28/12/2021 TERJADINYA LIMA SUNGAI BESAR DI SULAWESI SELATAN (SUNGAI WALANNAE, S. CENRANA, S. TANGKA. S. APARENG. S. JENNEBERANG)Read NowKata yang empunya ceritra, pada zaman dahulu di daerah Sulawesi Selatan belum ada sungai. Pada waktu itu daerah ini hanya dihuni oleh sebuah keluarga yang terdiri atas 7 orang : Bapak, lbu dan lima orang anaknya. Mereka berdiam di puncak gunung Bawakaraeng (sekarang termasuk Kabupaten Bantaeng). Pencaharian mereka hanyalah mencari buah-buahan di hutan, sambil berburu binatang. Pada waktu itu bercocok tanam, belum mereka ketahui begitu pula mata pencaharian lainnya. Setiap hari bapak bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Kelima orang anaknya sudah besar, tetapi tidak seorangpun ada yang suka membantu ayahnya bekerja. Setiap hari pekerjaan anak-anak ini hanyalah bermain "galenggo", semacam permainan ketangkasan yang mempergunakan tempurung kelapa sebagai alatnya. Pada suatu hari kesabaran ayahnya tidak dapat dibendung lagi. Pada waktu itu kesehatan ayahnya agak terganggu, sehingga tidak dapat pergi jauh mencari makanan untuk hari itu. Disuruhlah anaknya agar pergi mencari buah-buahan di hutan yang dapat dimakan. Anaknya yang sulung begitu pula yang lainnya tidak ada yang memperhatikan suruhan ayahnya tersebut. Hanyalah si bungsu yang patuh mendengar perintah ayahnya itu tapi apa daya sebab ia masih kecil disamping tidak kuat bekerja, juga sangat berbahaya jalan sendiri karena banyak binatang buas di dalam hutan. Ayahnya sangat marah sambil mengambil pentung, ia bangkit memburu anaknya untuk dipukul. Kelima anaknya lari pontang panting karena takut kena pukulan ayahnya. Mereka berlari terpencar untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Ada yang lari ke barat, ada yang lari ke timur dan ada yang lari ke utara. Yang lari ke arah utara ialah si bungsu anak kesayangannya. Sesungguhnya sang ayah tidak memarahi anaknya yang bungsu, malahan ia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Si Bungsu ini memang mempunyai sifat yang berbeda dengan sifat saudara-saudaranya. Ia selalu bersedia akan membantu ayahnya bekerja, hanya sayang sekali ia masih kecil sehingga selalu dilarang oleh ayahnya terutama jika akan masuk ke dalam hutan untuk mencari buah-buahan. Pada waktu ayahnya memburu saudara-saudaranya, si Bungsu mengira bahwa ayahnya juga marah kepadanya dan akan memukulnya. Si Bungsu lari dan berlari sedangkan ayahnya juga berlari kencang memburunya dari belakang. Ayah berteriak memanggil-manggil namanya sambil disuruh berhenti. Tapi si Bungsu setiap mendengar suara ayahnya sambil menoleh ia mempercepat larinya. Sesungguhnya ayahnya memburunya bukan karena akan memukulnya, melainkan untuk menahan dan akan memanggilnya pulang ke rumah karena ia tidak bersalah dan tidak malas pula. Si Bungsu terus berlari akhirnya ia tiba di suatu daerah yang sekarang dinamai daerah Wajo/Sengkang. Ayahnya terus memburu dari belakang. Setelah tiba di daerah Wajo ayah kehilangan jejak anak bungsunya sehingga ia berputar-putar sambil berteriak-teriak menangis memanggil anak bungsunya. Air mata ayahnya yang berjatuhan sangat banyak ini kemudian menjadi danau yang sekarang disebut Danau Tempe. Dari danau ini kemudian mengalirkan airnya ke Teluk Bone yang kemudian disebut Sungai Cenrana. Si Bungsu yang lari sambil menangis air matanya kemudian mengalir menjadi sungai yang sekarang disebut Sungai Walannae bermuara di Teluk Bone, karena memang si Bungsu berlari dari utara membelok ke timur dan menceburkan diri di Teluk Bone dan menjadi ikan Lumba-Lumba. Sampai saat ini ikan lumba-lumba kelihatannya kepayahan apabila sekali-sekali nampak ke permukaan air. Kakak Si Bungsu yang berlari ke arah barat demikian juga halnya, berlari sambil menangis sehingga ia tiba di Selat Makassar dan menceburkan diri di selat ini. Sepanjang perjalanannya itu ia mencucurkan air matanya, kemudian inilah yang menjadi sungai yang sekarang disebut Sungai Jeneberang. Kakak Si Bungsu ada pula yang lari ke arah timur dan akhirnya tiba di Teluk Bone tak ada jalan lain terpaksa menceburkan diri di teluk itu dan menjadi ikan Lumba-Lumba pula. Air matanya yang bercucuran selama ia berlari itulah yang menjadi sungai yang disebut Sungai Tangka (perbatasan Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bone sekarang ini). lbunya yang menunggu di rumah sambil menangis memikirkan nasib suami dan anaknya terus menerus mencucurkan air mata dan akhirnya ia tak dapat tinggal di rumah (di puncak gunung Bawakaraeng) menyusul suami dan anak-anaknya dan tibalah ia di Teluk Bone, terus menceburkan diri di teluk itu dan menjadi ikan Lumba-Lumba pula. Air matanya yang bercucuran sepanjang perjalanannya itulah menjadi sungai yang disebut sungai Apareng (Kabupaten Sinjai). Demikian konon kisah tentang terjadinya Lima Sungai di Sulawesi Selatan, serta terjadinya Danau Tempe yang terdapat di Kabupaten Wajo sekarang ini, juga disinggung sepintas lalu tentang terjadinya ikan lumba-lumba yang selalu kepayahan kelihatannya. Benar tidaknya Wallahu A'lam. BionarasiMuhammad Syahrullah. Sr, lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
May 2022
Categories |