergi jauh mencari makanan untuk hari itu. Disuruhlah anaknya agar pergi mencari buah-buahan di hutan yang dapat dimakan. Anaknya yang sulung begitu pula yang lainnya tidak ada yang memperhatikan suruhan ayahnya tersebut. Hanyalah si bungsu yang patuh mendengar perintah ayahnya itu tapi apa daya sebab ia masih kecil disamping tidak kuat bekerja, juga sangat berbahaya jalan sendiri karena banyak binatang buas di dalam hutan. Ayahnya sangat marah sambil mengambil pentung, ia bangkit memburu anaknya untuk dipukul. Kelima anaknya lari pontang panting karena takut kena pukulan ayahnya. Mereka berlari terpencar untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Ada yang lari ke barat, ada yang lari ke timur dan ada yang lari ke utara. Yang lari ke arah utara ialah si bungsu anak kesayangannya. Sesungguhnya sang ayah tidak memarahi anaknya yang bungsu, malahan ia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Si Bungsu ini memang mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat saudara-saudaranya. Ia selalu bersedia akan membantu ayahnya bekerja, hanya sayang sekali ia masih kecil sehingga selalu dilarang oleh ayahnya terutama jika akan masuk ke dalam hutan untuk mencari buah-buahan. Pada waktu ayahnya memburu saudara-saudaranya, si Bungsu mengira bahwa ayahnya juga marah kepadanya dan akan memukulnya. Si Bungsu lari dan berlari sedangkan ayahnya juga berlari kencang memburunya dari belakang. Ayah berteriak memanggil-manggil namanya sambil disuruh berhenti. Tapi si Bungsu setiap mendengar suara ayahnya sambil menoleh ia mempercepat larinya. Sesungguhnya ayahnya memburunya bukan karena akan memukulnya, melainkan untuk menahan dan akan memanggilnya pulang ke rumah karena ia tidak bersalah dan tidak malas pula. Si Bungsu terus berlari akhirnya ia tiba di suatu daerah yang sekarang dinamai daerah Wajo/Sengkang. Ayahnya terus memburu dari belakang. Setelah tiba di daerah Wajo ayah kehilangan jejak anak bungsunya sehingga ia berputar-putar sambil berteriak-teriak menangis memanggil anak bungsunya. Air mata ayahnya yang berjatuhan sangat banyak ini kemudian menjadi danau yang sekarang disebut Danau Tempe. Dari danau ini kemudian mengalirkan airnya ke Teluk Bone yang kemudian disebut Sungai Cenrana. Si Bungsu yang lari sambil menangis air matanya kemudian mengalir menjadi sungai yang sekarang disebut Sungai Walannae bermuara di Teluk Bone, karena memang si Bungsu berlari dari utara membelok ke timur dan menceburkan diri di Teluk Bone dan menjadi ikan Lumba-Lumba. Sampai saat ini ikan lumba-lumba kelihatannya kepayahan apabila sekali-sekali nampak ke permukaan air. Kakak Si Bungsu yang berlari ke arah barat demikian juga halnya, berlari sambil menangis sehingga ia tiba di Selat Makassar dan menceburkan diri di selat ini. Sepanjang perjalanannya itu ia mencucurkan air matanya, kemudian inilah yang menjadi sungai yang sekarang disebut Sungai Jeneberang. Kakak Si Bungsu ada pula yang lari ke arah timur dan akhirnya tiba di Teluk Bone tak ada jalan lain terpaksa menceburkan diri di teluk itu dan menjadi ikan Lumba-Lumba pula. Air matanya yang bercucuran selama ia berlari itulah yang menjadi sungai yang disebut Sungai Tangka (perbatasan Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bone sekarang ini). lbunya yang menunggu di rumah sambil menangis memikirkan nasib suami dan anaknya terus menerus mencucurkan air mata dan akhirnya ia tak dapat tinggal di rumah (di puncak gunung Bawakaraeng) menyusul suami dan anak-anaknya dan tibalah ia di Teluk Bone, terus menceburkan diri di teluk itu dan menjadi ikan Lumba-Lumba pula. Air matanya yang bercucuran sepanjang perjalanannya itulah menjadi sungai yang disebut sungai Apareng (Kabupaten Sinjai). Demikian konon kisah tentang terjadinya Lima Sungai di Sulawesi Selatan, serta terjadinya Danau Tempe yang terdapat di Kabupaten Wajo sekarang ini, juga disinggung sepintas lalu tentang terjadinya ikan lumba-lumba yang selalu kepayahan kelihatannya. Benar tidaknya Wallahu A'lam. BionarasiMuhammad Syahrullah. Sr, lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr ![]() Akhir pertengahan 2017 penulis sempat berkunjung ke Candi Prambanan dalam rangkaian Praktikum Kuliah Lapangan (PKL). Candi Prambanan berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di Desa Bokoharjo Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Indonesia dengan relief yang khas dan panorama nan indah. Saat ini Candi Prambanan juga dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Tahukah kalian asal usul Candi Prambanan menurut cerita rakyat? Baik, mari kita baca dengan seksama cerita singkat berikut ini. Konon katanya, hiduplah seorang wanita yang cantik bernama Roro Jonggrang. Roro Jonggrang memiliki paras yang menawan dan merupakan putri kesayangan dari Raja Boko yang tinggal di Desa Prambanan. Tersohor akan kecantikannya maka banyak lelaki dari berbagai kerajaan ingin melamar Roro Jonggrang. Hingga suatu hari datanglah Bandung Bondowoso yang sekaligus mengalahkan Raja Boko kala itu ingin melamar Roro Jonggrang. Bandung Bondowoso ingin menjadikan Roro Jonggrang menjadi isitirnya. Namun karena Roro Jonggrang tidak menyukai Bandung Bondowo akhirnya dia meminta syarat ingin dibangunkan 1000 candi dalam satu malam. Tujuannya tentu saja agar Bandung Bondowoso tidak dapat mempersuntingnya dengan mudah. Memang dalam nalar manusia hal ini mustahil bisa dibangun akan tetapi Bandung Bondowoso menyanggupinya. Pekerjaan membangun 1000 candi pun dimulai. Bandung Bondoowo meminta bantuan makhluk halus. Malam itu terasa cepat bagi Roro Jonggrang. Satu persatu candi yang dibangun Bandung Bondowoso telah terbentuk. Mendekati Candi yang ke 999.Roro Jonggrang punya ide untuk menggagalkan Bandung Bondowoso yaitu membuat keadaan seperti fajar akan tiba karena jin yang membantu Bandung Bondowoso akan hilang ketika tahu matahari akan terbit. Roro Jonggrang bergegas mengambil lesung dengan dibantu beberapa rakyatnya. Lesung berbunyi saling bersahut sahutan. Ayampun berkokok menandakan fajar akan tiba. Para Mahkluk halus tiba-tiba sirna dari pandangan mata. Bandung Bondowoso yang mengetahui dia dicurangi maka marah besar. Dia pun mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung untuk menggenapi 1000 patung di candi itu. Itu pula yan gmenyebabkan Candi Prambanan sering disebut Candi Roro Jonggrang. Nah, perlu teman-teman ketahui ini hanyalah cerita rakyat yang mana sebenarnya jumlah patung di Candi Prambanan berdasarkan sumber adalah 250 saja bukan 1000. Makna yang bisa kita ambil adalah apa yang kita tanam maka itulah yang akan kita petik (RIAN). Sumber : diolah dari berbagai sumber dengan pengubahan seperlunya. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
May 2022
Categories |