Berkata yang empunya ceritra, adalah sebutir telur penyu kebetulan terletak dekat sebuah sumur yang disebut bubung baranie2) (menurut ceritra lain, bahwa telur itu adalah telur ayam). Pada suatu waktu datang seekor ular besar mengerami telur itu. Semua wanita-wanita dan anak-anak yang selalu ambil air di sumur itu sudah takut mendekat. Setelah cukup dua puluh satu hari lamanya telur itu dierami oleh ular, menetaslah. Adapun yang lahir dari telur tersebut seekor anak ayam yang sangat indah bulunya. Setelah telur menetas maka ular besar tadi menjalar turun ke sungai, akan tetapi selalu membawakan makanan kepada anaknya tiap hari sampai cukup empat puluh hari. Kelihatan anak ayam itu seperti ditiup-tiup, cepat sekali menjadi besar. Apabila anak ayam tersebut bercampur sesama anak ayam dan mematuknya, maka anak ayam yang dipatuk itu mati. Lama kelamaan pertumbuhan badannya makin tambah besar dan kuat, sudah terkenal di kampung itu karena sudah banyak ayam yang dipatuk lalu mati, rupanya patuknya berbisa, Penduduk kampung Panyula berusaha untuk menangkapnya, akan tetapi sukar menangkapnya, sebab kalau malam berubah bentuknya menjadi ular dan di waktu siang baru berbentuk ayam. (Menurut suatu riwayat lain, sebabnya sehingga disebut kampung itu Panyula, karena di situlah lahir Bakka Maroe, kemudian dierami oleh ular. Terdiri dari kata penyu dan ular menjadi Panyula). Orang-orang kampung bingung melihat perbuatan ayam berbisa itu, bila mematuk ayam baik kecil maupun besar, terus saja mati. Berita ini sampai di istana didengar oleh Raja tentang kebingungan kampung Panyula.
Suatu waktu akan diadakan pesta sabung ayam di Wajo, merupakan pesta rakyat mengadu ayam oleh orang-orang Wajo melawan ayam orang-orang Bone. Terkenal pula ayam orang Wajo yang disebut ayam Segong, besar lagi tinggi; panjang lehernya dan kuat melompat. Tawaran orang Wajo diterima oleh Raja, maka diumumkanlah ke seluruh pelosok tanah Bone hari yang telah ditetapkan akan berangkat ke Wajo menyabung ayam. Raja juga memerintahkan untuk menangkap Bakka Maroe agar dibawa ke istana. Pada hari yang telah ditetapkan berkumpullah semua penyabung membawa ayam sabungannya, kemudian berangkat menuju Wajo. Kemudian dari itu, pada hari yang ditentukan behimpunlah semua orang-orang Wajo dan orang Bone di suatu tempat penyabungan, ramailah orang berdatangan menonton. Tepat benar matahari memancarkan sinarnya di waktu pagi pesta rakyat dimulai atas restu dari Arung Matoa Wajo3). Tempik sorak meramaikan pesta itu berteriak menghasut ayamnya. Belum begitu lama berlangsung, ayam-ayam orang Bone sudah berguguran satu persatu, amatlah malunya mereka dan bingung melihat keadaan itu ditambah kalah judi yang sangat menekan perasaan. Tinggal lagi seekor ayam yang masih sisa tempat menggantungkan harapan akan menebus malu dan kekalahannya, yaitu Bakka Maroe. Sekarang tiba giliran Bakka Maroe dilepas, sekali saja mematok lawannya lalu mati. Berganti-ganti diganti lawannya, tiap kali mematuk lawannya lalu mati seperti minum racun, belum lagi melompat menggunakan tajinya. Demikian keadaannya Bakka Maroe dengan mudah saja membunuh semua lawan-lawannya, akhirnya bangkai bergelimpangan di hadapannya. Kembali orang-orang Wajo terheran-heran bertanya dalam hatinya, ayam apa ini, begitu berbisa patuknya. Sudah tujuh hari lamanya pesta berlangsung dengan meriahnya kemudian mereka kembali masing-masing ke kampungnya. Ada pun dalam keadaan demikian, orang-orang Wajo berusaha mencuri Bakka Maroe dan berhasil mengambilnya dari kurungannya. Keesokan harinya orang-orang Bone akan kembali ke negerinya dilihatnya Bakka Maroe hilang dari kurungannya, dicarinya kian kemari, tetapi tidak berhasil menemukannya akhirnya mereka kembali dalam keadaan susah. Suatu malam Bakka Moroe gelisah dalam kurungannya ingin keluar dan berhasil lepas, kemudian berjalan-jalan ke pinggir rawa-rawa, tiba-tiba ia melihat sepotong batang pisang sedang hanyut di sungai Cenrana, ketika itu ia melompat bertengger di atas potongan batang pisang itu kemudian hanyut bersama sampai pada muara sungai Pallima . Dari tempat itu ia melihat lagi sepotong kayu gabus sedang diombang ambing kan ombak di pinggir laut, segera ia melompat diatas kayu itu, dihempas ombak ditiup angin mengikuti arus. Tidak lama kemudian, kebetulan sekali sedang pasang naik sampailah ia di muara sungai Panyula pada dini hari, melompatlah naik di pohon kayu, bertengger, di situlah ia sampai terbit matahari. Sementara itu para nelayan dari Panyula sedang bertolak dari muara sungai akan mencari ikan di lautan, tiba-tiba mereka mendengar bunyi ayam. Salah seorang di antaranya berkata, rupanya sama bunyinya Bakka-Maroe, lebih baik kita tangkap, sebab kalau Bakka Maroe bebas mencari makanan dikampung kita akan habis mati ayam-ayam kita dipatuki nanti. Dikepungnya Bakka Maroe dan mereka berhasil menangkapnya kemudian dipotongnya lalu dimakannya. Tulang-tulang dan bulunya ditanamnya di pinggir sungai. Pada suatu waktu tersiar berita bahwa pernah kedengaran bunyi Bakka Maroe di muara sungai Panyula, berita ini sampai pada telinga raja, maka Raja Bone memerintahkan anjingnya ke Panyula untuk mencium jejak Bakka Maroe. Tidak berselang beberapa hari datanglah anjing sedang menggigit tulang-tulang dan bulu ayam. Setelah diadakan penyelidikan, yakinlah raja bahwa Bakka Maroe yang berjasa itu telah mati, dipotong oleh orang-orang Panyula. Raja menyuruh beberapa orang untuk mengikuti anjing itu ke Panyula dimana Bakka Maroe ditanam. Berselang beberapa waktu maka Raja Bone memutuskan di hadapan para anggota adatnya katanya, orang-orang Panyula musti dikenakan hukuman karena melanggar adat yaitu mereka telah memakan kepunyaan kerajaan, mereka potong Bakka Maroe yang sudah berjasa membesarkan nama kerajaan Bone diluar negeri, sudah berjasa menutup malu orang-orang Bone dalam pesta penyabungan ayam di Wajo. Arajang4) menolak orang-orang yang berbuat demikian. Lebih baik kita jadikan penduduk Panyula dengan tugas pendayung hingga keturunannya. Demikianlah gerangan sehingga orang Penyula diberi nama keturunan pendayung. Apabila Raja ingin pergi bertamasya di laut makan-makan ikan, maka dipanggillah orang-orang Panyula mendayung perahu. Demikian pula tugasnya orang-orang Panyula bila Raja akan berjalan melalui laut atau .akan pergi melancong dengan perahu, maka siap dan tetap pendayungnya. _____________________________ 1). Bakka Maroe : ayam kurik, yang bulunya terdiri dari warna hitam campur putih. Lahir dari telur penyu kemudian dierami oleh ular. 2). Bubung baranie : sumur berani, maksudnya suatu sumur bertuah bila airnya dimandikan pada lasykar-lasykar akan menjadi berani berperang. 3). Arung Matoa Wajo : Merupakan Raja dan gelar Datu, dibawahnya terdiri dari tiga orang Kepala Pemerintahan daerah yang bernama Limpo TelluE Kajuru'na 4). Arajang : alat-alat ker-ajaan yang bisa saja terdiri dari batu-batu permata atau puala, kain- kain, tombak, keris atau biasa terdiri dari guci atau palu. BIODATA PENULIS Muhammad Syahrullah. Sr, Duta Inspirasi Provinsi Sulawesi Selatan. lelaki asli keturunan Bugis Makassar yang akrab disapa Rull atau Syarh dan memiliki nama rumah Angga. Lahir di Ujung Pandang, 22 Oktober 2001. Memiliki ketertarikan terhadap dunia kepenulisan sejak duduk dibangku kelas 6 SD dan telah menulis -+ 15 Buku Antologi dan beberapa kali menjuarai Cipta Baca Puisi dan kompetisi kepenulisan sastra lainnya seperti Cipta Cerpen, Quotes, Karya Tulis Ilmiah dan Esai. Jejaknya bisa teman-teman temui di akun Instagram pribadi miliknya: @syarh.sr Makassar, 14 Februari 2022
2 Comments
Dea Safitri
22/12/2022 18:18:57
Keren banget. Meski ceritanya uda jarang didengar tetap semangat menyebarkan cerita rakyat😁
Reply
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
May 2022
Categories |